Baiquni dan Chuck, dua bekas anak buah Ferdy Sambo, membantah terlibat dalam perintangan penyidikan pembunuhan Brigadir Nofriansyah. Mereka merasa hanya menjalankan tugas sebagai anak buah Ferdy Sambo.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Baiquni Wibowo dan Chuck Putranto, dua terdakwa kasus perintangan penyidikan pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, menegaskan bahwa mereka hanyalah anggota Polri yang menaati Peraturan Kepala Kepolisian RI agar patuh pada setiap perintah atasan. Mereka keberatan didakwa terlibat merintangi penyidikan pembunuhan yang direncanakan oleh bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Ferdy Sambo itu.
Keberatan ini disampaikan Baiquni melalui eksepsinya yang dibacakan kuasa hukumnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2022). Sidang dipimpin hakim ketua Afrizal Hadi dengan hakim anggota Ari Muladi dan M Ramdes. Adapun jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dipimpin oleh Syahnan Tanjung.
Baiquni berdalih, apa yang dilakukannya adalah tindakan administrasi oleh pejabat pemerintahan karena saat itu dia menjabat Pemangku Sementara Kepala Subbagian Pemeriksaan Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri. Tindakan Baiquni adalah menggandakan dan menghapus file rekaman kamera pengawas atau CCTV dari tiga unit dekoder CCTV di sekitar rumah Sambo atas perintah atasannya, Chuck Putranto (juga anak buah Sambo).
Dia merasa hanya menjalankan perintah atasan sesuai dengan Peraturan Kepolisian Negara Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menegaskan bahwa setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang untuk melawan atau menentang atasan, dan menyampaikan laporan yang tidak benar kepada atasan.
Penolakan tidak dapat dilakukan begitu saja karena terdapat ancaman hukuman berat apabila perintah tidak dilaksanakan.
Dia juga merujuk pada Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan Organisasi pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan pemantauan, pengawasan, dan penerimaan komplain terkait dengan anggota atau PNS Polri yang sedang dalam proses penanganan pelanggaran hukum yang mengakibatkan kematian Nofriansyah dan kejadian dugaan pelecehan terhadap Putri Chandrawati, istri Sambo. Selain itu, juga berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sebagai pelaksana atas perintah resmi dari atasan, Ferdy Sambo.
”Terdakwa Baiquni Wibowo sebagai pelaksana tidak mungkin menolak perintah karena meskipun telah diatur di dalam kode etik, tetapi penolakan tersebut harus dilakukan dalam kedinasan. Penolakan tidak dapat dilakukan begitu saja karena terdapat ancaman hukuman berat apabila perintah tidak dilaksanakan,” kata kuasa hukum Baiquni, Junaedi Saibih.
Sementara Chuck dalam eksepsinya menambahkan, dirinya tidak bisa dipidana karena semua tindakannya berdasarkan menghulu kepada perintah Ferdy Sambo. Dia merujuk Pasal 48 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa atau perintah jabatan tidak bisa dipidana.
”Terdakwa Chuck mengira perintah yang diberikan dalam wewenang dan pelaksanaannya, termasuk dalam lingkup pekerjaannya,” kata kuasa hukum Chuck, Jhony Manurung.
Dengan begitu, Baiquni dan Chuck memohon majelis hakim untuk mengabulkan eksepsi mereka dengan memutus putusan sela yang tidak melanjutkan pemeriksaan. Mereka juga meminta dibebaskan dari tahanan dan dari segala dakwaan JPU demi hukum, serta memulihkan harkat dan martabatnya.
Sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis, 3 November 2022, pukul 09.30 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Majelis hakim kemudian memutuskan untuk menunda persidangan dengan agenda jawaban jaksa penuntut umum atas eksepsi terdakwa. Sidang selanjutnya akan digelar pada Kamis, 3 November 2022, pukul 09.30 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam kasus perintangan penyidikan pembunuhan Nofriansyah terdapat tujuh terdakwa. Mereka adalah bekas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Ferdy Sambo, mantan Kepala Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Brigjen (Pol) Hendra Kurniawan, Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri Komisaris Besar Agus Nurpatria, dan Kepala Subbagian Pemeriksaan Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri Komisaris Polisi Baiquni Wibowo.
Selain itu, Kepala Subbagian Audit Bagian Penegakan Etika Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi Divisi Propam Polri Kompol Chuck Putranto, Wakil Kepala Detasemen B Biro Pengamanan Internal Divisi Propam Polri AKBP Arif Rahman Arifin, dan Kepala Subunit I Subdirektorat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto.
Mereka bertujuh didakwa Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar. Namun, selain pasal itu, Ferdy Sambo juga didakwa dalam kasus pembunuhan berencana.