Kapolri Perintahkan Polantas Tidak Lagi Tilang Manual
Kapolri menginstruksikan polisi lalu lintas untuk tidak lagi menilang secara manual. Mereka diminta memaksimalkan penindakan lewat tilang elektronik atau ETLE.
Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jajaran Korps Lalu Lintas Polri kini dilarang menilang pengendara kendaraan bermotor secara manual. Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo meminta penilangan dimaksimalkan melalui tilang elektronik atau electronic traffic law enforcement atau ETLE.
Keputusan ini dituangkan dalam surat telegram Kapolri Nomor ST/2264/X/HUM.3.4.5./2022 per tanggal 18 Oktober 2022. Surat tersebut ditandatangani oleh Kepala Korps Lalu Lintas Polri Inspektur Jenderal Firman Shantyabudi.
”Penindakan pelanggaran lalu lintas tidak menggunakan tilang manual. Namun, hanya dengan menggunakan ETLE, baik statis maupun mobile, dan dengan melaksanakan teguran kepada pelanggar lalu lintas,” bunyi instruksi dalam surat telegram tersebut.
Direktur Penegak Hukum (Dirgakkum) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Aan Suhanan mengatakan, telegram Kapolri itu merupakan pedoman bagi polisi lalu lintas (polantas). Arahan Kapolri, kata Aan, menitikberatkan pada kepatuhan, perlindungan, dan keselamatan masyarakat.
”Kami tetap melakukan penegakan hukum secara nonyustisial untuk memberikan edukasi. Untuk penegakan hukum secara yustisial, kami maksimalkan (pakai) ETLE,” kata Aan saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (21/10/2022).
Aan menambahkan, arahan Kapolri itu sudah diumumkan ke semua polda yang ada di Indonesia.
Dalam telegram tersebut, personel Korlantas Polri juga diminta memberikan pelayanan prima serta menerapkan senyum, sapa, dan salam (3S), mulai dari sentra loket samsat, satpas, penanganan kecelakaan lalu lintas, dan pelanggaran lalu lintas.
Kapolri juga meminta semuaanggota polantas di lapangan melaksanakan kegiatan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli, khususnya di lokasi blackspot dan troublespot.
Mantan Kapolda Banten ini juga menginstruksikan polantas melaksanakan kegiatan pendidikan masyarakat lalu lintas untuk meningkatkan keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
”Melaksanakan pelatihan guna meningkatkan kemampuan dan profesionalisme anggota polantas dalam melaksanakan tugas Polri di fungsi lantas,” bunyi instruksi Kapolri.
Polantas juga diminta profesional dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi. Mereka diimbau untuk transparan dan prosedural tanpa memihak kepada salah satu yang beperkara guna meningkatkan kepercayaan publik terhadap Polri.
Personel juga diminta melaksanakan kegiatan pembinaan rohani setiap minggu guna meningkatkan iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta meningkatkan kinerja anggota polantas.
Anggota Polri juga diperintahkan bersikap sederhana dan tidak menampilkan kehidupan yang hedonisme. Mereka diminta mendekatkan diri kepada masyarakat melalui kegiatan bakti sosial atau sedekah.
Selanjutnya, polantas diminta melaksanakan tugas pelayanan bidang lalu lintas secara profesional, transparan, akuntabel, dan tidak boleh melakukan pungutan di luar ketentuan atau pungli. Bagi anggota yang berprestasi dan berinovasi di bidang lalu lintas, akan diberikan penghargaan. Sebaliknya, bagi mereka yang melanggar, akan diberikan hukuman.
Korlantas Polri juga diinstruksikan menggelar apel arahan pimpinan serta analisis dan evaluasi agar anggota memedomani prosedur standar operasional (SOP). Poin terakhir telegram itu ialah melakukan pengawasan dan pengendalian yang melekat dan berjenjang agar anggota Korlantas lebih memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, mengatakan, instruksi Kapolri tersebut merupakan upaya yang layak diapresiasi. Menurut Bambang, saat ini teknologi dan zaman sudah berkembang. Selain itu, upaya meminimalkan pungli di sektor lalu lintas harus terus dilakukan dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.
”Yang harus diperhatikan adalah langkah-langkah sosialisasi program tersebut kepada masyarakat. Salah satunya dengan memperjelas rambu-rambu lalu lintas atau peringatan-peringatan agar masyarakat tidak merasa ’dijebak’ dengan perubahan-perubahan aturan,” kata Bambang.
Sementara itu, komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, mengatakan, pihaknya menyambut baik kebijakan penggunaan teknologi modern karena lebih akurat. Ia berharap ETLE mampu mengurangi interaksi antara pelanggar lalu lintas dan polisi.
”Sehingga tidak bisa transaksional serta dapat mengedukasi masyarakat untuk tertib berlalu lintas dan melahirkan budaya masyarakat yang taat hukum. Kami berharap penerapan ETLE dapat maksimal di seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, ETLE sudah ada di 34 polda,” kata Poengky.
Sholahuddin Al Ayyubi (30), warga Jakarta Barat, berpandangan berbeda. Menurut dia, polisi yang menilang secara manual tetap dibutuhkan lantaran sistem komputerisasi ETLE tidak berfungsi maksimal.
”Waktu itu ada orang enggak pakai kaus hitam dan enggak pakai seatbelt, dianggap oleh kamera pakai seatbelt. Maka dari itu, saya kira mendingan tetap ada polisi yang tilang secara manual,” kata Ayyubi.
Ayyubi menambahkan, manfaat lain jika ada polisi yang menilang secara manual, warga merasa lebih aman. Kehadiran mereka memudahkan warga jika membutuhkan pertolongan. ”Misalnya kalau ada copet, begal, dan lain-lain, ada polisi lewat bisa kita cegat untuk minta bantuan. Sementara kalau pakai ETLE, susah cari polisinya dan ribet,” kata karyawan swasta ini.
Irfan July (24), warga Bekasi, Jawa Barat, menilai penilangan melalui ETLE efektif mengurangi jumlah pelanggaran. Selain itu, biaya denda yang tinggi juga membuat masyarakat lebih patuh untuk tertib berlalu lintas.
”(Tilang ETLE) lebih efektif karena dendanya baru terasa pas mau bayar pajak. Jadi, pemilik kendaraan langsung ngerasain denda tilang itu,” kata Irfan.