TKP dan Saksi Didalami, Publik Bisa Beri Informasi
Kasus tewasnya Brigadir J menimbulkan berbagai spekulasi. Tim khusus bentukan Kapolri diharapkan mampu menjawab pertanyaan atas kejanggalan yang muncul.
JAKARTA, KOMPAS — Penyelidikan kasus tewasnya Brigadir (Pol) J di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri masih berkutat pada pendalaman terkait olah tempat kejadian perkara, hasil otopsi, dan pemeriksaan saksi. Kepolisian Negara RI menyatakan terbuka terhadap masukan dan informasi dari masyarakat terkait kasus tersebut.
Hingga Rabu (13/7/2022) malam, olah tempat kejadian perkara (TKP) masih dilakukan di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan. Hingga malam hari, masih terdapat tim aparat kepolisian dari Polres Jakarta Selatan di TKP. Adapun penyelidikan dilakukan secara tertutup dan jurnalis tidak diperkenankan mendekat.
Inspektur Pengawasan Umum Polri Komisaris Jenderal Agung Budi Maryoto, dalam jumpa pers, Rabu (13/7/2022) malam, mengatakan, tim khusus mulai melakukan pendalaman olah TKP, hasil otopsi, serta saksi. Selain itu, tim kemungkinan akan memeriksa saksi lain untuk melengkapi keterangan yang diperlukan.
”Kita lebih menekankan kepada scientific crime investigation sehingga hasilnya utuh, obyektif, dan bisa terbuka untuk masyarakat,” kata Agung.
Kita lebih menekankan kepada scientific crime investigation sehingga hasilnya utuh, obyektif, dan bisa terbuka untuk masyarakat.
Baca juga: Kapolri Bentuk Tim Khusus Usut Kasus Polisi Tembak Polisi
Dalam kesempatan itu, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto menyarankan agar adanya masukan dari publik diterima secara terbuka oleh tim khusus tersebut. Dengan demikian, isu yang bergulir di lapangan dapat diuji dengan fakta lapangan yang ditemukan.
Hal itu penting agar publik mendapatkan informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Apalagi, di era media sosial, berbagai isu dan spekulasi mudah berkembang.
Kejanggalan
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam keterangan resmi, Rabu (13/7/2022), menyampaikan, kasus saling tembak antarpolisi di kediaman Kepala Divisi Propam Inspektur Jenderal Ferdy Sambo tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja. Mahfud menilai ada banyak kejanggalan yang muncul dari penanganan maupun penjelasan Polri kepada publik.
”Banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya,” ujar Mahfud melalui keterangan tertulis dari Arab Saudi.
Banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya.
Mahfud menyebut, kredibilitas Polri dan pemerintah menjadi taruhan dalam kasus tersebut. Sebab, dalam beberapa hasil survei selama setahun terakhir, Polri selalu mendapatkan penilaian atau persepsi positif dari publik. Persepsi positif terhadap Polri itu berkontribusi secara signifikan bagi kinerja pemerintah di bidang politik, keamanan, dan penegakan hukum. Salah satunya adalah hasil survei terakhir Indikator Politik yang diumumkan beberapa waktu lalu.
Oleh karena itu, Mahfud menilai langkah yang dilakukan oleh Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dengan membentuk tim khusus investigasi sudah tepat. Tim khusus itu terdiri dari orang-orang kredibel dan dipimpin oleh Wakapolri Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono.
”Itu sudah mewakili sikap dan langkah pemerintah sehingga Kemenko Polhukam akan mengawalnya,” tegas Mahfud.
Mahfud yang juga menjabat sebagai Ketua Kompolnas berpesan kepada Sekretaris Kompolnas Benny J Mamoto untuk aktif menelisik kasus tersebut. Kompolnas diminta membantu Polri untuk membuat perkara menjadi terang. Selain membentuk tim, Kapolri juga sudah mengumumkan untuk menggandeng Kompolnas dan Komnas HAM guna mengungkap kasus tersebut secara terang benderang.
Adapun, terkait dengan desakan publik agar Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo dinonaktifkan sementara agar penyelidikan berkara berjalan efektif, Mahfud mengatakan, hal itu tergantung dari temuan pendahuluan dari tim khusus Polri. Kapolri tentu akan menunggu temuan awal itu untuk memutuskan untuk menonaktifkan atau tidak Ferdy Sambo.
Pemeriksaan menyeluruh
Kriminolog dari Universitas Indonesia, Thomas Sunaryo, berpandangan, untuk mengungkap kasus tewasnya Brigadir J karena baku tembak yang terjadi di rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, pemeriksaan mesti dilakukan secara menyeluruh. Pemeriksaan yang dimaksud bukan hanya soal penyebab kematian Brigadir J, melainkan interaksi sosial yang terjadi di antara orang-orang yang terkait dengan peristiwa itu.
Oleh karena itu, kata Sunaryo, kronologi kejadian yang sejauh ini sudah diketahui polisi mesti dikembangkan dengan memeriksa orang-orang yang terkait. Hal itu mulai dari motif Brigadir J yang masuk ke kamar pribadi atasannya.
Kenapa dia (Brigadir J) begitu berani masuk ke kamar atasannya. Sementara, kata polisi, dia adalah sopir dari istri Kadiv Propam. Sejauh mana sebenarnya hubungan istri Kadiv Propam dengan dia karena tidak mungkin seorang polisi yang disebutkan sopir itu berani masuk ke kamar bosnya. Pasti sebelumnya ada interaksi yang intens.
”Kenapa dia (Brigadir J) begitu berani masuk ke kamar atasannya. Sementara, kata polisi, dia adalah sopir dari istri Kadiv Propam. Sejauh mana sebenarnya hubungan istri Kadiv Propam dengan dia karena tidak mungkin seorang polisi yang disebutkan sopir itu berani masuk ke kamar bosnya. Pasti sebelumnya ada interaksi yang intens,” kata Sunaryo.
Motif Brigadir J itu penting untuk mengungkap akar permasalahan. Namun, karena Brigadir J sudah meninggal, pemeriksaan harus dilakukan terhadap Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo maupun istrinya. Pemeriksaan sang istri diperlukan untuk mencari fakta terkait motif Brigadir J masuk ke kamar dan peristiwa penodongan senjata yang menurut polisi dilakukan Brigadir J terhadap istri Kadiv Propam.
Selain sang istri, Irjen Ferdy Sambo juga mesti diminta keterangan terkait posisi Brigadir J yang disebut polisi sebagai sopir sang istri. Hal itu juga termasuk pemahamannya mengenai hubungan sang istri dengan Brigadir J.
Dalam pemeriksaan keduanya, Sunaryo menyarankan agar permintaan keterangan dilakukan dengan pendampingan dari psikolog keluarga. Dengan demikian, pengungkapan fakta tersebut dapat dilakukan dengan lebih lengkap dan dalam, termasuk jika hal ini terkait dengan unsur kekerasan dalam rumah tangga.
Terkait dengan pernyataan Kapolri mengenai penyelidikan dan penyidikan polisi terkait dengan laporan polisi berupa ancaman pembunuhan dan ancaman kekerasan terhadap perempuan, menurut Sunaryo, proses tersebut dinilai sebagai upaya untuk melindungi korps kepolisian. Sebab, sedari awal disebutkan bahwa yang dilakukan Bharada E adalah sebuah pembelaan. Dan pembelaan semacam itu memang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, khususnya Pasal 49 dan Pasal 51.
Komnas HAM independen
Wakil Ketua Eksternal Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Amiruddin mengatakan, peristiwa baku tembak yang menyebabkan tewasnya Brigadir J mesti diungkap secara terang benderang berdasarkan prosedur dan mekanisme yang ada di Polri. Oleh karena itu, Polri tidak perlu melibatkan Komnas HAM.
”Ini merupakan momentum agar mekanisme di Polri berjalan sesuai prosedur. Jadi, jangan setiap permasalahan di negara ini diselesaikan dengan membuat tim gabungan. Ini berarti tidak percaya kepada institusi. Sebaliknya publik harus percaya pada langkah-langkah yang diambil,” tutur Amiruddin.
Ini merupakan momentum agar mekanisme di Polri berjalan sesuai prosedur. Jadi, jangan setiap permasalahan di negara ini diselesaikan dengan membuat tim gabungan. Ini berarti tidak percaya kepada institusi.
Menurut Amiruddin, Komnas HAM menghormati permintaan Kapolri. Namun, dalam hal ini, Komnas HAM akan tetap mengawal sesuai tugas dan fungsinya sebagai lembaga independen, bukan dengan masuk di dalam tim gabungan. Komnas HAM pun berharap agar dalam perkara ini, Kompolnas yang berperan lebih signifikan untuk mengawal dan memastikan jalannya penyelidikan dan penyidikan berjalan sesuai prosedur.
Karena dari pengalaman, dengan pembukaan akses yang sangat baik, luas, itu membuat terangnya peristiwa semakin lebar.
Baca juga: Insiden Polisi Tembak Polisi, Kenapa Baru Diungkap Setelah Tiga Hari?
Sementara itu, dalam kesempatan jumpa pers di Mabes Polri, Komisioner Komnas HAM Mohammad Choirul Anam mengatakan, Komnas HAM akan melakukan pendalaman dan penyelidikan sesuai prosedur yang berlaku di Komnas HAM. Jika diperlukan, Komnas HAM dipastikan akan mendapatkan akses dari Polri untuk melakukan penyelidikan.
”Karena dari pengalaman, dengan pembukaan akses yang sangat baik, luas, itu membuat terangnya peristiwa semakin lebar,” kata Choirul.
Adapun Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menegaskan bahwa Komnas HAM bukan bagian dari tim khusus atau tim gabungan. Komnas HAM juga membuka diri terhadap informasi yang dimiliki masyarakat yang terkait dengan kasus tersebut. (NAD/DEA)