Baru Rp 1,5 Triliun Aset Disita untuk Uang Pengganti Korupsi Jiwasraya
Dari uang pengganti sebesar Rp 16.79 triliun yang harus dibayarkan dua terpidana kasus korupsi Jiwasraya, baru Rp 1,5 triliun yang berhasil dikembalikan ke kas negara.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung terus memburu berbagai aset milik terpidana kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Sebab, sampai saat ini jaksa eksekutor Kejagung baru berhasil menyita aset senilai Rp 1,5 triliun dari kedua terpidana itu. Jumlah tersebut belum bisa memenuhi putusan pembayaran uang pengganti yang ditetapkan hakim sebesar Rp 16.79 triliun.
Pada perkara korupsi Asuransi Jiwasraya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti secara tanggung renteng. Benny harus membayar uang pengganti Rp 6,07 triliun, sedangkan Heru Rp 10,72 triliun.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, Rabu (5/10/2022) malam, mengatakan, tim jaksa eksekutor telah menyita berbagai aset milik Benny dan Heru. Aset tersebut antara lain berupa reksa dana, saham, serta aset berupa tanah.
”Sudah ada yang disita eksekusi sebagai uang pengganti putusan kasus Asuransi Jiwasraya. (Aset) itu sudah dapat beberapa ratus hektar tanah,” kata Febrie.
Aset yang sudah disita itu juga, lanjut Febri, sudah diserahkan kepada Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung untuk dilelang. Sebagian aset yang telah dilelang menghasilkan dana sekitar Rp 1,5 triliun dan akan dimasukkan ke kas negara. Sementara saat ini tim telah memetakan aset berupa tanah dengan luasannya mencapai 500 hektar yang terkait dengan terpidana kasus Asuransi Jiwasraya tersebut.
Direktur Eksekusi, Upaya Hukum Luar Biasa, dan Eksaminasi pada Jampidsus Kejagung Undang Mugopal mengatakan, penyitaan aset untuk uang pengganti itu berbeda dengan aset yang disita saat proses penyidikan. Saat itu, penyidik telah menyita berbagai aset yang nilainya mencapai Rp 18 triliun.
Aset berupa saham, obligasi, dan semacamnya itu sudah dieksekusi dan sudah masuk kas negara hampir Rp 1,5 triliun. Itu dalam tenggang waktu mungkin dua minggu inilah (masuk ke kas negara).
Kemudian, dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang kini sudah berkekuatan hukum tetap, sejumlah aset tersebut dirampas untuk negara. Dengan demikian, jaksa eksekutor mesti mencari aset lain milik terpidana untuk disita sebagai pembayaran uang pengganti.
Undang mengatakan, jenis aset yang sudah dieksekusi sebagai pembayaran uang pengganti antara lain rekening efek, baik berupa saham, obligasi, reksa dana, serta aset berupa tanah, bangunan, kendaraan, maupun tambang. Aset-aset tersebut kemudian diserahkan ke PPA Kejagung untuk dilelang. Uang hasil lelang tersebut masuk ke kas negara.
”Aset berupa saham, obligasi, dan semacamnya itu sudah dieksekusi dan sudah masuk kas negara hampir Rp 1,5 triliun. Itu dalam tenggang waktu mungkin dua minggu inilah (masuk ke kas negara),” ujar Undang.
Saat ini, lanjut Undang, jaksa telah memetakan aset berupa tanah milik terpidana yang berada di Serang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten Bekasi dengan luas puluhan hektar. Untuk itu, pihaknya melibatkan aparatur desa, kecamatan, dan kabupaten atau kota untuk membantu memastikan aset tersebut memang benar milik terpidana. Sebab, jaksa biasanya hanya mendapatkan informasi dan data, tetapi tidak mengetahui persis lokasi asetnya.
Undang optimistis bahwa proses sita eksekusi tersebut secara bertahap akan bisa dilakukan hingga mencapai putusan pengadilan, yakni Rp 16,8 triliun. Sebab, saat ini masih ada aset berupa tambang batubara yang berada di Kalimantan Timur dan menurut rencana akan segera dilelang.
”Aset berupa tambang itu sudah bisa kita sita eksekusi. Nanti dilelang, mungkin sekitar Rp 4 triliunan bisa masuk (ke kas negara),” kata Undang.