Komisi I DPR menyoroti isu keretakan Panglima TNI dan KSAD. Di sisi lain, DPR diharapkan melaksanakan kontrol yang proporsional dan menghindari politisasi tentara.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Isu keretakan antara Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Kepala Staf TNI AD Dudung Abdurachman dinilai sebagai salah satu penyebab masalah pembinaan anggota TNI sehingga banyak kasus yang dilakukan prajurit TNI, terutama di Papua. Namun, pendapat lain menyoroti agar DPR melakukan pengawasan secara proporsional dan tidak mencampuri masalah internal.
Pertanyaan tentang isu keretakan itu dilontarkan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Effendi Simbolon, di awal rapat Komisi I DPR dengan Kementerian Pertahanan dan TNI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (5/9/2022).
Semula rapat mempermasalahkan ketidakhadiran Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Dudung Abdurrachman. Disebutkan, kehadiran Menteri Pertahanan penting karena rapat membahas soal anggaran, sementara kehadiran KSAD penting terutama terkait berbagai isu aktual di Papua.
Wakil Menteri Pertahanan Herindra mengatakan, Prabowo menemani Presiden Joko Widodo bertemu Presiden Filipina. Sementara, Wakil KSAD Letjen Agus Subiyanto mengatakan, Dudung berada di Lampung untuk memberi pengarahan kepada batalyon infanteri yang akan bertugas di Papua. Kehadiran KSAD dinilai akan menjadi penyemangat prajurit mengingat belakangan ini banyak kasus yang terjadi.
Rapat yang membahas anggaran Kementerian Pertahanan ini sedianya dilakukan tertutup. Ketua Komisi I Meutya Hafid hampir mengetuk palu, tetapi oleh beberapa anggota lain, seperti Syarifuddin Hasan dan Effendi Simbolon, diminta terbuka.
Effendi lantas mempertanyakan isu ketidakharmonisasn Andika Perkasa dan Dudung Abdurrachman.
”Ingin penjelasan, ketidakpatuhan, sampai urusan anak KSAD gagal masuk Akmil pun menjadi isu. Emangnya kalau anak KSAD kenapa? Emang harus masuk? Emang kalau anak presiden harus masuk?” kata Effendi.
Rapat lalu membahas berbagai aspek tentang anggaran. Saat kembali giliran Effendi, ia mempertanyakan lagi masalah keretakan hubungan tersebut. Menurut dia, keretakan itu telah lama menjadi rahasia umum. ”Di mana ada Andika, di situ tidak ada Jenderal Dudung, seperti waktu Garuda Shield kemarin,” kata Dudung.
Saat dikonfirmasi, Andika membantah. Ia menyatakan, hubungan keduanya baik-baik saja dan ia hanya menjalankan tugas pokok dan fungsinya. Ia juga mengatakan, semua berlaku sesuai peraturan. Ia mengakui, anak Dudung saat ini telah mulai pendidikan di Akmil.
Saat dikonfirmasi lewat pesan singkat, Dudung juga membantah disharmoni. “Hubungan baik-baik saja,” kata Dudung.
Iis Gindarsah dari Lab 45 mengatakan, prinsip kendali demokratik sipil atas militer meniscayakan proporsionalitas pengawasan legislatif menurut parameter fungsional, bukan personal. Tujuannya untuk menghindari politisasi tentara. Karena itu, politisi sipil dilarang mencampuri urusan-urusan yang berada dalam ranah profesi kemiliteran, apalagi soal kualitas kepemimpinan.
Setiap organisasi, terutama TNI, pasti punya mekanisme khusus dan unik untuk menyelesaikan masalah-masalah internal mereka. Dalam kondisi sulit sekalipun, pengawasan DPR di bidang pertahanan tetap harus menjaga marwah pimpinan TNI dan memperhatikan prerogatif Presiden sebagai pemimpin tertinggi militer. Tanpa itu, integritas rantai komando akan runtuh.