Hakim Yakin Kuat Ma’ruf Tahu Rencana Pembunuhan Brigadir J
Ada sejumlah peristiwa yang membuat majelis hakim meyakini Kuat Ma’ruf mengetahui, bahkan mendukung, rencana pembunuhan Brigadir J. Apa saja peristiwa itu?
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim meyakini Kuat Ma’ruf telah mengetahui sejak awal rencana penghilangan nyawa Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat. Tindakannya untuk menutup pintu dan jendela di rumah dinas Ferdy Sambo saat masih menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta, tidak lain adalah upayanya untuk mengisolasi Nofriansyah ketika eksekusi dilakukan.
Hal itu diungkapkan hakim anggota Morgan Simanjuntak ketika membacakan unsur dakwaan dalam pembacaan putusan terhadap Kuat Ma’ruf di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (14/2/2023). Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso yang didampingi Morgan dan Alimin Ribut Sujono sebagai hakim anggota.
Dalam pertimbangannya, Morgan menyimpulkan bahwa Kuat mengetahui peristiwa yang terjadi di rumah Sambo di Magelang, Jawa Tengah, pada 7 Juli 2022 sore hari. Hal itu tampak dari ucapan Kuat kepada Putri, istri Sambo, ”Ibu harus lapor Bapak (Ferdy Sambo) agar tidak ada duri dalam rumah tangga.”
Terkait peristiwa yang terjadi pada saat itu, Kuat sempat mengejar Nofriansyah dengan membawa pisau hingga ke dapur. Hal itu bersesuaian dengan keterangan saksi Vera Simanjuntak, pacar Nofriansyah, bahwa Nofriansyah diancam untuk dibunuh kalau berani naik ke atas atau lantai dua oleh ”si Kuat”.
Posisi Kuat sebagai pengemudi mobil yang ditumpangi Putri Candrawati dari Magelang ke Jakarta pada 8 Juli 2022 juga sudah dikehendaki oleh Putri yang tidak ingin satu mobil dengan Nofriansyah. Demikian pula ketika sampai di rumah pribadi Sambo di Jalan Saguling, Jakarta, Kuat diminta naik ke lantai tiga yang merupakan lantai pribadi keluarga Sambo dengan akses terbatas.
”Terdakwa dianggap penting oleh saksi Putri Candrawathi karena keterangan terdakwa akan menambah keyakinan saksi Ferdy Sambo atas cerita yang telah disampaikan Putri Candrawathi kepada Ferdy Sambo pada 8 Juli dini hari. Apalagi, terdakwa sudah bilang ke saksi Putri Candrawathi, ’Ibu harus lapor Bapak agar tidak ada duri dalam rumah tangga’,” tutur hakim.
Peran Kuat juga tampak ketika ia bersama Ricky Rizal, salah satu ajudan Sambo yang juga jadi terdakwa dalam kasus ini, ikut Putri ke rumah dinas Duren Tiga dengan alasan isolasi mandiri sebagaimana kebiasaan sepulang dari luar kota. Padahal, Kuat tidak ikut tes usap. Di sisi lain, asisten rumah tangga keluarga Sambo, Susi, yang juga baru pulang dari Magelang justru tidur dan tidak ikut isolasi mandiri.
Sesampainya di rumah dinas Duren Tiga, Kuat langsung menutup pintu depan di lantai satu. Kemudian Kuat naik ke lantai dua untuk menutup pintu dan jendela di sana. Majelis hakim menyimpulkan, yang dilakukan Kuat tersebut untuk mengisolasi Nofriansyah agar tidak bisa lari serta mengurangi suara tembakan yang dapat menimbulkan kecurigaan.
”Mencerminkan sikap batin terdakwa tidak lain dan tidak bukan bahwa terdakwa menghendaki serta mengetahui sekaligus menunjukkan adanya kesengajaan khusus untuk menghilangkan nyawa korban di rumah dinas Duren Tiga,” kata hakim.
Kemarin, majelis hakim telah menjatuhkan pidana mati kepada Ferdy Sambo dan pidana 20 tahun penjara kepada Putri Candrawathi.