Masyarakat Bisa Cek Status Tanah lewat Aplikasi Gisliner
Masyarakat bisa mengetahui informasi terkait pengendalian dan penertiban tanah melalui aplikasi Gisliner. Masyarakat tidak hanya bisa mengecek status tanahnya, tetapi juga melakukan pengaduan apabila ada kesalahan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat bisa mengecek dan melakukan pengaduan terkait status tanahnya melalui sistem aplikasi. Dengan cara itu, masyarakat diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah apabila ada persoalan pertanahan di lapangan. Masyarakat juga diharapkan menjadi patuh dan tertib ketika mengetahui status dan perizinan tanahnya.
Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang mengatakan, masyarakat bisa mengetahui informasi terkait pengendalian dan penertiban tanah melalui aplikasi Gisliner (Geographic Information System Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang). Misalnya, terkait tanah pertanian atau tanah pembangunan rumah.
”Misalnya saya punya rumah. Kok kayaknya rumah ini pembangunan di samping rumah saya ini ga benar ini. Bagaimana ini izinnya. Dia bisa cek di situ (aplikasi Gisliner),” kata Budi dalam peluncuran aplikasi Gisliner di Jakarta, Selasa (6/12/2022).
Ia mengungkapkan, masyarakat tidak hanya bisa mengecek status tanahnya, tetapi juga melakukan pengaduan apabila ada kesalahan maupun memberikan kritikan. Aplikasi ini menjadi saluran publik untuk memberikan kontribusi terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sebab, masyarakat yang mengetahui situasi di lapangan.
Beberapa pengecekan yang bisa dilakukan masyarakat, yakni terkait persawahan, kinerja pemerintah daerah, hingga status pertanahan. ”(Misalnya) tanah telantar kenapa tidak dipakai ini. Kesannya kan itu tanah telantar, tidak ada yang ngerjain. bisa dicek di situ. Benar tidak itu tanah telantar? Siapa sih? Kenapa sih tidak dimanfaatkan?” ujar Budi.
Ia menegaskan, segala bentuk partisipasi masyarakat akan direspons. Sebab, akan ada pemandu yang akan menjawab pertanyaan dari masyarakat. Budi mengungkapkan, aplikasi ini juga akan bisa digunakan pada wilayah yang digunakan untuk Ibu Kota Negara setelah ada tata ruangnya.
Ketika Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) di wilayah tersebut keluar, aplikasi Gisliner akan diuji coba di lokasi tersebut. Apabila ada ketidaksesuaian dengan peruntukannya, masyarakat bisa melakukan pengaduan. Selain itu, aplikasi ini bisa digunakan untuk audit tata ruang.
Sekretaris Direktorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN Shafik Ananta Inuman menambahkan, masyarakat bisa mengakses langsung aplikasi Gisliner dan mengambil informasi seperti satus tanah dan perizinannya. Dengan cara itu, diharapkan masyarakat bisa patuh dan tertib.
Gisliner merupakan sistem informasi pendukung. Di dalamnya ada sistem penilaian pelaksana KKPR seperti perizinan yang diterima oleh seseorang atau badan usaha. Selain itu, ada sistem pemantauan atas tanah untuk menilai pelaksanaan hak dan kewajiban maupun pembatasan lain terhadap hak di atas tanah tersebut.
”Ini bisa mencakup kewajiban-kewajiban yang diamanatkan oleh Undang-undang Agraria, yaitu melihat tanda batas, kemudian patuh terhadap surat keputusan pemberian haknya,” ungkap Shafik.
Geospatial Technology Expert Universitas Indonesia yang juga Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) 2010-2014 Asep Karsidi mengatakan, pada era transformasi digital, penataan ruang termasuk penertibannya bukan lagi ruang abstrak. Artinya, masyarakat harus bisa dengan mudah bisa mengakses ruang muka bumi dengan dukungan teknologi.
”Jadi ruang muka bumi yang kita tata, yang kita tertibkan, itu faktual sehingga kita bisa kira susun dengan baik dan seterusnya,” kata Asep.
Ia mengungkapkan, di era geospasial, fakta-fakta ruang muka bumi sudah bisa diakuisisi dan dikembangkan. Karena itu, harus cerdas dalam melihat konten dari geospasial di era digital. Menurut Asep, transformasi digital pada bidang pengendalian dan penertiban ruang harus bisa lebih mudah.
Asep menegaskan, dengan penataan ruang yang sudah berbasis digital, seharusnya tata aturan dapat mudah dibuat dan dilakukan. Ia mengingatkan, jangan hanya sekadar data geospasial yang dibangun, tetapi juga basis datanya.