SBY Berharap KTT G20 Dapat Menelurkan Solusi atas Berbagai Masalah Dunia
Bersama Universiti Kebangsaan Malaysia, The Yudhoyono Institute gelar diskusi ”Geopolitik dan Keamanan Internasional, Ekonomi Global, dan Krisis Perubahan Iklim”. SBY berharap G20 dapat menemukan solusi masalah dunia.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono menyoroti kondisi terkini global yang penuh dengan tantangan. Ia berharap besar kepada Presiden Joko Widodo yang memegang keketuaan G20 untuk mendorong terjadinya dialog solutif di antara para pemimpin dunia.
Hal itu diungkapkan Susilo Bambang Yudhoyono, yang kerap disapa SBY, dalam forum diskusi bertajuk ”Geopolitik dan Keamanan Internasional, Ekonomi Global, dan Krisis Perubahan Iklim” yang diselenggarakan The Yudhoyono Institute bekerja sama dengan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Dalam kesempatan itu, SBY berharap agar dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang diselenggarakan bulan depan, para pemimpin dunia dapat duduk bersama dan mencari solusi demi dunia yang lebih baik. Sebagaimana direncanakan, KTT G20 akan dilaksanakan di Bali pada 15-16 November mendatang.
Dalam pidatonya, SBY menyoroti situasi global yang kini menghadapi ancaman resesi global, perang antara Ukraina dengan Rusia dan menghangatnya situasi di Asia Timur, serta ancaman perubahan iklim. Ketiga masalah itu kini merupakan masalah utama yang tidak mudah untuk diatasi jika tidak dilakukan oleh semua negara di dunia.
”Bulan depan, G20 digelar di Bali. Mudah-mudahan forum tersebut digunakan sebaik-baiknya untuk mencari jalan keluar demi menyelamatkan dunia. Dibutuhkan jiwa besar dengan menurunkan ego setiap pemimpin dunia yang tengah berkonflik. Tinggalkan zero sum mindset. Dialog, perundingan, dan negosiasi itu cara klasik, tetapi masih tetap relevan,” kata SBY.
Mudah-mudahan forum tersebut digunakan sebaik-baiknya untuk mencari jalan keluar demi menyelamatkan dunia. Dibutuhkan jiwa besar dengan menurunkan ego setiap pemimpin dunia yang tengah berkonflik.
SBY menyoroti, perang antara Ukraina dan Rusia bukan tidak mungkin akan semakin meluas ke daratan Eropa. Tidak hanya meluas, yang dikhawatirkan adalah ancaman perang besar dengan menggunakan senjata nuklir.
Demikian pula memanasnya kawasan Asia Timur dinilai turut memperumit situasi. Yang dikhawatirkan, kata SBY, adalah kemungkinan terjadinya miskalkulasi dan insiden di lapangan yang dapat memicu perang nuklir. Jika beberapa tahun yang lalu Perang Dunia III seakan tidak mungkin terjadi, dengan situasi saat ini, kemungkinan itu menjadi terbuka.
Persoalan global lainnya adalah ancaman resesi global. Menurut SBY, pada 2008 juga terjadi krisis ekonomi secara global. Namun, krisis tersebut bisa diatasi karena semua pihak bisa bekerja sama. Para pemimpin dunia kala itu, menurut SBY, kompak untuk mengatasi krisis ekonomi global tersebut.
Kalau dulu saya termasuk kaum optimistis dan krisis 2008 bisa diatasi, tapi sekarang lebih berat dan tidak mudah diatasi. Sebab, G20 sudah retak. Kita kompak dan bersatu saja tidak mudah, apalagi sekarang terbelah.
”Kalau dulu saya termasuk kaum optimistis dan krisis 2008 bisa diatasi, tapi sekarang lebih berat dan tidak mudah diatasi. Sebab, G20 sudah retak. Kita kompak dan bersatu saja tidak mudah, apalagi sekarang terbelah,” ucap Yudhoyono.
Pekerjaan rumah besar lain yang kini juga dalam ketidakpastian adalah komitmen dunia untuk mengatasi perubahan iklim. Yang menjadi masalah, sebagian negara kini mengalihkan sumber daya yang dimiliki untuk mengatasi pandemi Covid-19 yang kini disusul ancaman resesi global, sementara ada negara yang fokus memperkuat dan menyiapkan militernya. Dengan demikian, komitmen untuk mengurangi dampak perubahan iklim bukan lagi menjadi prioritas.
Oleh karena itu, melalui KTT G20 tersebut, SBY berharap Indonesia memainkan perannya sebagai pembujuk yang cerdas (smart persuader) terhadap negara-negara anggota G20 lainnya. SBY berharap agar Presiden Joko Widodo bisa mengajak para pemimpin dunia untuk duduk bersama dan mencari solusi demi masa depan yang aman bagi semua.
Ketidakpastian
Masih dalam forum yang sama, Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY mengatakan, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan telah menghadirkan ketidakpastian dan tekanan besar terhadap tatanan ekonomi-politik global. Pandemi, lanjutnya, juga berdampak pada kemunduran demokrasi.
”Yang ditandai menguatnya praktik resentralisasi kekuasaan, politik populisme, dan eksploitasi politik identitas, menurunnya kebebasan sipil, hingga melemahnya prinsip transparansi dan akuntabilitas tata kelola pemerintahan di berbagai negara,” kata AHY.
Memang, dunia tidak akan sepi dari perselisihan. Namun, jangan sampai menjadi perang terbuka yang akan menjadi tragedi kemanusiaan. Apa yang terjadi di Eropa Timur saja bisa kita rasakan, apalagi jika itu terjadi juga di Asia Timur.
AHY juga menilai, perang antara Ukraina dan Rusia turut memperburuk situasi. Sebab, perang telah mengganggu rantai pasokan komoditas global yang mendorong terjadinya inflasi dan resesi yang mengancam ekonomi internasional.
Menurut AHY, Indonesia mesti berperan untuk terus mempromosikan perdamaian dan stabilitas kawasan. Secara lebih khusus, lanjut AHY, The Yudhoyono Institute juga ingin turut berkontribusi untuk membahas berbagai permasalahan tersebut dan memikirkan kemungkinan pemecahannya.
”Memang, dunia tidak akan sepi dari perselisihan. Namun, jangan sampai menjadi perang terbuka yang akan menjadi tragedi kemanusiaan. Apa yang terjadi di Eropa Timur saja bisa kita rasakan, apalagi jika itu terjadi juga di Asia Timur,” kata AHY merujuk pada ketegangan di kawasan Asia Timur.
Terkait dengan forum G20, AHY berharap agar forum tersebut dapat benar-benar digunakan untuk mencari pemecahan atas permasalahan dunia, bukan gimmick semata. AHY berharap, di sela forum tersebut terjadi pertemuan bilateral antarnegara yang sedang berselisih atau bersitegang untuk mencari jalan keluar yang konkret.
Terkait dengan penyelenggaraan diskusi tersebut, forum itu dibagi ke dalam dua sesi. Pada sesi pertama hadir SBY, Thomas Lembong, Jose Rizal, Dino Patti Djalal, serta perwakilan dari UKM, Sufian Jusoh dan Aini Aman. Kemudian, di sesi yang kedua hadir Marty Natalegawa, Dewi Fortuna Anwar, Norazah Mohd Nordin, dan Ku Jaafar Ku Shaari.