Polda Metro Jaya menetapkan Inspektur Jenderal Teddy Minahasa sebagai tersangka kasus dugaan peredaran narkoba. Dalam arahan kepada jajaran Polri, Presiden memerintahkan Polri berbenah.
Oleh
Tim Kompas
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai insiden yang mencoreng citra Kepolisian Negara RI telah menurunkan kepercayaan publik. Terkait hal itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan jajaran Polri berbenah dan bersih-bersih, mulai dari menghilangkan gaya hidup mewah hingga menangani pelanggaran yang dilakukan personel Polri.
Beberapa waktu terakhir publik dihadapkan pada pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat yang diduga melibatkan Kepala Divisi Propam Polri Ferdy Sambo yang sudah dipecat dan kawan-kawan. Terbaru, Jumat (14/10/2022), Polda Metro Jaya menetapkan bekas Kepala Polda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa sebagai tersangka pidana narkotika.
Sebelum penetapan sebagai tersangka itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo di Mabes Polri lebih dulu mengumumkan Teddy yang baru beberapa hari dimutasi menjadi Kapolda Jawa Timur itu diduga terlibat jaringan jual beli narkoba. Kapolri minta kasus Teddy ini diusut tuntas, baik yang terkait etik maupun pidana. Kapolri juga mencabut surat telegram mutasi Teddy sebagai Kapolda Jawa Timur. Dia dipindahkan menjadi perwira tinggi di pelayanan markas.
Kapolri menyampaikan hal itu seusai menghadiri arahan dari Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat siang. Pengarahan itu digelar untuk Kapolri dan jajaran sampai kepala kepolisian resor. Acara dihadiri 559 pejabat Polri, yang terdiri dari pejabat utama Mabes Polri, kepala polda, serta kepala polrestabes dan kepala polres. Beberapa anggota Komisi Kepolisian Nasional juga hadir, antara lain Benny Mamoto dan Poengky Indarti.
”Kami menyadari dalam beberapa waktu terakhir ini, Polri mengalami penurunan kepercayaan publik akibat kejadian yang berdampak negatif dan menjadi perhatian publik. Oleh karena itu, kami melakukan investigasi maksimal,” tutur Listyo seusai pengarahan di Istana.
Dalam pengarahan itu, Presiden meminta jajaran Polri melakukan perbaikan dan tindakan tegas terhadap berbagai hal yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat pada institusi Polri. Hal ini mulai dari gaya hidup hingga pelanggaran yang dilakukan oleh jajaran Polri. ”Termasuk juga tentunya pemberantasan judi online, pemberantasan narkoba, serta pemberantasan hal-hal yang tentunya sangat mengganggu dan meresahkan masyarakat,” ujar Kapolri.
Sementara itu, anggota Kompolnas, Poengky, mengungkapkan, dalam pertemuan sekitar 40 menit itu, Presiden meminta Polri sensitif dengan krisis yang terjadi. Karena itu, perlu ada reformasi kultural. Gaya hidup polisi, terutama elitenya, harus lebih merakyat dan sederhana.
Presiden, kata Poengky, juga meminta Polri bersih-bersih di internal. Sebab, banyak penyalahgunaan wewenang, kekerasan berlebihan, dan masalah lain. Masyarakat juga berharap Polri tidak korupsi dan tidak bergaya hidup mewah.
Benny Mamoto menambahkan, Presiden meminta Polri menaikkan kembali kepercayaan publik. Salah satu faktor yang disebutkan Presiden adalah kasus Ferdy Sambo. ”Presiden mengatakan, jangan melakukan pelanggaran, layani yang baik, cepat, termasuk media, (harus) profesional,” ujarnya.
Selama pengarahan, para perwira menengah dan tinggi Polri dilarang membawa tongkat komando, topi, dan telepon genggam. Ajudan juga tidak diperkenankan ikut hadir. Mereka hanya boleh membawa pena dan buku catatan.
Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono menjelaskan, topi, tongkat komando, dan telepon genggam diminta tidak dibawa karena Istana tidak memiliki tempat penyimpanan. ”Ini akan memperlama proses memasuki istana,” ujarnya.
Teddy tersangka
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mukti Juharsa, dalam keterangan pers, Jumat, di Polres Jakarta Pusat, mengatakan, pihaknya menangkap sejumlah anggota kepolisian aktif terkait kasus pidana narkotika. Salah satu anggota polisi itu yaitu Irjen Teddy Minahasa.
Penangkapan Teddy merupakan bagian dari rangkaian pengembangan kasus dan penangkapan tersangka sebelumnya. Berdasarkan keterangan tersangka D yang berpangkat ajun komisaris besar, yang merupakan anggota Polda Sumbar dan mantan Kepala Polres Bukittinggi, ia mendapat perintah dari Teddy untuk mengambil 5 kilogram dari 41 kg sabu yang sebelumnya disita di Bukittinggi. Dari 5 kg sabu itu, barang bukti 3,3 kg sabu sudah disita polisi dan 1,7 kg sabu diedarkan ke Kampung Bahari, Jakarta Utara.
”Irjen TM sebagai pengendali barang bukti 5 kg sabu dari Sumbar. Kami masih dalami, tetapi dari keterangan D itu perintah dari Bapak TM,” kata Mukti.
Dia mengatakan, kasus ini melibatkan juga beberapa anggota polisi aktif lainnya, yakni Kepala Polsek Kalibaru Komisaris KS dan anggota Polres Tanjung Priok, Ajun Inspektur Satu J. Barang bukti yang disita sebanyak 305 gram sabu yang ditemukan di kantor Komisaris KS. Lalu, polisi juga menangkap tersangka AD, anggota Polres Metro Jakarta Barat.
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, mengapresiasi komitmen Kapolri untuk membersihkan tubuh Polri. Sebab, beberapa kali dalam rapat dengan Komisi III DPR, Kapolri selalu menegaskan akan memecat anggota Polri yang terbukti terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dan judi.