Otokritik KKIP Mengajak Semua Serius Tangani Industri Pertahanan
Industri pertahanan tidak akan berkembang tanpa komitmen pemerintah. Lemahnya industri pertahanan membuat Indonesia tidak bisa disegani bangsa-bangsa lain.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·3 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Komite Kebijakan Industri Pertahanan atau KKIP perlu melakukan otokritik agar semua pemangku kepentingan lebih serius menangani industri pertahanan. Pengembangan industri pertahanan membutuhkan komitmen dan konsistensi pada semua tingkat di pemerintah.
Hal ini disampaikan Yono Reksoprodjo, Kepala Bidang Ofset dan Transfer Teknologi Tim Pelaksana KKIP, penulis buku Ilusi Membangun Kemandirian Industri Alpalhankam Nasional, dalam acara bedah bukunya, Kamis (1/9/2022).
Yono mengatakan, kata ilusi dalam judul bukunya bukanlah menggambarkan pesimisme tentang industri alat peralatan pertahanan dan keamanan (alpalhankam). Akan tetapi, ia menjelaskan, pembangunan industri adalah sebuah proses. Agar proses itu berhasil, harus ada komitmen tinggi karena pembangunan industri adalah hal yang kompleks dan membutuhkan komitmen semua pihak. ”Proses harus benar, mulai dari perencanaan, rancangan bangun, seterusnya hingga purnajual,” kata Yono.
Suryo Prabowo, Ketua Tim Pelaksana KKIP, yang menjadi pembicara kunci menggariskan, KKIP yang diadakan berdasarkan Undang-Undang Industri Pertahanan ditujukan untuk mencapai kemandirian. Ia menyambut buku yang ditulis Yono karena, menurut dia, evaluasi baik internal maupun eksternal sangat dibutuhkan agar KKIP benar-benar berfungsi.
Jika dilihat dari struktur organisasi KKIP, semua sudah memadai, dipimpin Presiden dan terdiri atas sembilan menteri, selain Panglima TNI dan Kapolri. Namun, KKIP perlu kewenangan, kemampuan, alat, sehingga bisa membuat semua pemangku kebijakan benar-benar punya komitmen menggunakan alat-alat pertahanan keamanan produksi dalam negeri.
Suryo menyoroti buku karya Yono yang dibuka dengan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap KKIP. Pada 1 Desember 2021, BPK menyampaikan hasil audit KKIP 2017-2021. Menurut BPK, Rancangan Rencana Induk Industri Pertahanan yang disusun KKIP belum memadai untuk menjadi pedoman pemberdayaan industri pertahanan. KKIP dinilai tidak efektif memberdayakan industri pertahanan, termasuk perencanaan terkait imbal dagang, kandungan lokal dan ofset, dan pelaksanaannya tidak memberikan nilai tambah pada industri pertahanan. ”Tanpa ada industri pertahanan yang kuat, tidak mungkin Indonesia disegani. Buku ini adalah masukan agar KKIP bisa maju sesuai harapan,” kata Suryo.
Yono memaparkan, bukunya diawali dengan hasil audit BPK serta pentingnya teknologi dalam perang hibrida dan asimetri. Oleh karena itu, harus ada pembangunan ekosistem industri pertahanan bahwa sejak industri dasar serta di hilir ada pasar. ”Baru kita bisa bicara kemandirian,” ujarnya.
Para penanggap memberikan berbagai masukan. Eris Herryanto, Wakil Ketua Tim Pelaksana (Katimlak) KKIP 2016-2019, mengatakan, BPK seharusnya melihat KKIP secara keseluruhan. Menurut dia, yang dinilai BPK hanya organisasi di bawah katimlak. Padahal, KKIP diketuai oleh Presiden dan ada Menteri Pertahanan sebagai ketua harian. Ia juga menggarisbawahi, KKIP adalah pembuat kebijakan tentang industri pertahanan yang seharusnya diterima dan dilaksanakan semua menteri terkait. President Commissioner AT Kearney Alessandro Gazzini juga menggarisbawahi bahwa buku ini bisa jadi refleksi bagi Indonesia kalau memang mau membangun industri pertahanan.
”Ini masalah ada di level negara karena ada interdependensi antara kebutuhan, pengadaan, dan industri,” kata Alessandro.
Dua perwakilan dari industri pertahanan punya pendapat berbeda. Bobby Rasyidin, CEO Len Industri, yang menjadi Direktur Defend ID, holding untuk industri pertahanan, mengapresiasi pemerintah. Ia mengatakan, pemerintah saat ini sangat membantu dari sisi pemodalan. Komitmen Kemenhan, BUMN, dan Kemenkeu, lanjutnya, sudah cukup kuat untuk membangun industri pertahanan.
Adapun Adi Sasongko, Direktur Utama Info Global, mengatakan, ekosistem industri pertahanan masih keropos. Pemerintah lebih fokus ke BUMN, padahal di sejumlah negara, industri pertahanan swasta juga diberi kesempatan untuk berkembang.