Jaksa Nilai Kondisi Richard Eliezer Timbulkan Dilema Yuridis
Jaksa menilai kondisi Richard Eliezer dalam kasus pembunuhan Brigadir J menimbulkan dilema yuridis. Di satu pihak dia menjadi saksi pelaku yang bekerja sama, tetapi di lain pihak dia berperan sebagai eksekutor.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa menyatakan telah menjalankan fungsi penuntutan berdasarkan dua alat bukti yang cukup serta memenuhi asas kepastian hukum dan rasa keadilan dalam tanggapannya terhadap pleidoi Richard Eliezer Pudihang Lumiu, terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Jaksa menilai penembakan yang dilakukan Richard dan disusul Ferdy Sambo terhadap Nofriansyah sebagai bentuk kerja sama yang sempurna.
”Bahwa dalam persidangan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu, kami tim penuntut umum telah dapat membuktikan perbuatan terdakwa berdasarkan dua alat bukti yang cukup,” kata Jaksa Sugeng Hariadi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (30/1/2023).
Adapun sidang kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso. Dalam sidang sebelumnya, Richard membacakan pleidoi pribadi yang diberinya judul ”Apakah Harga Kejujuran Harus Dibayar 12 Tahun Penjara?”. Dalam pleidoi pribadinya, Richard menyatakan bahwa perbuatannya dilandasi kepatuhannya sebagai seorang anggota Brigadir Mobil terhadap atasan.
Saat menanggapi pleidoi pribadi Richard, jaksa mengungkapkan, tinggi rendahnya tuntutan pidana yang diajukan jaksa terhadap Richard ditentukan berdasarkan parameter yang jelas sebagaimana diatur dalam prosedur operasi standar dan tanpa tendensi apa pun. Jaksa berpendapat, tuntutan yang diajukan kepada majelis hakim tersebut sudah memenuhi asas kepastian hukum dan rasa keadilan.
Jaksa juga menyatakan telah mempertimbangkan peran Richard sebagai eksekutor. Tuntutan pidana 12 tahun penjara disebut telah mempertimbangkan kejujuran yang diberikan Richard sehingga kotak pandora kasus tersebut bisa terbuka.
Dilema yuridis
Jaksa juga menyebut telah mempertimbangkan rekomendasi yang diajukan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Namun, jaksa menyatakan, meski Undang-Undang tentang LPSK menyatakan bahwa saksi pelaku yang bekerja sama dijatuhi pidana paling ringan di antara terdakwa lain, ketentuan itu belum mencakup keadaan saksi pelaku yang bekerja sama sekaligus merupakan pelaku materiil sebagaimana kondisi Richard.
”Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang punya peran lebih dominan dibanding peran terdakwa lainnya, kecuali Ferdy Sambo, dengan melakukan pembunuhan sehingga permohonan untuk penjatuhan pidana yang paling ringan terhadap terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu di antara terdakwa lainnya perlu kajian secara mendalam,” kata jaksa.
Menurut jaksa, kondisi Richard tersebut menimbulkan dilema yuridis. Sebab, di satu pihak dia dikategorikan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama, sementara di lain pihak dia berperan sebagai eksekutor.
Terhadap pembelaan penasihat hukum Richard yang menyatakan Richard hanyalah pelaku yang disuruh orang lain sehingga Richard hanyalah alat, hal itu dinilai jaksa tidak tepat. Menurut jaksa, penasihat hukum keliru dalam menafsirkan bahwa Richard tidak dapat dipertanggungjawabkan pidana karena sebagai orang yang disuruh. Sebab, Richard tidak memiliki tanda atau ciri yang dipersyaratkan sebagai pihak yang tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, yakni kurang sempurna akalnya, daya paksa, serta atas perintah jabatan.
”Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu semata-mata menunjukkan loyalitasnya sehingga diwujudkan dalam bentuk kerja sama, dengan peranan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu berperan sebagai pelaku utama yang melakukan penembakan awal dan penembakan kedua oleh Ferdy Sambo. Dengan demikian, sempurnalah bentuk kerja sama sebagaimana disyaratkan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” tutur jaksa.
Selain itu, lanjut jaksa, terdapat fakta hukum yang tidak terbantahkan, yakni kesediaan Richard untuk menembak Nofriansyah ketika diminta Sambo. Keterangan Richard juga dinilai belum cukup untuk membuktikan bahwa penembakan itu dilakukan dalam keadaan terpaksa secara psikis. Berdasarkan hal itu, jaksa menilai tidak ada paksaan atau daya paksa yang dapat digolongkan sebagai alasan pembenar ataupun alasan pemaaf.
Oleh karena itu, jaksa berpendapat bahwa pleidoi penasihat hukum harus dikesampingkan karena tidak memiliki dasar yuridis yang kuat untuk menggugurkan tuntutan jaksa. Jaksa juga memohon kepada majelis hakim untuk menolak seluruh pleidoi dan menjatuhkan tuntutan sesuai surat tuntutan kepada Richard, yakni pidana 12 tahun penjara.
Terhadap replik dari penuntut umum tersebut, ketua majelis hakim memberikan kesempatan kepada penasihat hukum untuk menanggapinya pada Kamis mendatang.
Sementara itu, kelompok masyarakat sipil yang berasal dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Public Interest Lawyer Network (Pilnet), serta lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) pada hari yang sama menyerahkan amicus curiae (sahabat pengadilan) untuk majelis hakim yang menyidangkan perkara Richard.
Menurut Erasmus Napitupulu sebagai perwakilan kelompok masyarakat sipil tersebut, penyerahan amicus curiae dimaksudkan sebagai dukungan mereka terhadap Richard yang selama ini telah mendapatkan perlindungan LPSK. Menurut Erasmus, tuntutan yang diberikan jaksa kepada Richard kurang konsisten. Sebab, ketika Richard disebut sebagai saksi pelaku yang bekerja sama, maka seharusnya ia mendapatkan ganjaran atas perbuatannya itu.
”Kami mengirimkan amicus curiae sebagai bentuk dukungan kami kepada pengadilan agar pengadilan dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya kepada Bharada E atas perannya sebagai justice collaborator, yaitu putusan reward berupa putusan yang paling ringan,” katanya.
Dari pengalaman selama ini, lanjut Napitupulu, mereka yang dilindungi oleh LPSK sebagai saksi pelaku yang bekerja sama telah berperan penting untuk mengungkap kejahatan yang terorganisasi, seperti kasus korupsi. Oleh karena itu, pesan mengenai pentingnya peran saksi pelaku yang bekerja sama tersebut nantinya dapat diwujudkan melalui putusan majelis hakim.