Tema Natal kali ini menjadi alarm bagi semua umat untuk berani bersikap demi kebaikan bersama sekaligus menjadi momentum pertobatan ekologis.
Oleh
RIANA A IBRAHIM
·4 menit baca
Memasuki masa Natal 2022 ini, pandemi covid-19 masih membayangi. Pandemi yang telah mendera kehidupan dunia sesungguhnya merupakan katup dari ecoside, akibat dari perilaku kita umat manusia. Perlakuan terhadap alam yang telah melebihi maksud ketika alam ini diciptakan telah menimbulkan masalah ekologis yang luar biasa.
Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom menyampaikan hal dalam renungan dan pemaknaannya terhadak konteks tema Natal tahun ini. Adapun tema Natal tahun ini berbunyi ”Maka Pulanglah Mereka Ke Negerinya melalui Jalan Lain”. Tema ini mengambil dari Injil Matius 2.12 yang mengisahkan Tuhan meminta orang-orang Majus mencari jalan lain untuk menghindari Herodes yang ingin membunuh Sang Juru Selamat di hari kelahirannya.
Selanjutnya, Gomar menambahkan, masalah ekologis ini juga diperparah dengan produksi sampah yang berlebihan dan tidak disertai dengan manajemen pengelolaan sampah yang memadai semakin memperburuk situasi. Menurut penelitian, setiap orang memproduksi sampah 0,7 kilogram per hari dan celakanya, sebagian besar di antaranya berupa sampah plastik, yang membutuhkan setidaknya ratusan tahun.
”Sebagai akibatnya, kita menghadapi realitas pemanasan global dan perubahan iklim yang telah membawa persoalan tersendiri bagi keseimbangan alam dan pada gilirannya juga kehidupan kita. Fenomena yang segera terlihat adalah munculnya hama dan virus baru yang tidak dikenal sebelumnya, akibat mutasi genetika. Maka, bermunculanlah virus baru dengan berbagai varian, termasuk Covid-19 berikut turunannya,” tutur Gomar.
Ia pun berpendapat pandemi ini mestinya semakin menyadarkan kekerasan manusia atas alam harus segera dihentikan. Selain akibat dari Perang Ukraina-Rusia, krisis pangan dan krisis energi yang mengancam dunia saat ini juga tidak dapat dilepaskan dari krisis ekologis. Di sisi lain, terjadi juga krisis pangan dan energi yang melanda Eropa dan Amerika Serikat. Krisis ini juga membawa persoalan tersendiri bagi perekonomian Indonesia dan juga banyak keluarga di Indonesia.
Ya, suasana Natal kali ini bagi banyak keluarga di Indonesia mungkin dibayangi oleh ragam ketidak-pastian akan masa depan. Bagi beberapa keluarga bahkan mungkin terasa lebih kelam, baik karena kesulitan finansial atau kehilangan sanak keluarga selama pandemi.
”Ini mengingatkan saya akan ratap tangis ibu-ibu dan keluarga di Betlehem dan sekitarnya. Air mata karena kehilangan bayi-bayi akibat perintah Raja Herodes. Sang Raja, yang takut kehilangan jabatannya atas kelahiran Sang Raja Damai,” ujar Gomar.
Melalui jalan lain
Kembali pada tema Natal tahun ini, para Majus yang diminta Raja Herodes justru menunjukkan keberanian untuk menunjukkan jalan lain. Jalan ini masih penuh tanda tanya, memiliki tantangan dan ancaman lain, serta penuh misteri dibandingkan jalan yang mereka tempuh sebelumnya, tetapi mereka tak cemas. ”Ini tentu membutuhkan sebuah keberanian tersendiri, yakni berani tidak menaati Raja dan menghindar untuk tidak terlibat dalam maksud jahat itu,” jelas Gomar.
Keberanian dan jalan lain ini pun mewujud dalam perjalanan untuk menemukan secara kreatif jalan baru dalam menghadapi realitas di sekeliling. ”Perjumpaan Ilahi melalui perayaan Natal memampukan kita untuk berjalan bersama untuk ’pulih lebih cepat, bangkit lebih kuat’, membangun kembali kehidupan dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19, dan menggemakan pertobatan ekologis di tengah maraknya kerusakan lingkungan,” tutur Gomar.
Sikap para Majus ini patut diteladani, yakni sikap berani berpihak kepada korban yang merupakan jalan kasih yang perlu ditempuh saat ini, ketika dunia mengalami defisit cinta kasih, dan surplus kebencian, kekerasan, kemiskinan dan beragam masalah lainnya. Keberanian mengambil jalan lain dan tergerak oleh belas kasih untuk menolong yang kurang beruntung dalam hidup ini perlu dihidupkan dan diwujudkan dalam keseharian.
Mengambil jalan lain yakni jalan kasih ini bisa saja berupa jalan sunyi berisiko dan penuh tantangan. Kendati demikian, langkah mengambil jalan lain ini bukan tindakan frustrasi, tetapi lebih merupakan keputusan iman. ”Saya yakin, melalui perayaan Natal kita kali ini saudara akan memiliki sukacita karena telah bertemu dengan Yesus, sukacita yang sama dengan orang Majus itu. Sukacita yang melahirkan keberanian mereka mengambil jalan lain,” ujarnya.
Bencana ekologis
Upaya mengambil jalan lain ini juga berguna dalam menghadapi ancaman kiamat ekologis. Mengambil jalan lain ini berarti juga pertobatan ekologis untuk menghentikan semua perilaku yang selama ini menyakiti alam dan sebaliknya makin bersahabat dengan alam.
”Karena itu, perayaan Natal kali ini kiranya memberanikan kita semua untuk tampil sebagai penyembuh dan penawar kehidupan dengan ikut serta menyelamatkan alam ini,” kata Gomar.
Adapun ada empat hal yang harus dikembangkan, yakni menggunakan kembali bahan yang telah digunakan (reuse), mengurangi pemakaian barang dan sumber daya tertentu (reduce), mengganti bahan yang merusak lingkungan dengan bahan ramah lingkungan (replace), dan yang terakhir adalah mendaur ulang barang bekas pakai atau (recycle).
Hal ini pun sejalan dengan prinsip-prinsip Kristiani yang perlu diterapkan dalam rangka peduli lingkungan, yaitu bertobat atau mengaku atas perlakuan buruk terhadap lingkungan (repent), mengendalikan diri (restraint), menghargai ciptaan Tuhan (respect), dan bertanggung jawab (responsible).
”Menjalankan keempat prinsip lingkungan yang sejalan juga prinsip Kristiani merupakan bentuk ibadah perayaan Natal yang sesungguhnya,” ujar Gomar.