Megawati dan Presiden Jokowi Bertemu, Suasana Politik Kian Dinamis
Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, pertemuan antara Presiden Joko Widodo dan Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri membahas tantangan krisis ekonomi dunia dan pangan serta hal-hal terkait agenda Pemilu 2024.
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDI-P yang juga Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri bertemu di Istana Batutulis, Bogor.
Pertemuan ini berlangsung di hari yang sama dengan pertemuan Ketua DPP PDI-P Puan Maharani dengan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
Pertemuan Megawati-Presiden Jokowi ini dinilai analis politik jadi penanda upaya mencari formula kerja sama politik di 2024.
JAKARTA, KOMPAS — Pertemuan untuk membahas Pemilu 2024 di antara para elite politik semakin dinamis. Pada Sabtu (8/10/2022) pagi, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Puan Maharani bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto di Monas, Jakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Secara terpisah, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat. Kesinambungan kepemimpinan nasional jadi salah satu topik bahasan dalam pertemuan itu.
Sehari sebelumnya, Jumat (7/10/2022), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang pada Senin (3/10/2022) dideklarasikan oleh Partai Nasdem akan diusulkan sebagai bakal calon presiden, bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono di Kantor DPP Partai Demokrat di Jakarta.
Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Hasto Kristiyanto melalui keterangan tertulis, mengatakan, pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi sebenarnya dilakukan secara periodik. Keduanya kerap berdiskusi guna membahas arah masa depan bangsa dan negara.
Namun, pada Sabtu ini, keduanya membahas secara serius mengenai langkah-langkah penting dalam menghadapi krisis ekonomi dunia dan pangan. Diskusi berlangsung selama dua jam.
Hasto menyebut, Megawati menaruh perhatian yang sangat besar terhadap krisis ekonomi dan pangan. Untuk itu, dalam diskusi bersama Jokowi, Megawati membagi pengalaman lengkap menuntaskan krisis multidimensional. Pada masa kepemimpinan Megawati, seluruh jajaran Kabinet Gotong Royong benar-benar fokus dan terpimpin sehingga pada tahun 2004 Indonesia bisa keluar dari krisis.
”Pak Jokowi pun menegaskan keseriusan pemerintah, termasuk bagaimana para menteri harus fokus menangani berbagai tantangan perekonomian, krisis pangan-energi, dan tekanan internasional akibat pertarungan geopolitik,” ujar Hasto.
Dalam diskusi dibahas pula hal-hal berkaitan dengan agenda Pemilu 2024. ”Hal-hal terkait agenda Pemilu 2024 juga tidak luput dari pembahasan agar Pemilu 2024 benar-benar menjadi momentum kebangkitan Indonesia Raya dan sekaligus ada kesinambungan kepemimpinan sejak Bung Karno, Bu Mega, Pak Jokowi hingga kepemimpinan nasional ke depan," kata Hasto.
Simbol Monas
Dalam pertemuan di Monas, Puan dan Airlangga juga membahas visi dan misi bangsa ke depan. Sebelum bertemu dengan Airlangga, secara terpisah, dalam rangkaian safari politiknya, Puan sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, dan Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.
Puan menyampaikan, sebagai sesama partai nasionalis yang sudah mengarungi asam garam dan pasang surut dinamika bangsa negara, kedua partai sepakat harus bisa bersama-sama dalam membangun bangsa dan negara.
Airlangga menyebut pertemuan ini menjadi khusus dan luar biasa karena Monas merupakan simbol nasional sekaligus simbol pembangunan berkelanjutan. ”Kepemimpinan itu berlanjut, pembangunan itu berlanjut, seperti yang disimbolkan oleh Monas, dibangun oleh Bung Karno dan diresmikan Pak Harto pada waktu itu,” ujarnya.
Airlangga melanjutkan, saat ini Indonesia menghadapi tantangan yang luar biasa. Selain tantangan pandemi Covid-19 yang belum berakhir, muncul lagi tantangan lain akibat perang Rusia-Ukraina, perubahan iklim, kenaikan harga komoditas, dan inflasi yang tinggi. Karena itu, lanjut Airlangga, sebagaimana disampaikan Puan, pemilu hanya jadi bagian dari suksesi. Namun, ada yang lebih penting bagi bangsa dan negara, yakni melanjutkan pembangunan atau pemerintahan.
Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial Centre for Strategic International Studies (CSIS) Jakarta Arya Fernandes mengatakan, pertemuan antara Megawati dan Jokowi menunjukkan bahwa tersirat ada keinginan untuk kerja sama politik untuk Pemilu 2024. Pertemuan keduanya yang masih rutin dilakukan mengindikasikan mereka terus mencari formula yang tepat untuk menyatukan kepentingan keduanya yang kemungkinan memiliki preferensi politik yang berbeda.
”Megawati dan Jokowi masih mencari kemungkinan untuk bersama-sama menghadapi situasi politik di Pemilu 2024,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Arya, baik Megawati maupun Jokowi, tetap saling membutuhkan untuk kepentingan jangka pendek dan jangka menengah. Dalam jangka pendek, Jokowi membutuhkan PDI-P sebagai parpol pemenang pemilu untuk mengantisipasi terjadinya political shifting yang bisa saja terjadi akibat pembentukan poros-poros koalisi. Sementara bagi PDI-P, Jokowi masih penting karena kepuasan terhadap kinerja pemerintahan akan berdampak bagi elektabilitas PDI-P.
Ia juga memprediksi manuver politik antarelite politik akan semakin dinamis. Sebab, kompetisi Pilpres 2024 akan sangat kompetitif dengan adanya tiga tokoh dengan elektabilitas tinggi yang berpeluang untuk dicalonkan sebagai capres, yakni Anies, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Apalagi selisih elektabilitas ketiganya relatif rendah sehingga peta politik belum bisa diprediksi pemenangnya.
Sementara situasi politik saat ini, menurut Arya, kian memanas seiring deklarasi Nasdem yang akan mengusung Anies sebagai bakal capres untuk Pilpres 2024. Deklarasi tersebut, bagi Nasdem, Demokrat, dan PKS, semakin menunjukkan titik terang bangunan koalisi. Sebab komunikasi di antara ketiganya tidak lagi berkutat soal bakal capres, tetapi sudah masuk ke bakal calon wakil presiden.
Adapun bagi parpol lain, situasi saat ini justru membuat mereka harus mengalkulasi dan berkomunikasi ulang untuk membentuk bangunan koalisi. Sekalipun sudah terbentuk dua koalisi lain, yakni Koalisi Indonesia Bersatu dan koalisi Gerindra-Partai Kebangkitan Bangsa, kedua poros koalisi tersebut masih berpotensi berubah. Belum ada jaminan soliditas antarparpol sehingga parpol-parpol tersebut akan menghitung kembali peluang koalisi yang paling memungkinkan dilakukan untuk Pilpres 2024.