Dua tahun tersisa cukup krusial bagi Presiden Joko Widodo. Tahun-tahun terakhir masa pemerintahan itu menjadi pertaruhan kredibilitasnya menjalankan amanah.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN, SUHARTONO
·5 menit baca
"Kalau Presiden Joko Widodo jahat, manuver Partai Nasdem yang secara dini mencalonkan Anies Baswedan bisa saja dibalas Presiden bermacam-macam. Me-"reshuffle", misalnya, atau mengajak Partai Demokrat atau PKS bergabung dengan koalisi pemerintah,” begitu komentar orang Istana saat ngobrol santai dengan Kompas, di kantin Istana, Oktober 2022.
Meski hingga kini tidak terwujud pergantian menteri asal Partai Nasdem dan menarik Partai Demokrat atau PKS bergabung ke pemerintah, isu perombakan kabinet terus bergulir. Apalagi, saat peringatan 50 tahun PDI Perjuangan dua pekan lalu, yang semua orang menunggu jika Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri mengumumkan calon presiden dari partainya.
Publik memang menunggu kandidasi jelang pertarungan Pemilu 2024. Tak mengherankan muncul perkiraan-perkiraan yang berseliweran masuk ke lingkungan Istana. Katanya, kalau Megawati mencalonkan bukan sosok yang didukung Presiden, bisa saja Presiden melakukan reshuffle dan menarik kedua partai yang selama ini di luar pemerintah ke dalam koalisinya. Sebaliknya, jika yang dicalonkan sesuai pilihannya, Presiden akan mendukung total sampai terpilih.
”Mengapa? Karena sosok tersebut yang dianggap dapat melanjutkan program-program pemerintahan, seperti infrastruktur dan Ibu Kota Negara (IKN),” kata seorang pejabat.
”Mengapa? Karena sosok tersebut yang dianggap dapat melanjutkan program-program pemerintahan, seperti infrastruktur dan Ibu Kota Negara (IKN)"
Kinerja dan kasus
Reshuffle? ”Ya, bisa saja, tetapi dasarnya evaluasi dan kinerja. Kalau kinerjanya buruk, ya, dicopot. Jika tersangkut kasus pidana, misalnya, ya, apa boleh buat. Presiden pasti akan menggantinya atau menterinya tahu diri sebelum diganti. Contohnya, kan, sudah ada,” tambah sang pejabat.
Sejauh ini tercatat empat menteri di era Presiden Jokowi yang terlibat kasus korupsi dan mundur atau diganti. Selain Menteri Sosial Juliari P Batubara, juga Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, serta Mensos Idrus Marham,
Reshuffle masih belum terjadi meski santer masuk ke telinga beberapa menteri. Hal itu akan dilakukan pada saat yang tepat. ”Si menteri A sudah beres-beres di kantornya,” sebuah pesan pendek masuk ke sebuah grup Whatsapp. ”Menteri B akan diganti mantan menteri dan menteri C akan diganti kepala badan,” kata pesan lain.
Seusai sidang kabinet di Istana Negara, Menteri Sekretaris Negara Pratikno menampik isu perombakan kabinet. ”Capaian menteri baik, kok. Tidak akan ada reshuffle di bulan Januari,” katanya.
Pratikno menegaskan, perombakan kabinet merupakan hak prerogatif Presiden yang tidak bisa dicampuri para menteri ataupun ketua umum partai politik. Saat ditanya perombakan kabinet lebih karena alasan politik meski menteri dinilai seluruhnya cukup baik, Pratikno lantas tertawa. ”Itu, kan, peta makro yang disampaikan Pak Presiden, ya,” tambahnya.
”Capaian menteri baik, kok. Tidak akan ada reshuffle di bulan Januari"
Spekulasi tetap beredar. Menteri BUMN Erick Thohir yang mencalonkan diri jadi ketua umum PSSI periode 2023-2027 disebut-sebut bakal diganti. Namun, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menyatakan, keputusan Erick mencalonkan diri sudah mengantongi izin Presiden. ”Pasti Pak Erick kalau mau maju apa saja dilaporkan dulu ke Presiden. Tentang iya atau enggak (jadi terpilih), kan, terserah. Yang menentukan, kan, voters,” tambah Pramono.
Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga Sekjen Nasdem Johnny G Plate saat ditanya soal reshuffle menyatakan, hal itu sepenuhnya hak prerogatif Presiden. ”Bahwa jika Presiden ingin berdiskusi, apakah itu dengan masukan-masukan dari staf, dari KSP (Kantor Staf Presiden), atau berdiskusi dengan pimpinan partai koalisi, itu opsinya ada di Presiden. Konstitusi tak mengatur sama sekali,” kata Plate.
Disinggung kemungkinan Presiden Jokowi berdiskusi dengan Ketua Umum Nasdem, sebagai Sekjen, Plate menegaskan, ”Tak ada kewajiban konstitusional yang mengatur Presiden berdiskusi dengan ketua umum partai. Nasdem menghormati konstitusi dan menghormati betul hak prerogatif Presiden sejak awal.”
Kerja di waktu tersisa
Sementara isu reshuffle terus bergulir, Selasa (17/1), Presiden mengumpulkan ribuan jajaran pimpinan daerah dalam rapat koordinasi Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Indonesia di Sentul International Convention Centre (SICC), Bogor, Jawa Barat. Sehari kemudian, di kantor Kementerian Pertahanan, Presiden kembali mengumpulkan Panglima TNI beserta tiga kepala staf angkatan dan Kepala Polri bersama jajaran panglima kodam, kodim, hingga kepolisian di daerah.
”Pertemuan itu sangat strategis, terutama bagi jalannya pemerintahan ke depan di pusat dan daerah berikut keamanan. Intinya jangan sampai kecolongan dan jangan sampai setelah kejadian aparat baru tahu. Ini, kan, tahun krusial 2023 dan 2024”
”Pertemuan itu sangat strategis, terutama bagi jalannya pemerintahan ke depan di pusat dan daerah berikut keamanan. Intinya jangan sampai kecolongan dan jangan sampai setelah kejadian aparat baru tahu. Ini, kan, tahun krusial 2023 dan 2024,” kata seorang jenderal yang hadir di dua pertemuan dan tak mau disebut namanya.
Dua acara itu diakui sebagai bagian dari konsolidasi dua tahun terakhir jelang Pemilu 2024. ”Pejabat dan aparat di daerah diminta tetap fokus bekerja di tengah dinamika dan tahun politik serta ekonomi global yang saat ini dinamis dan unpredictable,” kata seorang anggota staf di Istana.
Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey T Machmudin saat dihubungi menyatakan, ”Pertemuan itu rutin. Presiden mengingatkan semuanya bekerja bersama mengatasi dan mengantisipasi jika terjadi masalah,” ujarnya.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menegaskan, tahun-tahun terakhir masa pemerintahan Presiden Jokowi akan jadi pertaruhan kredibilitasnya menjalankan amanah pemerintahan. ”Presiden Jokowi memang perlu fokus mengoptimalisasi kinerja kabinetnya untuk menuntaskan janji-janjinya. Karena itu, Presiden Jokowi dan kabinetnya harus bekerja ekstra luar biasa hasilkan percepatan. Keinginan untuk memberikan kinerja terbaik menjadi salah satu faktor tarik ulur reshuffle,” ujarnya.
Pengajar politik FISIP Universitas Airlangga dan Penasihat Senior Lab 45, Haryadi, menilai, Presiden ingin menuntaskan Nawacita atau sembilan prioritas pembangunan lima tahun. ”Secara normatif, Nawacita itu harus sudah di-"delivery" tuntas pada akhir masa jabatan beliau, 20 Oktober 2024. Pasti bukan perkara mudah karena praktis Indonesia dan bahkan dunia kehilangan konsentrasi kerja selama 2020-2021 akibat pandemi Covid-19,” ujarnya.
Tentu, kehilangan waktu kerja inilah yang mendorong Presiden bekerja ”ekstra luar biasa”. Tidak hanya merombak, tetapi juga mengonsolidasikan pemerintahannya. Tidak hanya mengakhiri dua periodenya, tetapi juga keberlanjutan legasinya setelah 20 Oktober 2024.