Sidang etik Polri memutuskan untuk memperberat sanksi bagi Ajun Komisaris Besar Brotoseno. Bekas terpidana kasus suap itu dihukum pemberhentian tidak dengan hormat dari anggota Polri.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sanksi terhadap anggota Kepolisian Negara RI, Ajun Komisaris Besar Polisi Raden Brotoseno, yang pernah menjalani hukuman karena kasus korupsi diputuskan diperberat. Jika sebelumnya, Brotoseno yang merupakan penyidik di Badan Reserse Kriminal Polri dijatuhi sanksi administrasi berupa pemberhentian tidak dengan hormat.
Sanksi pemberhentian tidak dengan hormat itu diputus dalam sidang Komisi Kode Etik Polri Peninjauan Kembali (KKEP PK), 8 Juli lalu. Dalam putusannya, KKEP PK menetapkan untuk memperberat putusan sidang komisi kode etik Polri Nomor PIT/72/X/2020 tanggal 13 Oktober 2020 terhadap Ajun Komisaris Besar Brotoseno. Sanksi bagi Brotoseno diperberat menjadi sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai anggota Polri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Nurul Azizah, dalam jumpa pers, Kamis (14/7/2022), di Jakarta, mengungkapkan, keputusan KKEP PK yang memutuskan memberikan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dari anggota Polri terhadap Brotoseno tersebut tertuang dalam surat PUT KKEP PK/1/VII/2022 tanggal 8 Juli 2022.
Sebelum keputusan pemberhentian tidak dengan hormat itu diterbitkan, Brotoseno masih berstatus anggota Polri.
”Menindaklanjuti hasil KKEP PK terkait putusan tersebut, maka Sekretariat KKEP PK akan mengirimkan putusan KKEP PK ke bagian sumber daya manusia (SDM) untuk ditindaklanjuti dengan menerbitkan keputusan pemberhentian tidak dengan hormat. Saat ini untuk keputusan pemberhentian itu belum ada,” kata Nurul.
Pertimbangan putusan yang memberikan sanksi administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari anggota Polri terhadap Brotoseno akan dituangkan di dalam surat keputusan pemberhentian tidak dengan hormat. Nurul mengaku belum bisa memastikan kapan keputusan pemberhentian tersebut keluar. Namun, ia memastikan akan sesegera mungkin.
Sebelum keputusan pemberhentian tidak dengan hormat itu diterbitkan, Brotoseno masih berstatus anggota Polri. ”Iya (masih polisi aktif). Kita tunggu kep-nya, ya,”ujar Nurul.
Brotoseno adalah terpidana perkara suap penyidikan kasus korupsi cetak sawah di Kalimantan, 2012-2014. Saat itu Brotoseno berpangkat ajun komisaris besar dan bertugas sebagai kepala unit di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim. Brotoseno divonis 5 tahun penjara dan telah menjalani hukuman serta bebas bersyarat sejak Februari 2020.
Saat itu, putusan etik tidak merekomendasikan pemecatan terhadap Brotoseno. Sebab, salah satu pertimbangannya menyebutkan bahwa Brotoseno polisi yang berprestasi. Hal itulah yang kemudian menimbulkan kritik oleh publik. Kemudian, Kapolri mengeluarkan Peraturan Polisi No 7/2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Etik Kepolisian Negara RI dengan maksud sebagai payung hukum untuk melakukan peninjauan kembali terhadap putusan etik sebelumnya.
Terkait keputusan KKEP PK tersebut, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengatakan, putusan KKEP PK dengan memperberat sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat tersebut patut diapresiasi. Sebab, hal itu memperlihatkan bahwa Kapolri telah mendengarkan suara publik dan menindaklanjutinya dengan segera.
”Kompolnas sedari awal turut memberikan saran-saran kepada Polri hingga akhirnya terbit Perpol No 7/2022 yang dimaksudkan untuk merespons keinginan publik. Ini merupakan bagian dari presisi. Jadi kami mendukung dan mengapresiasi keputusan ini,” kata Yusuf.