Revitalisasi Kawasan Senayan, Pemerintah Tak Akan Perpanjang Hak Guna Bangunan Atas Lahan di Hotel Sultan
Revitalisasi Hotel Sultan segera dilakukan. Status hukumnya sudah jelas. Pemerintah pun tak akan memperpanjang hak guna bangunan yang akan berakhir Maret 2023 ini.
Oleh
NINA SUSILO
·5 menit baca
Kawasan Senayan, yang meliputi Gelora Bung Karno akan terus menjadi wilayah hijau yang bisa dinikmati masyarakat. Setelah Gelora Bung Karno, kawasan Hotel Sultan juga akan segera direvitalisasi pemerintah. Kawasan yang puluhan tahun dikelola oleh swasta, yaitu keluarga Ibnu Sutowo kini akan ditangani langsung oleh pemerintah, dalam hal ini Sekretariat Negara. Diharapkan, dengan pengelolaan oleh pemerintah, negara mendapat tambahan pendapatan dari pengelolaan kawasan yang selama ini tak pernah diperoleh.
Menteri Sekretaris Negara Pratikno menyampaikan komitmen untuk menjaga pembangunan hijau di Indonesia, salah satunya di Gelora Bung Karno (GBK) dan Hotel Sultan. “Kalau di G20 kita pakai mobil listrik, di GBK kita dorong untuk menjadi lebih hijau, lebih ramah lingkungan,” tuturnya seusai menerima peminjaman mobil listrik dari Toyota untuk KTT G20 di kawasan GBK, Rabu (19/10/2022), lalu.
Seusai acara, Pratikno menjelaskan revitalisasi kawasan GBK yang sudah dimulai. Salah satunya, menjadikan driving range sebagai hutan kota. Dengan demikian, kawasan yang awalnya tak bisa diakses publik, kini bisa dinikmati.
Sebelumnya, revitalisasi kawasan GBK ini dikerjakan untuk menyambut Asian Games 2018. Presiden Joko Widodo dalam rapat kabinet terbatas 2 Mei 2016 menyampaikan harapan supaya kawasan GBK bisa menjadi landmark atau tengaran bagi Jakarta dan bahkan Indonesia. Selain itu, manfaat GBK bagi publik diharap bukan hanya saat penyelenggaraan Asian Games.
“Kalau di G20 kita pakai mobil listrik, di GBK kita dorong untuk menjadi lebih hijau, lebih ramah lingkungan”
Setelah GBK bersalin rupa, Kementerian Sekretariat Negara bersiap merevitalisasi Hotel Sultan yang dulu bernama Hotel Hilton. “Berikutnya ini program kita dalam kaitan dengan revitalisasi ini, kawasan Hotel Sultan yang cukup luas, sekitar 14 hektare,” tutur Pratikno.
Status hukumnya, menurut Pratikno, sudah jelas. Sebab, pemerintah sudah memenangi peninjauan kembali (PK) yang keempat kalinya. Selain itu, Hak Guna Bangunan akan habis masa berlakunya sekitar Maret-April 2023.
“Pasca itu, kita akan manfaatkan revitalisasi, bagaimana Hotel Sultan, kawasan hotel ini menjadi kawasan yang jauh lebih baik,” ujarnya seperti disampaikan melalui kanal Youtube Kementerian Sekretariat Negara.
“Pasca itu, kita akan manfaatkan revitalisasi, bagaimana Hotel Sultan, kawasan hotel ini menjadi kawasan yang jauh lebih baik”
Pratikno menyebutkan, revitalisasi ini akan menjadikan Hotel Sultan menjadi kawasan hijau dan bisa dimanfaatkan lebih baik. Penataan ini dinilai penting karena lokasi Hotel Sultan berada di pusat DKI Jakarta dan sangat strategis.
BPKP akan audit Hotel Sultan
Dalam catatan Kompas, Juni 2022 majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung telah menolak untuk keempat kalinya gugatan perdata yang diajukan PT Indobuildco (pengelola Hotel Sultan) atas Badan Pertanahan. Gugatan sudah muncul sejak 2006 di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Waktu itu, yang menjadi pokok persolan adalah sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki Indobuildco dan Surat Keputusan Hak Pengelolaan yang diterbitkan BPN. Keduanya terkait lahan yang sama yakni di kawasan GBK, tempat berdirinya Hotel Sultan. Indobuildco adalah perusahaan yang dimiliki keluarga almarhum Ibnu Sutowo, mantan Direktur Utama PT Pertamina, didirikan pada Januari 1971.
GBK memang tak lepas dari penyelenggaraan Asian Games. Bila revitalisasi GBK sepanjang 2016-2018 dilakukan untuk perhelatan Asian Games 2018, Presiden Soekarno membangun GBK awalnya juga karena Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Asian Games IV tahun 1962.
Saat itu, tanah pun dibebaskan Yayasan Gelora Senayan yang diketuai Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dana negara digunakan untuk membebaskan tanah rakyat di kawasan Senayan itu. Sayangnya, tanah yang dibebaskan tidak segera dibuat sertifikat.
Menjelang konferensi internasional terkait pariwisata sekitar 1973, dibangun gedung konferensi dan hotel bertaraf internasional. PT Indobuilco menjadi perusahaan yang diberi tugas oleh Pemerintah DKI Jakarta untuk melakukannya. Pemberian HGB di lahan seluas 13,7 hektare untuk jangka waktu 30 tahun pun terbit melalui Surat Keputusan Mendagri.
"Pemerintah tidak akan memperpanjang HGB atas lahan tanah Hotel Sultan. Ini, artinya, lahan akan dikuasai oleh Setneg. Pemerintah akan mengelola sendiri kawasan tersebut dari sebelumnya dikuasai oleh swasta"
Setelahnya, Kantor Subdirektorat Agraria Jakarta Pusat (kini Kantor Pertanahan Jakarta Pusat) menerbitkan sertifikat HGB. Jangka waktu 30 tahun terhitung 13 September 1973 hingga 4 Maret 2003. Adapun sertifikat atas nama Indobuildco itu dipecah menjadi dua, yakni HGB nomor 26 seluas 57.120 meter persegi dan HGB nomor 27 seluas 83.666 meter persegi.
BPN kemudian menerbitkan Surat Keputusan tentang Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno tahun 1989. SK tersebut memasukkan tanah HGB nomor 26 dan 27.
Sebelum habis masa pakai HGB, Indobuildco mengajukan permohonan perpanjangan HGB pada 10 Januari 2000. Kepala Kanwil BPN DKI menerbitkan SK Perpanjangan HGB pada 13 Juni 2002, jangka waktunya 20 tahun terhitung 4 Maret 2003. Penerbitan HGB ini tanpa rekomendasi dari Badan Pengelola Gelora Senayan. Akibatnya, sengketa pun terjadi dan berlarut-larut.
Perpanjangan HGB ini dinilai merugikan negara sampai Rp 1,93 triliun. Perkara korupsi pengelolaan aset Gelora Senayan pun disidik Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sejak 27 Oktober 2005.
Adapun status hak pengelolaan lahan digugat Indobuildco pada 2006 mulai dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. BPN, Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno, Kejaksaan Agung, Kanwil BPN DKI Jakarta, Kantor Pertanahan Jakarta Pusat menjadi tergugat. PN Jaksel memenangkan Indobuildco dan HGB dinyatakan sah berdasarkan hukum, sedangkan SK BPN tentang hak pengelolaan dinyatakan cacat hukum.
Sementara itu, hotel yang awalnya bernama Hotel Hilton berganti menjadi Hotel Sultan pada 23 Agustus 2006. Hal ini dilakukan setelah pemutusan kontrak dengan jaringan Hilton Internasional
Dalam upaya banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolaknya. Dalam vonis perkara nomor 262/PDT/2007/PT.DKI tanggal 22 Agustus 2007, Indobuildco masih dinyatakan menang.
Tergugat melanjutkan kasasi ke Mahkamah Agung. MA juga menolak kasasi. Upaya peninjauan kembali dilakukan sejak 2008 dan setelah empat kali, pemerintah memenangkannya. Pemerintah, kata Pratikno, tak akan menerbitkan perpanjangan HGB setelah masa berlaku berakhir tahun depan. Justru, revitalisasi akan dilakukan.
Kepala BPKP Yusuf Ateh menambahkan, semua aset pemerintah akan diaudit oleh BPKP termasuk Hotel Sultan supaya jelas status dan nilainya. Namun, sejauh ini, Presiden Joko Widodo belum menugaskannya untuk memeriksa Hotel Hilton.
Sebelumnya, menyusul gugatan pertama pada 2006, Indobuildco mengajukan gugatan PK kembali untuk ketiga kalinya. Putusan PK terakhir ditolak MK pada Juni lalu. "Pemerintah tidak akan memperpanjang HGB atas lahan tanah Hotel Sultan. Ini, artinya, lahan akan dikuasai oleh Setneg. Pemerintah akan mengelola sendiri kawasan tersebut dari sebelumnya dikuasai oleh swasta," ujar pejabat di Setneg, pada Juni lalu.