Presiden: Penuntasan Kasus Ferdy Sambo, Momentum Bangun Kembali Kepercayaan Polri
Presiden Jokowi mengingatkan, penuntasan kasus kematian Brigadir J menjadi momentum untuk membangun kembali kepercayaan publik terhadap Polri. Diharapkan, momentum tersebut jangan sampai dilewatkan.
Oleh
SUHARTONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penuntasan kasus kematian Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat menjadi momentum untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap Kepolisian Negara RI. Momentum ini diharapakan jangan sampai dilewatkan begitu saja. Reformasi Polri harus terus dijalankan agar dapat memperbaiki sistem yang ada selama ini.
Presiden Joko Widodo menyatakan hal itu saat ditanya Kompas di ruang Resepsi, Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (14/8/2022) sore. "(Kasus kematian Brigadir J) Ini momentum untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap Polri, Jangan sampai momentum ini dilewatkan begitu saja yaitu reformasi Polri untuk memperbaiki sistem selama ini," ujar Presiden Jokowi.
Menurut Presiden Jokowi, terkait kasus kematian Brigadir J tentu harus diungkap tuntas sampai ke pengadilan. "Tetapi saya tidak mau bicara lagi. Ini sudah berulang kali saya sampaikan," tandasnya.
Dalam catatan Kompas, Presiden Jokowi setidaknya empat kali telah mengeluarkan pernyataan terkait kasus kematian Brigadir J.Intinya, dalam berkali-kali menyatakan, Presiden menginginkan agar kasus kematian Brigadir J diungkap apa adanya, terbuka dan tidak ada yang ditutupi. Pengungkapan kasus tersebut secara terbuka dan apa adanya menjadi tantangan citra dan kredibilitas Polri di masyarakat.
Sebagaimana diberitakan, dalam keterangan persnya, Polri sebelumnya menyebutkan kematian Brigadir J atau atau Nofriansyah Yosua Hutabarat terjadi karena saling tembak antar-anggota Polri. Tembak-menembak itu dipicu tindakan Nofriansyah yang melakukan pelecehan terhadap istri Ferdy di kamar pribadi Ferdy. Saat itu, Bharada E disebut berusaha melindungi istri Ferdy karena istri Ferdy berteriak. Namun, Nofriansyah malah menembak ke arah Bharada E yang saat itu berdiri di anak tangga penghubung lantai satu dan dua, sekitar 12 meter dari tempat Nofriansyah berdiri.
"(Kasus kematian Brigadir J) Ini momentum untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap Polri, Jangan sampai momentum ini dilewatkan begitu saja yaitu reformasi Polri untuk memperbaiki sistem selama ini"
Namun, dalam perkembangannya, setelah Presiden Jokowi mengulang kembali pernyataannya kepada pers, pekan lalu di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, penyebab kematian Brigadir J yang semula disebutkan karena saling tembak antar-anggota Polri, berubah. Cerita besar kasus ini berubah 100 persen. Apalagi setelah Bareskrim Polri menetapkan mantan Kadit Provam Mabes Polri, Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat,
Agar pembunuhan terhadap Nofriansyah tak tercium, Ferdy merekayasa fakta. Menurut Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Ferdy dengan sengaja menembakkan senjata berkali-kali ke dinding rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, untuk membuat kesan terjadi tembak-menembak di rumah itu. (Kompas, 10/8/2022)
Meskipun telah menetapkan Inspektur Jenderal Ferdy Sambo sebagai tersangka pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, hingga kini Polri masih belum mengungkapkan motif pembunuhan tersebut. Namun, dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD diperoleh keterangan bahwa pembunuhan itu berlatar belakang hal yang terlalu sensitif dan hanya bisa dikonsumsi oleh orang dewasa. Adapun penyidik Polri menyebutkan, motif pembunuhan Brigadir J hanya untuk konsumsi penyidik. Pers diminta menunggu sampai kasus ini disidangkan di pengadilan.
Tak dipanggil ke Istana
"Presiden setahu saya belum pernah memanggil Kapolri terkait kasus tersebut. Pernyataan Presiden hanya disampaikan kepada pers dalam beberapa kali saat ditanya usai kunjungan saja"
Sementara, terkait dengan pernyataan Presiden Jokowi yang berkali-kali hanya disampaikan kepada pers, dan bukan langsung kepada Kapolri, beberapa sumber di Istana menyatakan. "Presiden setahu saya belum pernah memanggil Kapolri terkait kasus tersebut. Pernyataan Presiden hanya disampaikan kepada pers dalam beberapa kali saat ditanya usai kunjungan saja," tuturnya. Sumber lain di Istana lain menyatakan tidak tahu soal pemanggilan Kapolri. "Bisa saja jika Presiden mau, beliau bisa menginstruksikan Kapolri lewat telpon langsung," ungkap pejabat itu lagi.
Namun, jika dirunut penjelasan Kapolri yang mengutip pernyataan Presiden Jokowi saat ditanya pers di Kalbar, ketika memberi keterangan pers penetapan mantan Kadit Provam Mabes Polri sebagai tersangka, isinya nyaris sama dengan pernyataan Presiden Jokowi. "Ini juga merupakan komitmen kami dan juga menjadi penekanan Bapak Presiden untuk mengungkap kasus ini secara cepat, transparan dan akuntabel dan, juga tadi, beliau perintahkan jangan ada yang ragu-ragu, jangan ada yang ditutupi, ungkap kebenaran apa adanya, jangan sampai menurunkan kepercayan masyarakat terhadap Polri. Dan, ini, tentunya menjadi perintah dan amanat, yang tentunya, saat ini dan kemarin juga telah kita laksanakan," kata Kapolri.
"Ini juga merupakan komitmen kami dan juga menjadi penekanan Bapak Presiden untuk mengungkap kasus ini secara cepat, transparan, dan akuntabel dan juga tadi beliau perintahkan jangan ada yang ragu-ragu, jangan ada yang ditutup-tutupi, ungkap kebenaran apa adanya, jangan sampai menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri. Dan ini tentunya menjadi perintah dan amanat yang tentunya saat ini dan kemarin juga telah kita laksanakan," kata Jenderal Sigit.