Jusuf Kalla: Komunitas Masjid ASEAN Bisa Jadi Wadah Atasi Radikalisme
Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla mengingatkan, masjid punya peranan sangat penting untuk membangun umat dan jadi wadah untuk atasi radikalisme. Untuk itu, umat di kawasan ASEAN ikut jaga ukhuwah dan kebersamaan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seluruh umat Islam di kawasan ASEAN diajak untuk terus menjaga ukhuwah dan kebersamaan dalam konsep berbangsa dan bernegara melalui masjid. Masjid memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun umat dan menjadi wadah untuk mengatasi radikalisme. Pertemuan komunitas masjid di ASEAN bisa menjadi pintu untuk menjaga kebersamaan dan ukhuwah wasathiah antar-umat Islam di negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
”Untuk itu jika ada tuduhan bahwa ada kelompok Islam yang radikal, kita bisa atasi. Kita bisa, apa itu, redam masyarakat untuk lebih moderasi. Ini salah satu harapan kita, pertemuan ini menghasilkan upaya seperti itu. Menjaga kesatuan dan juga menjaga hal-hal yang seperti itu,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia (DPP DMI) Jusuf Kalla dalam sambutannya pada Konferensi Internasional Komunitas Masjid ASEAN Tahun 2022 di Gedung DMI, Jakarta Timur, Rabu (20/7/2022).
Konferensi Internasional Komunitas Masjid ASEAN Tahun 2022 diikuti secara luring oleh perwakilan sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Malaysia, Kamboja, dan Timor Leste. Beberapa perwakilan negara, seperti Filipina, Thailand, Laos, dan Myanmar, hadir secara daring. Singapura dan Brunei Darussalam tidak hadir dalam konferensi tersebut.
Kalla menegaskan bahwa kebersamaan di masjid bisa menjadi jalan bagi umat Islam di ASEAN untuk mengatasi tuduhan adanya Islam radikal. ”Penduduk ASEAN sekitar 660 juta jiwa. Islam itu hampir 200 juta dan penduduk Muslim di ASEAN itu terbesar di Asia, ada 41 persen. Dengan jumlah tersebut, itu penting untuk menjaga ukhuwah secara bersama-sama melalui masjid,” ucap Kalla.
Untuk itu jika ada tuduhan bahwa ada kelompok Islam yang radikal, kita bisa atasi. Kita bisa, apa itu, redam masyarakat untuk lebih moderasi. Ini salah satu harapan kita, pertemuan ini menghasilkan upaya seperti itu. Menjaga kesatuan dan juga menjaga hal-hal yang seperti itu.
Populasi jumlah masjid di ASEAN juga sangat besar. Saat ini diperkirakan mencapai 900.000 masjid. Jika dipersentasekan secara rata-rata, setiap 300 orang bisa ditampung dalam satu masjid. Tren jumlah masjid ini juga terus bertambah dan sebagian besar berlokasi di negara mayoritas Muslim, seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
Dengan kekuatan tersebut, masjid butuh penguatan secara longgar dan tidak terikat pada kepengurusan pusat, melainkan komunitas. ”Yang penting mengedepankan kebersamaan untuk saling berukhuwah,” ujar Kalla.
Potensi dipenetrasi
wasathiah
Padahal, takmir memegang peran penting dalam ekosistem masjid. Takmir menjadi penentu dalam kegiatan-kegiatan keagamaan di setiap masjid, seperti pemilihan khatib dan penceramah pengajian. ”Karena mereka memiliki peran yang sangat sentral, peran yang sangat penting untuk menjadikan masjid sebagai sentra peningkatan kualitas kehidupan beragama, pusat peningkatan literasi keagamaan masyarakat, bahkan tentunya masjid bisa berfungsi banyak sekali di samping fungsi agama,” ucapnya.
Menurut Kamaruddin, takmir harus memiliki literasi yang baik, pemahaman yang tinggi karena sangat sentral dalammenjalankan fungsi agama, ekonomi, budaya, dan lainnya yang bisa dikembangkan di masjid. ”Kita menghadapi tantangan untuk takmir kita ini, kita meneliti tentang literasi takmir masjid Indonesia. Literasi keagamaan takmir di Indonesia. Di antaranya memang ada yang bagus, bahkan sangat bagus, tetapi masih banyak yang literasi keagamaannya sangat minim sekali,” tambahnya.
Kita menghadapi tantangan untuk takmir kita ini, kita meneliti tentang literasi takmir masjid Indonesia. Literasi keagamaan takmir di Indonesia. Di antaranya memang ada yang bagus, bahkan sangat bagus, tetapi masih banyak yang literasi keagamaannya sangat minim sekali.
Akibatnya, takmir tidak memiliki kemampuan untuk memfilter tentang siapa penceramah yang baik hingga aktivitas yang berkualitas di masjid. Kementerian Agama, antara lain, membuat kebijakan untuk mengadvokasi dan memberikan bimbingan kepada takmir masjid agar memiliki tingkat literasi keagamaan yang memadai untuk bisa menjalankan amanah sebagai takmir masjid.
”Takmir masjid ini menjadi bagian dari ekosistem kemasjidan yang harus menjadi perhatian kita bersama dan kami di Kementerian Agama menjadikannya sebagai salah satu program prioritas untuk kita tingkatkan kualitas para takmir masjid kita ini,” ujar Kamaruddin.
Kementerian Agama, misalnya, membuat perpustakaan digital untuk masjid yang bisa diakses seluruh masjid di Indonesia. Bekerja sama dengan perpustakaan daerah di seluruh Indonesia, Kementerian Agama memperbaiki perpustakaan masjid secara luring. ”Sekali lagi, masjid adalah tempat yang sangat strategis karena stakeholder-nya ratusan juta. Sangat penting sekali untuk kita memberikan sarana dan fasilitas kepada umat agar mereka bisa belajar,” ujarnya.
Saat ini, Kementerian Agama juga sedang memfinalisasi naskah khotbah untuk ditawarkan kepada masyarakat guna dipakai secara sukarela. Hal ini berbeda dengan di Arab Saudi bahwa tidak ada penceramah dan tidak ada khotbah yang dilaksanakan tanpa izin dari Kementerian Agama di Saudi.
”Kita adalah negara yang sangat menghargai perbedaan yang sangat demokratis, kita hanya bisa menawarkan kepada masyarakat nanti masyarakat bisa memilih,” ucap Kamaruddin.
Lebih jauh, Kamaruddin menambahkan bahwa pemerintah akan terus bersinergi, berkolaborasi, dan bekerja sama dengan komunitas masyarakat, termasuk DMI. DMI menjadi salah satu pilar infrastruktur sosial untuk memperkokoh dan membangun Indonesia. ”Ormas-ormas Islam merawat, menjaga keberagaman kita sehingga alhamdulillah Indonesia termasuk negara yang sangat damai memiliki stabilitas sosial politik yang bagus di tengah kemajemukan yang sangat luar biasa,” ucapnya.
Kualitas kesalehan
Menurut Kamaruddin, masjid berperan sangat luar biasa dalam mengarusutamakan atau meningkatkan kualitas kesalehan umat di Indonesia. ”Masjid ini adalah tempat yang sangat strategis yang sangat penting untuk membangun sebuah komunitas untuk meningkatkan kualitas beragama di Indonesia untuk meningkatkan kualitas kesalehan umat beragama di Indonesia,” ujar Kamaruddin.
DMI ingin membangun silaturahmi masjid melalui jalur yang ketiga, yaitu social and cultural community, yaitu masyarakat dalam konteks kemasjidan.
Kalla menambahkan bahwa kekuatan umat Islam melalui masjid juga bisa menjadi jalan untuk membantu masyarakat Islam yang berada di negara-negara minoritas Islam. ”Mungkin di Filipina butuh khatib yang baik atau di Thailand, di Kamboja. Maka, mereka bisa belajar ke Indonesia dan Malaysia. Kita buatkan lembaga pendidikannya soal itu,” ucap Kalla.
Bantuan juga bisa dalam bentuk pendidikan menjadi imam yang baik dan cara mengelola masjid dengan baik. ”Nanti mereka kita undang untuk belajar. Bisa ke Indonesia atau Malaysia atau Brunei Darussalam, yang dikenal sebagai tiga negara dengan mayoritas Islam di ASEAN,” ujar Kalla.
Menurut Ketua Pelaksana Konferensi Internasional Komunitas Masjid ASEAN Tahun 2022 M Natsir Zubaidi, ada tiga pilar masyarakat ASEAN, yaitu ASEAN Economic Community, ASEAN Political Community, dan ASEAN Social Culturul Community. ”DMI ingin membangun silaturahmi masjid melalui jalur yang ketiga, yaitu social and cultural community, yaitu masyarakat dalam konteks kemasjidan,” ujarnya.
Pengurus masjid juga memiliki kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada jemaah dan masyarakat sekitar masjid apa pun suku, agama, dan rasnya. ”Karena ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, rahmat bagi alam semesta. Masjid masyarakat ASEAN hendaknya memberikan kabar gembira dan misi perdamaian, ukhuwah, solidaritas, dan kesejahteraan,” ucap Natsir. (WKM)