Muhammadiyah Pastikan Tak Ada Intervensi dalam Muktamar Ke-48
Proses pemilihan calon PP Muhammadiyah sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. Mekanisme pemilihan juga berjenjang, sehingga tidak akan ada penambahan nama calon di tengah jalan.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU, ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemilihan ketua umum dan anggota Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Aisyiyah 2022-2027 menjadi salah satu agenda utama Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah pada akhir pekan ini. Dijanjikan tidak akan ada intervensi dari pihak mana pun pada forum muktamar, termasuk proses pemilihan pimpinan organisasi yang didirikan KH Ahmad Dahlan pada tahun 1912 tersebut.
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir mengungkapkan, proses pemilihan calon PP Muhammadiyah sudah berlangsung sejak dua tahun lalu. Selain itu, mekanisme pemilihan juga berjenjang sehingga tidak akan ada penambahan nama calon di tengah jalan. ”Dan tidak memungkinkan ada intervensi dari dalam maupun luar, termasuk dari luar angkasa, sehingga proses itu akan berjalan obyektif,” tuturnya saat memberikan keterangan pers mengenai penyelenggaraan Muktamar Ke-48 Muhammadiyah dari kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (16/11/2022).
Sebelumnya, melalui saluran YouTube-nya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Amien Rais mengingatkan para peserta muktamar untuk tidak memilih calon yang sering keluar-masuk Istana. Amien juga memperingatkan agar Muhammadiyah jangan sampai pernah dicampuri, apalagi dipecah belah.
Saat ini sudah ada 92 nama calon PP Muhammadiyah yang menyampaikan kesediaan untuk dipilih pada muktamar nanti. Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti di tempat terpisah menyampaikan, tidak mengetahui secara pasti siapa saja 92 nama calon pimpinan tersebut. Namun, 13 nama PP Muhammadiyah 2015-2022 kembali dicalonkan.
Menurut Haedar, 93 nama itu akan dijaring menjadi 39 nama dalam forum Tanwir yang digelar pada Jumat (18/11/2022). Setelah itu, 39 nama diajukan dalam muktamar untuk dipilih pada Sabtu (19/11/2022) malam. Para peserta muktamar akan memilih 13 dari 39 nama yang kemudian akan ditetapkan menjadi pimpinan PP Muhammadiyah 2022-2027. Selanjutnya, ke-13 pimpinan itu akan berunding untuk menetapkan salah satu dari mereka sebagai ketua umum.
Haedar meyakini, dengan kematangan pemahaman dan sistem organisasi yang dimiliki, para peserta muktamar memiliki kearifan dalam memilih. Apa pun hasilnya, itu adalah hasil terbaik dari sistem musyawarah di Muhammadiyah.
Sementara itu, sebelumnya, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengusulkan perlunya restrukturisasi kepemimpinan pusat Muhammadiyah. Salah satunya dengan menambah jumlah PP Muhammadiyah dari 13 menjadi 19 orang. Selain itu, cukup sepertiga anggota PP lama yang dipertahankan dalam kepengurusan baru. Menurut dia, akan lebih baik jika kepengurusan PP Muhammadiyah diisi oleh ”darah segarv.
Transformasi kebangsaan
Selain memilih jajaran PP Muhammadiyah, muktamar juga akan membahas program dan isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal. Salah satu isu strategis yang akan dibahas adalah suksesi kepemimpinan 2024.
Haedar menyampaikan, Pemilu 2024 semestinya tidak dimaknai sebagai kontestasi politik belaka. Pemilu semestinya dimaknai sebagai proses transformasi kebangsaan. ”Sudah lebih dari cukup reformasi membawa proses demokratisasi yang liberal, bahkan sangat liberal. Dan kita seperti kehilangan visi masa depan yang menyangkut kenegarawanan,” katanya.
Oleh karena itu, Muhammadiyah mengingatkan siapa pun yang akan mencalonkan diri sebagai calon presiden, calon wakil presiden, dan calon anggota legislatif untuk membuka kembali konstitusi. Semua harus memahami bahwa Indonesia tidak hanya soal kemenangan politik, demokratisasi, tetapi juga nilai kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri bangsa. Pemahaman ini juga sepatutnya dimiliki para penyelenggara pemilu.
Muhammadiyah akan menawarkan visi karakter bangsa, konsep Indonesia berkemajuan, dan dokumen Negara Pancasila Darul ‘Ahdi wa Syahadah (negara Pancasila sebagai hasil kesepakatan) kepada para calon pemimpin bangsa. Para calon pemimpin harus memiliki perspektif tersebut untuk mencegah terjadinya disorientasi politik, yakni ingin meraih kekuasaan, tetapi lupa pada fondasi kehidupan berbangsa.
Suksesi 2024 juga akan dibahas dalam Muktamar Ke-48 Aisyiyah. Tri Hastuti selaku Panitia Pengarah Muktamar Aisyiyah menyampaikan bahwa Aisyiyah mendorong praktik demokrasi di Indonesia sudah mengarah ke substansial, bukan hanya prosedural.
Aisyiyah juga menekankan pentingnya proses pemilu yang berkeadaban, baik bagi penyelenggara maupun pemilih. Pemilu yang tidak lagi diwarnai politik pragmatis, politik uang, oligarki politik, hingga politik identitas. Pemimpin yang dilahirkan juga diharapkan betul-betul memiliki sikap kenegarawan dan memperhatikan suara perempuan serta memberi kesempatan pada semakin banyak perempuan, baik di lembaga eksekutif maupun pengambil kebijakan.