Memulihkan dan Membangun Indonesia
Pidato Kenegaraan Presiden menekankan pada krisis dan tantangan global yang dihadapi Indonesia dan negara lain di tengah pandemi yang belum sepenuhnya teratasi. Namun, juga ada nada optimisme.
Dalam dua tahun terakhir, gejolak perekonomian sampai darurat penanganan Covid-19 banyak melatari isi pidato Presiden Joko Widodo dalam rangka HUT Kemerdekaan Republik Indonesia. Namun, kali ini, pidato HUT Ke-77 RI yang disampaikan pada 16 Agustus 2022 sedikit berbeda karena lebih meletakkan konteks pada langkah pemulihan dan sejumlah proyeksi pandemi yang belum sepenuhnya berlalu.
Di bagian awal pidato, Presiden Jokowi berupaya mendudukkan persoalan bahwa pandemi telah menyisakan krisis multidimensi yang menjadi ujian berat, bukan hanya bagi Indonesia, melainkan juga menggoyang stabilitas global. Kini, Indonesia dan negara lain di dunia masih berjuang untuk pulih sepenuhnya dari pandemi.
Atensi Presiden terhadap ketidakmenentuan global itu tergambarkan dari hasil analisis isi pidato yang disampaikan sebagai agenda tahunan dalam Sidang MPR dan Sidang Bersama DPD dan DPR, sehari sebelum peringatan Hari Kemerdekaan RI. Dalam pidato yang berlangsung 29 menit dan 21 detik itu, banyak kata kunci yang eksplisit berkaitan dengan penjelasan isu tersebut.
Diksi-diksi seperti ”dunia”, ”global”, hingga ”internasional”, mendominasi ucapan Presiden Jokowi di sepanjang pemaparan, baik di bagian awal, tengah, hingga akhir pidato. Secara makna, ketiga kata kunci itu memang tak berbeda jauh untuk menggambarkan konteks yang lebih luas pada suatu persoalan besar, seperti pandemi Covid-19.
Baca Juga: Kehadiran PPHN untuk Jamin Keberlanjutan Pembangunan IKN
Jika diperinci, kata ”dunia” disebutkan paling tidak 16 kali dan menjadi yang terbanyak di antara kata lainnya. Sementara diksi ”global” muncul tak kurang dari 7 kali, disusul kata ”internasional” yang diucapkan 5 kali.
Lebih lanjut, uraian pidato juga mengungkapkan langkah pemulihan yang dilakukan Indonesia patut diapresiasi. Upaya pengendalian penyebaran Covid-19 melalui vaksinasi telah dilakukan dengan 432 juta dosis dan menempatkan Indonesia dalam daftar lima besar negara dengan vaksinasi terbanyak di dunia.
Tak hanya itu, intervensi yang intens dilakukan pemerintah juga mampu membangkitkan negara ini dari keterpurukan ekonomi saat pandemi. Berdasarkan catatan pemerintah, inflasi di Indonesia dapat dikendalikan pada kisaran 4,9 persen. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata inflasi negara-negara ASEAN, yaitu sekitar 7 persen. Bahkan, kondisi itu jauh lebih baik lagi jika dibandingkan dengan inflasi negara-negara maju yang menyentuh hingga 9 persen.
Tak jauh berbeda dari pidato kenegaraan sebelumnya, kondisi krisis dan juga isu perekonomian juga masih cukup mendapat porsi besar dalam pembahasan. Kata ”ekonomi” ataupun ”krisis” cukup sering disampaikan Presiden, masing-masing 14 kali dan 11 kali.
Baca Juga: Pandemi Mendominasi Diksi Pidato Presiden
Gambaran berbagai krisis dan kekacauan perekonomian itu juga diungkapkan Presiden pada lanskap internasional dengan memerinci kegentingan yang diperparah oleh meletusnya perang di Ukraina. Krisis pangan, energi, serta keuangan menjadi tak terhindarkan. Terdapat 107 negara yang terdampak hal itu dengan sebagian di antaranya diperkirakan akan bangkrut. Kondisi itu mengancam 553 juta jiwa terperosok dalam kemiskinan ekstrem dan 345 juta jiwa berpotensi kekurangan pangan.
Kekuatan
Terlepas dari realitas yang masih menuntut kehati-hatian karena banyak pekerjaan rumah yang menanti penuntasan sepenuhnya, pada momentum Perayaan Kemerdekaan ke-77 Republik Indonesia, pemerintah tetap ingin menggelorakan optimisme. Hal itu sejalan dengan isi pidato Presiden Jokowi yang menyampaikan sejumlah potensi sebagai modal kekuatan besar bangsa ini untuk dapat bangkit menjadi lebih baik dan kuat.
Setidaknya diksi ”kekuatan” diucapkan tujuh kali oleh Presiden selama berpidato. Dalam penyampaiannya, ada lima hal yang diungkap Presiden dalam pidatonya sebagai kekuatan strategis Indonesia untuk bisa melejit sebagai bangsa maju.
Kekuatan itu menyangkut soliditas masyarakat dan semua elemen sosial di Indonesia yang saling bergotong royong dan melindungi dalam menghadapi kesulitan akibat pandemi. Termasuk pula jumlah penduduk yang besar dan di dalamnya terdapat bonus demografi yang menjadi kekuatan karena dominasi usia produktif. Dalam hal ini, Presiden juga memproyeksikan generasi muda yang akan menjadi masa depan bangsa dan penggerak perekonomian dalam menghadapi kompetisi global.
Hal lain yang juga diungkap sebagai kekuatan bangsa Indonesia berkaitan dengan sejumlah aspek yang juga diasosiasikan dalam ruang perekonomian global. Di antaranya berlimpahnya potensi sumber daya alam yang perlu dikelola dengan bijak dan berkelanjutan.
Berkaitan dengan ini, Presiden Jokowi menyatakan keberpihakannya dalam upaya melakukan hilirisasi dan industrialisasi di dalam negeri untuk memberikan nilai tambah secara maksimal ataupun keperluan ekspor. Keseriusan akan hal itu tecermin dari penekanan diksi ”industri” yang disebutkan setidaknya 5 kali dan kata ”hilirisasi” 6 kali.
Dimensi lain yang juga tak kalah berpotensi menjadi basis kekuatan menyangkut kepercayaan dari dunia internasional. Sejumlah pengakuan dan andil penting yang dipercayakan kepada Indonesia—antara lain sebagai Champions of Global Crisis Response Group (oleh PBB), menjadi Presiden G20, serta jembatan perdamaian antara Ukraina dan Rusia—merupakan sederetan bentuk tingginya posisi tawar negara ini di mata dunia.
Agenda pembangunan
Kepercayaan dunia internasional tentunya juga akan sejalan dengan semangat meningkatkan daya saing dan iklim berusaha di dalam negeri. Ekosistem investasi dan usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) menjadi aspek penting yang kini menjadi fokus pembenahan untuk terus diakselerasi pemerintah.
Dalam pidatonya, Presiden juga menyebut 4 kali kata ”investasi” dan 7 kali untuk ”UMKM”. Sejauh ini, investasi dalam negeri terus meningkat dengan pemerataan yang cukup berkembang pesat, dengan sekitar 52 persen di antaranya berada di luar Pulau Jawa. Termasuk pula pendanaan dan pengembangan UMKM, bahkan didorong untuk masuk dalam ekosistem digital. Ditargetkan, pada 2024, akan ada 30 juta UMKM akan masuk dalam ekosistem digital.
Selain fokus pada menggerakkan perekonomian, ada banyak rencana yang diproyeksikan pemerintah dalam program strategis di berbagai bidang. Besarnya tekad pemerintah mewujudkan rencana besar pemulihan dan pembangunan Indonesia yang inklusif, berkeadilan, dan sejahtera itu tentu juga terefleksikan dalam isi pidato yang berulang menyebutkan kata kunci ”agenda”, yakni sebanyak delapan kali.
Agenda besar pembangunan yang dimaksud tak lain juga pengejawantahan atas visi global untuk peduli pada keberlanjutan lingkungan. Sejauh ini pemerintah telah berupaya mengoptimalisasi sumber energi bersih dan ekonomi hijau. Selain pemanfaatan alternatif sumber energi dari panas matahari, panas bumi, angin, ombak laut, ataupun energi bio, rehabilitasi kawasan hutan tropis, mangrove, dan habitat laut tak henti dilakukan. Termasuk pula dengan mengedepankan industrialisasi penghasil produk rendah emisi.
Di luar isu lingkungan, hal lain yang juga menjadi fokus agenda pembangunan ke depan berkaitan dengan persoalan pangan dan juga reforma agraria. Adapun diksi ”pangan” diucapkan setidaknya lima kali oleh Presiden. Tentunya, aspek kehidupan berbangsa yang juga fundamental menyangkut penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM), jaminan dan perlindungan sosial, kesehatan, pendidikan, hingga stabilitas politik juga akan menjadi fokus agenda pembangunan untuk Indonesia yang lebih maju di masa mendatang.
Segenap penekanan sejumlah hal yang diutarakan Presiden Jokowi dalam Pidato Kenegaraan itu tentulah berangkat dari cita-cita bersama untuk kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Kondisi ideal itu tentu masih dibayangi setumpuk pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan. Namun, selayaknya pula capaian positif yang telah diraih dapat digelorakan demi optimisme bangsa untuk dapat pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.