Presiden Minta Jajarannya Perkuat Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional
Kebutuhan gula nasional 7,3 juta ton, terdiri dari kebutuhan konsumsi 3,2 juta ton dan industri 4,1 juta ton. Sementara jumlah produksi nasional masih rendah, yakni 2,35 juta ton. Presiden minta stok nasional ditambah.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo mendorong jajarannya mempersiapkan kebutuhan gula nasional dengan baik, terutama memperkuat pemenuhan kebutuhan gula konsumsi. Untuk itu, Kementerian Pertanian akan menyiapkan 850.000 ton gula untuk pemenuhannya. Gula menjadi komoditas penting karena merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang berpengaruh pada terjadinya inflasi serta terpengaruh berbagai disrupsi dan pengurangan importasi dari negara-negara lain.
”Gula ini secara langsung menjadi kebutuhan masyarakat, berpengaruh pada inflasi dan juga terpengaruh dengan terjadinya berbagai disrupsi atau pengurangan-pengurangan importasi gula dari negara lain,” ujar Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam keterangan seusai mengikuti rapat terbatas tentang perbaikan tatanan kebijakan gula nasional yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (20/7/2022).
”
Presiden Jokowi pun menginstruksikan kementerian terkait untuk dapat memberikan dukungan dalam memperkuat kebutuhan gula konsumsi nasional. ”Menteri BUMN diberikan arahan untuk mulai dari hulu sampai hilir terlibat dan menteri lain tentu saja sesuai dengan teknis kementerian atau tugas kementerian lain untuk memberikan dukungan agar Menteri BUMN bisa melangkah lebih cepat memperkuat kebutuhan-kebutuhan gula konsumsi kita khususnya, dan secara bertahap akan masuk pada gula industri yang cukup besar itu,” tuturnya.
Bapak Presiden memerintahkan agar langkah untuk memperkuat gula konsumsi harus dilakukan. Berarti ada 850.000 ton untuk dipersiapkan. Saya mendapatkan perintah bersama menteri lain, Menteri BUMN lebih khusus untuk mempersiapkan baik rawat ratoon dari tebu maupun bongkar ratoon, artinya ada lahan-lahan intensifikasi dan lahan-lahan ekstensifikasi yang harus digarap secara persamaan.
Syahrul menjelaskan bahwa kebutuhan gula nasional secara umum adalah 7,3 juta ton, terdiri dari kebutuhan konsumsi 3,2 juta ton dan industri 4,1 juta ton. Sementara jumlah produksi gula nasional masih sangat rendah, yakni 2,35 juta ton. Untuk itu, Presiden memerintahkan jajarannya untuk menyiapkan langkah memperkuat pemenuhan gula konsumsi.
”Bapak Presiden memerintahkan agar langkah untuk memperkuat gula konsumsi harus dilakukan. Berarti ada 850.000 ton untuk dipersiapkan. Saya mendapatkan perintah bersama menteri lain, Menteri BUMN lebih khusus untuk mempersiapkan baik rawat ratoon dari tebu maupun bongkar ratoon, artinya ada lahan-lahan intensifikasi dan lahan-lahan ekstensifikasi yang harus digarap secara persamaan,” ucap Syahrul.
Sementara untuk gula-gula industri, pemerintah akan melakukan langkah-langkah pemenuhan secara bertahap. ”Masih diharapkan secara bertahap kita akan masuk, tapi apa yang ada sekarang, kita berharap dapat kita pertahankan untuk bisa memenuhi kebutuhan industri kita,” ucap Menteri Pertanian.
Masalah pangan
Lebih lanjut, Syahrul menuturkan bahwa Presiden Jokowi terus memonitor secara berkala mengenai masalah pangan. ”Hari ini Bapak Presiden terus melakukan monitoring setiap katakanlah satu minggu satu kali, masalah pangan. Dan, kita bicara secara item per item, varietas dan komoditas-komoditas tertentu sehingga pembahasannya akan detail dan pengambilan keputusan akan detail,” ucap Syahrul.
Untuk mencari solusi atas ancaman krisis pangan dunia, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menerima kedatangan pakar pertanian Universitas Padjadjaran, Prof Dr Tualar Simarmata, Ir, MS, Rabu (20/7/2022). Tualar yang juga Guru Besar Fakultas Pertanian Unpad memperkenalkan inovasi Intensifikasi Padi Aerob Terkendali Berbasis Teknologi (IPAT BO).
Ia mengatakan, IPAT BO merupakan inovasi teknologi produksi padi terpadu melalui restorasi kesuburan lahan sawah dengan menggunakan teknik tanam kembar (twin seedling) atau juga dikenal dengan teknik jejer manten. Pemanfaatan teknologi itu akan mengurangi penggunaan bibit, menghemat penggunaan air, dan memanfaatkan pupuk berbasis organik, yaitu menggunakan kompos jerami sebagai sumber nutrisi mikroba tanah.
Yang harus dipikirkan adalah bagaimana di waktu yang akan datang kegiatan pertanian dapat semakin mudah dilakukan, menghasilkan produksi yang melimpah, dan dengan ongkos produksi yang murah bagi para petani.
Teknologi tersebut pernah diterapkan di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Bekerja sama dengan TNI dalam pendampingannya, teknologi ini dilaporkan berhasil menghasilkan 11-13 ton per hektar.
Moeldoko menyampaikan apresiasinya atas inovasi IPAT BO. Ia juga menekankan pentingnya berbagai terobosan dan inovasi di sektor teknologi pertanian sehingga dapat mengoptimalisasikan hasil produksi pertanian. Hal ini dibutuhkan dalam menghadapi ancaman krisis pangan dan mewujudkan ketahanan serta kemandirian pangan nasional.
”Yang harus dipikirkan adalah bagaimana di waktu yang akan datang kegiatan pertanian dapat semakin mudah dilakukan, menghasilkan produksi yang melimpah, dan dengan ongkos produksi yang murah bagi para petani,” tutur Moeldoko yang juga Ketua Umum HKTI.
Menurut Moeldoko, saat ini angka rata-rata hasil produktivitas padi baru mencapai 5-6 ton per hektar dan perlu ditingkatkan produktivitasnya menjadi 7-8 ton per hektar. Untuk itu, diperlukan inovasi tepat guna agar produktivitas di sektor pertanian bisa lebih ditingkatkan.
”Kehadiran inovasi seperti IPAT BO sangat dibutuhkan dan perlu untuk diperkenalkan lebih luas kepada para petani kita. Inisiatif seperti ini perlu untuk diteruskan sehingga kita mampu berdaulat pangan,” ucap Moeldoko. (WKM)