Tuntutan 10 tahun penjara oleh jaksa dalam kasus pelanggaran HAM Paniai dinilai terdakwa tidak adil. Menurut dia, ada banyak kesatuan dalam peristiwa Paniai dan menjadikan dia satu-satunya terdakwa tidak berdasar.
Oleh
RENY SRI AYU ARMAN
·3 menit baca
MAKASSAR, KOMPAS — Jaksa menuntut hukuman penjara 10 tahun kepada terdakwa kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Paniai. Tuntutan ini spontan dijawab terdakwa dengan protes yang menyebut tidak seharusnya dalam peristiwa Paniai hanya dia yang bertanggung jawab.
Sidang dengan agenda tuntutan dilaksanakan di Pengadilan Negeri Makassar, Senin (14/11/2022). Terdakwa dalam kasus ini adalah Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu. Saat kasus Paniai terjadi, Isak menjabat sebagai perwira penghubung.
Jaksa dalam amar tuntutannya menyatakan, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tidak pidana pelanggaran hal asasi manusia berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan, melanggar dakwaan ke I Pasal 42 Ayat (1) Huruf a dan Huruf b, juncto Pasal 7 Huruf b, Pasal 9 Huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
”Untuk itu menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu dengan hukuman pidana penjara selama 10 tahun,” kata jaksa penuntut umum M Ridwan.
Seusai pembacaan tuntutan, Ketua Majelis Hakim Sutisna Sawati meminta tanggapan Isak sebagai terdakwa terkait pembelaan. Saat itu Isak mengatakan menyerahkan sepenuhnya pembelaan kepada tim penasihat hukum.
Namun, saat hakim kembali bertanya apakah ada yang ingin disampaikan, Isak angkat suara.
Menurut Isak, yang pertama, dakwaan terhadap dirinya prematur dan terkesan dipaksakan. Kedua, tidak adil karena kepolisian dan angkatan lain tidak ada yang dikenai sanksi atau didakwa.
Secara bersama-sama
Padahal ini (pengamanan dalam peristiwa Paniai) secara bersama-sama. ”Kalau murni saat itu hanya Koramil yang terlibat, mungkin masuk akal. Tapi ini justru tugas pokok kepolisian (yang membubarkan massa). Kok tidak ada yang didakwa. Di mana keadilan di sini?” kata Isak kepada majelis hakim.
Atas pernyataan ini, Ketua Majelis Hakim akhirnya meminta Isak membuat pembelaan terpisah dengan penasihat hukum. ”Buat saja pembelaan. Bikin materinya secara tertulis walau hanya satu lembar. Nanti pembelaan oleh penasihat hukum dipisah,” katanya.
Saat membacakan tuntutan, jaksa mengatakan sejumlah saksi dari anggota Koramil menyebut bahwa saat peristiwa Paniai, terdakwa mengetahui bahkan memerintahkan gudang senjata dibuka. Saat itu semua senjata di Koramil berisi peluru tajam. Tak satu pun peluru karet atau peluru hampa.
Terdakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut. (Ridwan)
”Terdakwa sebagai komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer mengetahui bahwa pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, sedang melakukan, atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan,” kata jaksa.
Jaksa mengatakan, serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil berupa penganiayaan. ”Terdakwa Mayor Infanteri (Purn) Isak Sattu tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut,” kata jaksa.
Menanggapi tuntutan ini, tim penasihat hukum terdakwa mengatakan tuntutan ini tidak berdasar.
”Tuntutan ini tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM. Ancaman hukuman sudah dibacakan, kami akan menyiapkan pembelaan terbaik,” kata Ahmad Kawakibi, salah satu penasihat hukum terdakwa.
Sidang dengan agenda mendegrakan pembelaan terdakwa dan penasehat hukum akan digelar Senin (21/11/2022).
Kasus Paniai adalah peristiwa dimana empat warga tewas tertembak dan 10 lainnya luka-luka. Penembakan terjadi di tengah aksi unjuk rasa warga di Markas Koramil 1705-02 Enarotali yang memprotes pemukulan yang dilakukan sejumlah oknum TNI.
Pemukulan ini sendiri adalah dampak cekcok mulut saat seorang anggota TNI nyaris menabrak sekelompok pemuda yang sedang meminta sumbangan di jalan untuk acara Natal.