Penyelidikan kecelakaan T-50i diharapkan publik bisa menyelesaikan masalah secara komprehensif. Dengan demikian, tidak lagi terulang insiden yang mengorbankan prajurit TNI.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA, NIKOLAUS HARBOWO
·6 menit baca
DOKUMEN DISPENAU
Pesawat T-50i Golden Eagle
TNI Angkatan Udara tengah mengadakan investigasi terkait jatuhnya pesawat tempur latih T-50i Golden Eagle TNI AU saat latihan terbang malam di Nginggil, Kecamatan Kradenan, Blora, Jawa Tengah. Tentunya, terlalu prematur untuk membuat spekulasi tentang penyebab kecelakaan ini.
Investigasi yang menyeluruh dan menjadikannya sebagai pelajaran ke depan sangat diperlukan. Tujuannya, agar tidak ada lagi putra bangsa yang gugur karena kecelakaan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Pilot pesawat, Kapten Penerbang (Anumerta) Allan Safitra Indra Wahyudi, gugur dalam insiden itu. Sebelumnya, tiga pilot TNI AU gugur dalam kecelakaan T-50i, yaitu Letkol Pnb Marda Sarjono, Kapten Pnb Dwi Cahyadi, dan Mayor Pnb Luluk Teguh Prabowo.
Pesawat T-50 adalah produksi Korea Aerospace Industries (KAI) bekerja sama dengan perusahaan Amerika Serikat, Lockheed Martin. Pengguna pertama adalah Angkatan Udara Korea yang mulai mengoperasikan dua pesawat ini Desember 2005, sebagaimana disampaikan Alex Jun dari KAI dalam konferensi pers di Asian Aerospace Conference 2006.
Pesawat Boeing 737 milik TNI Angkatan Udara yang membawa api obor Asian Games 2018 melintas di atas Pangkalan TNI AU Adisutjipto, Sleman, DI Yogyakarta, dengan dikawal lima pesawat tempur T-50i Golden Eagle, Selasa (17/7/2018).
Diperkirakan, saat ini telah lebih dari 200 pesawat yang digunakan di seluruh dunia. Berbagai sumber menyebutkan, saat ini ada lima negara yang sedang mengoperasikan T-50 Golden Eagle, termasuk Irak yang bulan Juni 2022 untuk pertama kali mengoperasikan T-50IQ. Negara lain yang telah mengoperasikan berbagai versi T-50 adalah Filipina dan Thailand.
Indonesia adalah negara di luar Korea yang pertama membeli pesawat ini. Pembelian ditandatangani pada Mei 2011 untuk mengganti BAE Hawk Mk 53 yang tidak lagi terbang di tahun yang sama. Ada beberapa pilihan lain, seperti Aero L 159 (Ceko), Guizhou FTC 2000 (China), dan Yak-130 Mitten (Rusia). Indonesia membeli 16 pesawat T-50 yang diberi nama T-50i. Berangsur-angsur T-50i itu datang sejak September 2013 hingga Februari 2014 di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Yang unik, kode T-50i adalah TT alias tempur taktis, tidak seperti Hawk Mk 53 yang TL tempur latih. Tahun 2018, di sela-sela pameran Indo Defence, Indonesia dan KAI menandatangani perjanjian untuk melengkapi T-50i yang sudah ada dengan radar dan persenjataan untuk tempur. Hal ini sejalan dengan rencana TNI AU untuk menempatkan T-50i di Lanud El Tari, Kupang, yang terletak di selatan Indonesia pada 2022.
Perlu dicatat bahwa Indonesia kekurangan pesawat tempur setelah pensiunnya 16 pesawat F5 dan belum ada penggantinya sudah enam tahun. Sekjen Kementerian Pertahanan (Kemenhan) Donny Ermawan dalam diskusi yang diadakan Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI) mengatakan, Indonesia saat ini hanya mengandalkan 33 pesawat F-16 yang sudah berusia lebih dari 30 tahun dan 16 pesawat Sukhoi Su-27/30 yang usianya hampir 20 tahun. Berhubung perang Rusia-Ukraina berefek pada ketersediaan suku cadang dan pemeliharaan, kesiapan pesawat-pesawat ini tidak maksimal.
Pesawat jet latih tempur T-50i Golden Eagle buatan Korea Selatan diparkir di apron Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, setelah serah terima dari Kemenhan ke TNI AU, Kamis (13/2). Sebanyak 16 pesawat tempur T-50i ini menggantikan pesawat Hawk Mk 53 yang telah memperkuat Skuadron Udara 15 sejak tahun 1980.
Kecelakaan
Ada enam kecelakaan T-50 secara global. Kecelakaan pertama, 15 November 2021, pilot tim aerobatik Korea Selatan tewas saat pesawatnya menabrak pegunungan. Flightglobal.com memberitakan, AU Korea mengumumkan, kecelakaan terjadi karena seorang teknisi tidak menghubungkan kembali sambungan untuk vertical flight controls setelah melakukan beberapa perbaikan. Akibatnya, T-50B itu kehilangan kendali.
Pada 20 Desember 2015, sebuah pesawat T-50i yang tengah melakukan aksi akrobatik udara jatuh dan menewaskan dua pilotnya. Menteri Pertahanan RI saat itu, Ryamizard Ryacudu, menyatakan, kecelakaan disebabkan oleh kesalahan pilot.
Pada 6 Februari 2018, pesawat sejenis yang digunakan tim akrobatik Korea di Changi, Singapura, pecah ban. Pesawat lalu terbalik dan terbakar di landasan. Media Korea, Herald, memberitakan, pihak AU menyebut hal ini terjadi karena pilot salah melakukan prosedur persiapan terbang.
Selanjutnya, pada 10 Agustus 2020, terjadi kecelakaan pada T-50i saat latihan di Lanud Iswahyudi, Magetan, Jawa Timur. Dua pilot berhasil eject saat pesawat tergelincir, tetapi keduanya mengalami luka-luka dan sang pelatih meninggal tiga minggu kemudian. Setahun kemudian, 10 Agustus 2021, sebuah komponen T-50i jatuh saat sedang terbang di Ngawi, Jawa Timur.
Dalam investigasi kecelakaan pesawat, ada tiga faktor yang selalu dievaluasi. Ketiga faktor ini, walaupun ada yang dominan, biasanya berinteraksi. Faktor alam tentunya menjadi faktor penting, tetapi untuk itulah manusia dilatih dan mesin direkayasa untuk bisa mengatasi alam. Belakangan ini, dengan AI—artificial intelligence—mesin dan manusia bergabung untuk menghadapi alam.
Kepala Litbang PSAPI Tommy Tamtomo mengatakan, dari ketiga unsur tersebut, perlu diteliti benar faktor mesin dan manusia.
”Kita perlu meminta komitmen KAI dalam investigasi dan kesiapan T50i, karena kita kan akan kerja sama dengan mereka terus untuk membuat pesawat tempur KFX/IFX,” kata Tommy.
Ia mengatakan, dari sisi teknologi, T50i tidak setinggi KFX/IFX. Komitmen Korea tersebut, menurut dia, sangat penting mengingat pengaruh unsur mesin dalam penyelidikan kecelakaan. Hal ini akan berakibat baik pada kepercayaan dan hubungan baik antara kedua negara. Apalagi, tahun 2021, Indonesia telah menandatangani kontrak pengadaan enam pesawat T50i.
KOMPAS/DAHONO FITRIANTO
Tim aerobatik Black Eagles dari Angkatan Udara Korea Selatan unjuk kebolehan dengan menggunakan pesawat-pesawat T-50 Golden Eagle dalam pembukaan pameran dirgantara Singapore Air Show 2016 di atas kompleks Changi Exhibition Center, Singapura, Selasa (16/2/2016).
Tommy mengatakan, dari enam kecelakaan T-50i yang tercatat secara global, yang terbanyak, yaitu empat kecelakaan, terjadi di Indonesia. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Indan Gilang Buldansyah mengatakan, sejauh ini belum ada pelibatan pihak produsen T50i.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Dave Akbarshah Fikarno, mengatakan, Korea sebagai pembuat pesawat juga harus ikut mengaudit pesawat T50i yang jatuh tersebut. Selain wajib mengetahui jika ada kesalahan teknis di pabrikan mereka, mereka juga harus bertanggung jawab atas insiden tersebut. Menurut dia, harus ada penyelidikan yang menyeluruh dan terbuka atas insiden di Blora.
”Solusi yang akan didapat nanti juga akan lebih jelas, apakah ini hanya masalah maintenance atau ada masalah lain. Karena, kecelakaan kemarin, kan, pas night tactical intercept mission. Nah, itu apakah karena ada peralatan pesawat itu yang tidak siap untuk night mission atau gimana? Semua itu harus terjawab dalam hasil penyelidikan nanti,” ujar Dave.
”Kalau benar maintenance-nya bermasalah, ini fatal sekali. Ingat, kalau dalam perhubungan udara, motonya itu, the sky is wide, but there is no room for error. Jadi, jangan ada kesalahan sekecil apa pun,” katanya.
Dave berharap hasil evaluasi dari insiden tersebut dapat menjadi pembelajaran bagi skuadron lain, bukan hanya bagi skuadron pesawat T-50i. Dengan begitu, permasalahan serupa tak terulang kembali.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Christina Aryani, mengatakan, dari segi usia, beragam jet tempur ini masih dalam kondisi laik terbang, begitu pula untuk Golden Eagle. Ia berharap publik bisa menanti hasil investigasi dari TNI AU untuk mengetahui penyebab kecelakaan pesawat di Blora, berikut juga pencegahannya ke depan
Tommy Tamtomo menggarisbawahi pentingnya pemeliharaan. Pemeliharaan perlu dilakukan dengan disiplin, sesuai dengan jadwal dan prosedur yang ditetapkan. Hal ini setara dengan pilot yang harus terus berlatih dalam jangka waktu tertentu. Demikian juga terkait suku cadang, menurut Tommy, kedisiplinan menggunakan suku cadang yang asli juga perlu ditingkatkan.
”Jangan sampai dianggap kelihatannya baik-baik saja, jadi santai. Semua harus sesuai prosedur,” ujarnya.