Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana membenarkan jaksa penuntut umum telah mengajukan kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan HAM Makassar terkait pelanggaran HAM berat Paniai.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan telah mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Berat di Paniai yang memutus bebas terdakwa. Meski langkah tersebut dinilai sudah benar, kejaksaan diharapkan melakukan evaluasi terhadap proses penyidikan hingga penuntutan yang menghasilkan putusan bebas tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana ketika dikonfirmasi, Jumat (30/12/2022), membenarkan bahwa jaksa penuntut umum telah mengajukan kasasi terhadap putusan majelis hakim Pengadilan HAM Makassar. Menurut Ketut, upaya hukum kasasi tersebut dilakukan dengan memberikan memori kasasi di Pengadilan HAM Makassar. Meski demikian, Ketut mengaku tidak tahu tanggal persis pengajuan kasasi itu dilakukan. ”Sudah kasasi,” katanya.
Pada 8 Desember 2022, Pengadilan HAM di Makassar menjatuhkan vonis bebas terhadap Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu. Isak adalah terdakwa tunggal kasus dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi di Paniai pada 2014.
Isak didakwa melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan, dengan dakwaan kesatu melanggar Pasal 42 Ayat (1) Huruf a dan Huruf b juncto Pasal 7 Huruf b, Pasal 9 Huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Secara terpisah, anggota Komisi Kejaksaan, Bhatara Ibnu Reza, berpandangan, langkah kasasi tersebut dinilai sudah tepat. Sebab, upaya hukum tersebut mewakili kepentingan korban dan publik.
Namun, Bhatara juga mengingatkan, ketika kasus ini masih dalam tahap penyidikan di kejaksaan, masyarakat sipil sudah memberikan kritik karena penyidik tidak memperluas kemungkinan pelaku atau tersangka yang memiliki rantai komando hingga ke atas. Kritik itu muncul karena kejaksaan hanya menetapkan seorang tersangka yang pada saat kejadian hanya berperan sebagai perwira penghubung.
Oleh karena itu, Bhatara berharap agar secara internal kejaksaan juga mengevaluasi proses penyidikan dan penetapan tersangka sehingga menghasilkan putusan bebas. Sebab, dalam proses penyidikan, penetapan tersangka, hingga penuntutan merupakan kewenangan sepenuhnya jaksa sebagai pihak pengendali perkara (dominus litis).
Terkait hal itu, menurut Bhatara, tidak tepat jika kejaksaan melemparkan tanggung jawab kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) selaku penyelidik kasus pelanggaran HAM berat dengan menyebut hasil penyelidikan tidak lengkap. Sebab, dalam proses penyidikan, kejaksaan bisa memanggil dan memeriksa para pihak yang diduga terkait kasus tersebut.
Bhatara berharap kejaksaan bertindak serius dalam menangani kasus pelanggaran HAM berat di Paniai. Sebab, kasus ini memiliki pertaruhan besar, yakni kepercayaan publik terhadap kejaksaan, kepercayaan masyarakat Papua terhadap negara, serta kepercayaan dunia internasional terhadap penegakan HAM di Indonesia.
”Ini ada peristiwa dengan korban tewas, kok, tidak ada yang bertanggung jawab. Berarti ini, kan, ada masalah. Bagaimana menyusun surat dakwaannya sehingga terdakwa divonis bebas? Jangan sampai pengadilan HAM hanya menjadi tempat untuk melanggengkan impunitas,” kata Bhatara.
Secara terpisah, Kepala Pemantauan Divisi Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Tioria Pretty berpandangan, upaya hukum kasasi tersebut merupakan langkah standar yang sudah seharusnya diambil sebagai upaya hukum lanjutan. Di sisi lain, pihaknya sedari awal sudah mengkhawatirkan vonis bebas itu akan terjadi karena dakwaan yang lemah, yang ditunjukkan dalam proses pembuktian dan penuntutan di persidangan, termasuk melalui argumentasi hukum dan narasi pembuktiannya.
Di sisi lain, menurut Pretty, persiapan hakim di Pengadilan HAM Makassar juga dinilai kurang sehingga pengetahuan hakim mengenai pelanggaran HAM berat beserta pembuktiannya menjadi tidak maksimal. Berdasarkan hal itu, pembekalan hakim mengenai kejahatan serius beserta pembuktiannya menjadi hal yang krusial, termasuk dalam proses kasasi.
Pretty juga berharap agar Jaksa Agung melakukan penyidikan ulang dalam kasus pelanggaran HAM berat di Paniai. Sebab, diduga pelaku yang terlibat dalam kasus tersebut tidak hanya terdakwa Isak Sattu sebagai pelaku satu-satunya.