Bawaslu NTT Ajak Warga Ikut Awasi Pemilu secara Digital
Partisipasi publik dibutuhkan untuk mengawasi pelaksanaan pemilu. Temuan pelanggaran dapat dilaporkan lewat sistem digital yang disiapkan Bawaslu.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·2 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Provinsi Nusa Tenggara Timur memetakan sejumlah potensi pelanggaran selama masa kampanye hingga penetapan hasil pemilu. Berbagai langkah antisipatif disiapkan untuk menutup celah pelanggaran itu, termasuk melibatkan partisipasi publik dalam pengawasan secara digital.
Demikian disampaikan Pelaksana Harian Ketua Bawaslu Provinsi NTT Magdalena Yuanita Wake dalam acara peluncuran Komunitas Digital Pengawasan Partisipatif bertajuk ”Jarimu Awasi Pemilu”, di Kupang, Selasa (14/2/2023). Pengawasan secara digital berbasis partisipasi publik itu merupakan program Bawaslu RI yang menjangkau seluruh wilayah Nusantara.
Menurut Yuanita, secara umum, potensi pelanggaran dimaksud adalah politik uang, kampanye hitam, isu politik bernuansa SARA, intimidasi terhadap pemilih, dan ujaran kebencian. Pelanggaran itu berpotensi terjadi sepanjang masa kampanye hingga menjelang pemungutan suara.
Potensi pelanggaran lain, lanjutnya, adalah kesengajaan menambah atau mengurangi jumlah perolehan suara serta rekayasa hasil pemilu. Kecurangan semacam ini dapat terjadi pada saat penghitungan suara hingga rekapitulasi di setiap jenjangnya.
Yuanita mengatakan, Bawaslu akan memperkuat pengawasan mulai dari tempat pemungutan suara (TPS). Mereka akan menempatkan satu pengawas di setiap TPS. Selain melaporkan proses pemungutan suara, perolehan suara di setiap TPS langsung diunggah melalui sistem yang telah disiapkan.
Mengingat keterbatasan jumlah petugas, Yuanita berharap masyarakat berperan aktif melaporkan temuan pelanggaran di sekitar mereka. Pelaporan itu dapat dilakukan melalui situs Jarimu Awasi Pemilu. ”Pertisipasi publik sangat kami harapkan untuk mendukung proses demokrasi ini,” ujarnya.
Hingga kini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) belum menetapkan daftar pemilih tetap dan jumlah TPS di NTT. Data pemilih sementara yang diumumkan pada 2022 sebanyak 3,4 juta orang. Mereka menggunakan hak pilih di 13.536 TPS.
Marsel Tiran (45), warga Kabupaten Timor Tengah Selatan, berharap penyelenggara pemilu, seperti KPU dan Bawaslu, bersikap netral. Dalam catatannya, banyak penyelenggara pemilu bekerja untuk kepentingan tertentu. ”Pada pemilu sebelumnya, banyak pelanggaran tidak diproses,” ujarnya.
Dalam acara peluncuran itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Kupang Marthen Bana berharap media dapat menjalankan fungsi kontrol secara baik dalam pemilu. Sebagai pilar keempat demokrasi, media bertanggung jawab mengawal proses demokrasi secara independen.
Ia pun mengingatkan awak media agar tidak memanfaatkan momentum pemilu untuk meraup keuntungan pribadi atau kelompok sehingga mengabaikan kepentingan publik. ”Musim pemilu adalah ’musim panen’ bagi media karena banyak iklan dari partai politik ataupun calon yang bertarung,” katanya.
Dalam catatan Kompas, banyak wartawan di NTT juga aktif menjadi anggota partai politik. Pemberitaan mereka diarahkan mendukung partai atau calon tertentu. Pada beberapa pemilu sebelumnya, ada di antara mereka yang ikut bertarung menjadi anggota legislatif.
Agnes Tuan (30), warga Kota Kupang, berpendapat, masyarakat semakin mudah mengidentifikasi kepentingan media. Banyak media dimiliki pemimpin partai politik. ”Kalau berita di televisi itu memuji partai tertentu, kami masyarakat sudah paham televisi itu punya siapa,” ujar guru sekolah dasar tersebut.