Dari ratusan jenis ”drone” atau pesawat tanpa awak, salah satu ”drone” yang menarik perhatian bagi kalangan militer ataupun penyuka alat pertahanan adalah Bayraktar TB2.
Fungsi drone atau pesawat tanpa awak dalam dunia militer semakin penting. Konflik yang terjadi negara lain, seperti perang antara Armenia dengan Azerbaijan serta antara Rusia dengan Ukraina semakin menasbihkan bahwa drone dan pesawat tanpa awak tidak bisa dipisahkan dari perang modern abad 21.
Maka, sudah menjadi keniscayaan sebuah pameran industri pertahanan harus memamerkan produk drone atau pesawat tanpa awak. Di ajang Indo Defence 2022, mata pengunjung akan dimanjakan dengan beragam jenis drone yang dipamerkan, mulai dari drone dengan tujuan sipil hingga tujuan militer, seperti pengintaian dan penyerangan.
Dari ratusan jenis drone atau pesawat tanpa awak, salah satu drone yang menarik perhatian bagi kalangan militer maupun penyuka alat pertahanan adalah Bayraktar TB2. Di Indo Defence 2022, kisah sukses dalam menjalankan misi untuk menghancurkan target musuh di medan pertempuran dipamerkan melalui video yang dapat disaksikan melalui sebuah video dari monitor besar yang terpasang di stan Baykar.
Kini, pesawat tanpa awak asal Turki tersebut mencoba menjajaki kemungkinannya untuk masuk pasar Indonesia. "Bayraktar TB2 sudah terbukti efektif di pertempuran sebenarnya. Anda bisa melihat melalui video di depan, di situ tampak bahwa target di darat bisa dengan mudah dihancurkan dengan misil berpemandu yang dibawa Bayraktar TB2," kata salah seorang petinggi Baykar, produsen Bayraktar yang minta namanya tidak ditulis.
Menurut petinggi Baykar tersebut, Bayraktar TB2 sudah dioperasikan oleh 25 negara. Selain terbukti efektif di beberapa medan pertempuran, lanjutnya, Bayraktar TB2 disebut menawarkan beberapa keunggulan, antara lain bisa mengangkut beban hingga 150 kilogram beserta kamera pengintai.
Di sisi lain, lanjutnya, Baykar selaku produsen Bayraktar TB2 mengklaim selalu meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kebutuhan di medan laga. Semisal, penyesuaian platform Bayraktar TB2 agar mampu mengusung peluru kendali terbaru. "Indonesia adalah pasar yang potensial. Dan tentu saya Bayraktar TB2 akan memberikan banyak keuntungan bagi Indonesia," ujarnya.
Popularitas Bayraktar TB2 di banyak negara karena terbukti efektif di medan laga memang bisa menyilaukan mata. Namun demikian, bukan berarti tidak ada produk anak bangsa dalam kategori pesawat nirawak yang dipamerkan di ajang Indo Defence 2022.
Salah satu yang menarik adalah drone buatan PT Pindad (Persero) bernama Ruppell. Ya, kini industri pertahanan pelat merah itu tidak hanya memproduksi berbagai jenis senjata api dan kendaraan lapis baja, namun kini juga merambah dengan memproduksi drone.
Berbeda dari drone kebanyakan, Ruppell memiliki bentang sayap dan ekor kembar model ”gawang”. Model ekor tersebut sekilas mengingatkan pada pesawat serang ringan OV-10 Bronco buatan Amerika Serikat.
Sementara, drone Ruppell digerakkan oleh empat baling-baling di keempat sudutnya sebagaimana drone pada umumnya. Kemudian, untuk bergerak maju, drone digerakkan oleh baling-baling yang terpasang di ”hidung” drone. Mekanismenya, ketika sudah mencapai ketinggian tertentu, keempat baling-baling yang menghadap ke atas akan mati secara berlahan digantikan oleh baling-baling yang berada di ”hidung” drone untuk bergerak maju.
Menurut Senior Officer Product and Process Development of Ammunition Inovation PT Pindad (Persero) Saraswaty, drone tersebut dapat terbang hingga 250 kilometer per jam dengan waktu terbang 60 menit, daya jelajah 25 kilometer dengan membawa beban maksimal 6 kilogram.
Sebagai drone militer, selain dapat mengangkut mortir atau bom, drone tersebut dapat difungsikan untuk membawa drone yang lebih kecil yang berfungsi sebagai drone mata-mata atau drone ”kamikaze” atau drone bunuh diri. Menurut rencana, drone Ruppell akan menjalani uji terbang perdana pada awal 2023.
Multi peran
Dalam seminar The Development of Technology and Tactics of Ground Battle ini XXI Century sebagai rangkaian acara Indo Defence 2022, pengamat militer Kenneth Conboy mengatakan, pesawat tanpa awak menjadi sorotan dalam peperangan di Ukraina. Tahun 2020, sudah ada 10 negara yang menggunakan drone bersenjata dalam pertempuran.
Menurut Conboy, drone tidaklah setara. Drone Turki Bayraktar TB2 harganya sekitar 5 juta dollar Amerika Serikat. Sementara drone kamikaze Shahed 136 milik Iran harganya sekitar 30 ribu dollar AS. “Namun, drone yang paling murah sekalipun, kalau digunakan dalam jumlah banyak sekaligus, bisa mengalahkan pertahanan udara dan mengirimkan alat peledak di target,” kata Ken.
Dia menggarisbawahi, drone dipastikan akan menjadi faktor kunci dalam peperangan di darat. Tidak saja karena sanggup membawa beban, tetapi juga untuk misi pengintaian, dukungan udara dan penembakan artileri.
“Bagi Indonesia hal ini tentu harus jadi pemikiran serius dalam pengadaan. Daripada membeli alutsista yang besar-besar lebih baik beli senjata-senjata anti yang lebih murah,” kata Conboy.
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman mengatakan, ke depan perang akan memiliki karakter berlarut. Sementara, peralatan yang digunakan akan semakin canggih dan berbentuk kecil, serta didominasi oleh senjata-senjata yang sifatnya ”anti”.
Sementara, Olivier Forth dari perusahaan Nexter mengatakan, berkat kemampuan nirawak, drone bisa dengan cepat dan mudah mendekati lawan. Dengan biaya rendah, drone bisa mengalahkan musuh yang memiliki peralatan tempur yang besar dan mahal. “Di daerah yang ada drone beroperasi, artileri harus disembunyikan,” kata Olivier.
Dalam bukunya Air Defense: Antara Kebutuhan dan Tuntutan (2017), mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal Agus Supriatna menyatakan, pesawat tanpa awak memiliki peran penting karena memiliki kemampuan pengawasan dan intelijen. Sebab, teknologi tersebut dapat melakukan penginderaan jarak jauh.
Selain itu, lanjutnya, teknologi pesawat tanpa awak juga dapat dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan serangan udara. Kemampuan ini tergantung pada banyak sistem, yakni kemampuan identifikasi sasaran, persenjataan yang digunakan, komunikasi dan pemandu arah serangan.
"Sebagai contoh, untuk mengidentifikasi sasaran yang lebih akurat dapat dilakukan dengan bantuan satelit atau UAV (pesawat tanpa awak) setelah semua informasi keberadaan sasaran diketahui dengan baik," kata Agus.
Drone atau pesawat tanpa awak kini punya peran strategis di dunia militer. Sebab, meski kecil, drone dapat menjadi faktor kunci atau ”pengubah permainan” dalam sebuah peperangan.