Bawaslu akan membentuk satuan tugas pengawas siber. Tim ini nanti akan bekerja sama dengan lembaga pemantau pemilu untuk memantau medsos, terutama unggahan yang terkait pemilu.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS - Disinformasi melalui media sosial atau medsos merupakan masalah serius dan bisa berdampak negatif pada penyelenggaraan pemilu. Bahkan, jika dibiarkan, dapat berimbas pula pada kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, alih-alih langsung menempatkan medsos sebagai ancaman, sebaiknya dipikirkan langkah-langkah mitigasi agar dampak negatif bisa dicegah.
José Luis Vargas Valdez, seorang hakim dari Justice, High Chamber, Electoral Tribunal of the Federal Judiciary, Meksiko, yang juga anggota kehormatan Global Network of Electoral Justice (GNEJ), berpandangan, disinformasi melalui medsos menjadi tantangan aktual yang dihadapi hampir semua negara di dunia. Hal itu tumbuh pesat sekitar 15 tahun terakhir.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Meski demikian, menurut dia, medsos bukan ancaman terbesar dalam pemilu. Baginya, medsos menjadi sarana untuk berjejaring sekaligus memfasilitasi masyarakat berdialog secara langsung dengan politisi. Dengan adanya medsos, suara mereka sekaligus bisa didengar.
”Bukan karena menguntungkan atau merugikan, melainkan karena medsos berkaitan dengan keadilan pemilu agar masyarakat melakukan haknya, yakni kebebasan berekspresi dan kebebasan mendapat informasi,” kata Valdez dalam salah satu sesi Fifth Plenary Assembly of the Global Network of Electoral Justice di Nusa Dua, Bali, Senin (10/10/2022).
Acara itu digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI selaku Presiden GNEJ dari Januari 2022 sampai Desember 2023. Sidang tersebut dihadiri 86 peserta dari 31 negara.
Mencari solusi
Terhadap disinformasi yang mengganggu pemilu, lanjut Valdez, yang diperlukan adalah mencari solusi yang tepat. Salah satu yang bisa dicontoh adalah langkah Komisi Venesia, sebuah badan penasihat Dewan Eropa.
Menurut Valdez, Komisi Venesia pada 2019 melakukan investigasi terkait industri digital untuk menemukan praktik terbaik dan prinsip yang harus dijalankan perusahaan digital yang beroperasi di Eropa mengenai penanganan disinformasi di medsos. Selanjutnya, Parlemen Eropa membuat aturan atau norma terkait hal itu.
Direktur Master of Public Management (MPM) University of Police and Public Administration sekaligus President of the Observatory on Social Media’s Board, Patrick Sensburg, berpandangan, dalam media sosial, terdapat tindakan yang memang merupakan kejahatan, seperti ujaran kebencian, pornografi anak, dan penghinaan. Yang menjadi masalah terkait medsos selama ini adalah penegakan hukumnya.
Selain itu, terdapat keengganan perusahaan penyedia platform medsos karena konten-konten itu dilihat banyak orang. Di sisi lain, ada kelompok masyarakat yang menyatakan bahwa medsos adalah bagian dari kebebasan berpendapat.
Dalam media sosial, terdapat tindakan yang memang merupakan kejahatan, seperti ujaran kebencian, pornografi anak, dan penghinaan. Yang menjadi masalah terkait medsos selama ini adalah penegakan hukumnya.
Menurut Sensburg, solusi terkait dunia digital tidak bisa dicari hanya dengan menerbitkan regulasi. Sebab, perkembangan teknologi digital jauh lebih cepat dibandingkan proses pembuatan hukum. Akibatnya, hukum akan selalu tertinggal dibandingkan perkembangan teknologi digital.
Untuk mengatasi disinformasi di medsos, yang dibutuhkan adalah kesamaan pandangan dan tindakan antara pemerintah, parlemen, dan lembaga peradilan terkait tata kelola pemilu. Selain itu, harus dilibatkan pula masyarakat sipil dan masyarakat internasional untuk berhadapan dengan perusahaan penyedia platform medsos.
Sementara Vice President of the National Electoral Chamber of Argentina Alberto Dalla Vía berpandangan, dari pengalaman di Panama, edukasi merupakan cara terpenting. Edukasi ini mencakup pembuatan akun khusus bagi partai politik dan politisinya. Selain itu, perlu audit pada berbagai informasi yang dipublikasikan melalui medsos, termasuk memantau sumber keuangan parpol.
Belajar dari Meksiko, lanjut Dalla Vía, pihaknya kemudian membuat perjanjian dengan perusahaan penyedia platform medsos. Meski di awal sempat terancam dengan adanya medsos, dengan perjanjian tersebut, adanya disinformasi melalui medsos bisa diatasi.
”Ketika ada berita palsu, kami meminta mereka agar berita tersebut segera dicabut. Maka, untuk menghadapi hal negatif di medsos tanpa mengganggu kebebasan itu dibutuhkan kreativitas serta edukasi kepada masyarakat untuk mengidentifikasi laporan yang menyesatkan,” kata Dalla Vía.
Satgas pengawas siber
Untuk Indonesia, anggota Bawaslu RI, Herwyn Jefler Hielsa Malonda, mengatakan, disinformasi dan kabar bohong juga intens muncul menjelang pemilu lalu. Agar hal serupa tak terulang menjelang Pemilu 2024, Bawaslu akan menyiapkan sejumlah langkah mitigasi.
Pertama, Bawaslu akan memetakan dan mengidentifikasi terkait kerawanan penyelenggaraan pemilu. Ia pun berharap, ke depan, ada kerja sama dengan pihak penyedia platform medsos agar mereka bisa dengan segera merespons jika ditemukan disinformasi, ujaran kebencian, atau berita bohong yang tersebar di medsos.
Bawaslu juga akan membuat satuan tugas pengawas siber. Tim ini nanti akan bekerja sama dengan lembaga pemantau pemilu untuk memantau medsos, terutama unggahan yang terkait pemilu. Yang tak kalah penting, melakukan sosialisasi, khususnya ke komunitas masyarakat yang peduli, untuk bersama-sama melakukan pemantauan.
Herwyn menyadari, bersuara di medsos bagian dari kebebasan berpendapat. Meski demikian, jika kebebasan itu mengganggu orang lain, hal tersebut bukan lagi kebebasan berpendapat. Oleh karena itu, ancaman sanksi dimungkinkan.
Menurut Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, polarisasi akibat disinformasi juga terjadi di negara lain. Namun, biasanya yang terjadi tidak sekompleks yang terjadi di Indonesia. Apalagi terdapat pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja terus-menerus menyebarkan hoaks hingga akhirnya dianggap sebagai kebenaran. Hal itulah yang dikhawatirkan Bawaslu.
”Jadi, kita akan membarui perjanjian dengan sembilan platform penyedia medsos, misalnya dengan Facebook, bagaimana melakukan checking (pengecekan) terhadap berita-berita tentang pemilu, termasuk yang digunakan untuk menyerang orang lain,” kata Rahmat.