Presiden: Menteri Harus Kerja Ekstra karena Perombakan Kabinet Masih Terbuka
Berulang kali Presiden mengingatkan para menteri untuk terus meningkatkan kinerja dan memperbaiki perekonomian. Kinerja buruk bisa berujung penggantian para menteri.
JAKARTA, KOMPAS — Dunia menghadapi ancaman resesi akibat krisis pangan dan energi. Menghadapi tantangan yang tidak mudah ini, Presiden Joko Widodo akan menggenjot para menterinya untuk bekerja ekstra. Perombakan anggota kabinet masih mungkin dilakukan jika diperlukan.
”Menteri tidak bisa bekerja biasa-biasa. Harus bekerja ekstra. Tidak bisa hanya bekerja secara makro, tetapi juga mikro bahkan supermikro, melihat secara detail satu per satu,” kata Presiden Joko Widodo saat berbincang-bincang dengan pemimpin redaksi media di Istana Negara, Rabu (13/7/2022). Acara ditutup dengan makan siang bersama.
Saat ditanya apakah sudah tidak ada lagi pergantian anggota kabinet, Presiden Jokowi langsung menyanggahnya. ”Hmm, kata siapa!” tegas Jokowi sambil tersenyum saat bersantap siang bersama pemimpin redaksi media.
Terkait menteri yang berkampanye untuk partai politik karena menjelang Pemilu, menurut Jokowi, hal itu boleh-boleh saja. Menteri selain pejabat publik juga merupakan pejabat politik. Namun, kampanye tidak boleh mengganggu pekerjaan utama sebagai menteri, terlebih di tengah situasi yang tidak mudah ini.
Dari pertemuan dengan sejumlah kepala negara, seperti Amerika Serikat, China, dan Uni Eropa, resesi bisa terjadi. Perang Ukraina-Rusia yang memicu adanya resesi dunia belum bisa dipastikan kapan akan berakhir.
Menteri tidak bisa bekerja biasa-biasa. Harus bekerja ekstra. Tidak bisa hanya bekerja secara makro, tetapi juga mikro bahkan supermikro, melihat secara detail satu per satu.
Dari kunjungannya ke Ukraina dan Rusia, beberapa waktu lalu, kedua pemimpin negara pun belum bisa memastikannya. Namun, Indonesia selaku negara yang cinta perdamaian dan tuan rumah G20 mengingatkan agar perang ini tidak mengganggu rantai pasok energi dan pangan karena bisa menimbulkan ancaman kelaparan miliaran penduduk.
Baca Juga: Indonesia Perlu Rencana Strategis dan Terperinci untuk Hadapi Krisis
Optimistis ekonomi
Terkait kondisi ekonomi Indonesia, Jokowi optimistis ekonomi Indonesia di tahun ini masih baik meski resesi dunia terjadi. Indonesia terselamatkan karena proporsi ekspor Indonesia hanya 16 persen dari produk domestik bruto. Sebagian besar PDB Indonesia ditentukan oleh faktor konsumsi.
”PDB kita paling besar jatuh di konsumsi, kita untungnya di situ,” ujarnya.
Selain itu, akibat hilirisasi yang sudah dilakukan beberapa tahun belakangan ini, dampaknya sudah terlihat. ”Sudah 23 bulan ini neraca perdagangan kita surplus terus dan gede banget,” paparnya.
Presiden Jokowi menyebutkan, sebelumnya neraca perdagangan Indonesia selalu defisit. Sejak larangan ekspor bahan mentah diberlakukan, surplus Indonesia justru mencapai 20,8 miliar dollar AS.
Sudah 23 bulan ini neraca perdagangan kita surplus terus dan gede banget.
Presiden meyakini, tahun depan, surplus bisa mencapai 30 miliar dollar AS, bahkan lebih besar lagi bila Indonesia sudah memproduksi baterai litium. Karena itu, siapa pun yang memimpin Indonesia ke depan, Presiden Jokowi berharap sosoknya berani menghentikan ekspor bahan mentah.
Akibat mengekspor bahan mentah, selama ini Indonesia tidak mendapat nilai tambah sama sekali. Pajak, baik PPh, PPn, bea ekspor, PNBP, maupun lapangan kerja, tidak bisa diraih di Tanah Air. Karena itu, hilirisasi memang harus dilakukan.
”(Ekspor) bauksit hentikan, (ekspor) emas hentikan, (ekspor) batubara hentikan. Batubara itu bisa jadi macam-macam, DME bisa,” ujarnya.
Di tengah ancaman krisis pangan, Presiden Jokowi bahkan berkeyakinan, Indonesia bisa swasembada pangan, terutama beras. Sebagai dampak dari telah dibangunnya banyak bendungan, daerah yang semula gagal panen bisa panen dan yang semua satu kali panen, bisa menjadi dua sampai tiga kali panen.
Saat ini, sebanyak 29 bendungan telah selesai dibangun. Tahun 2022 ini akan rampung 9 bendungan lagi. Total bendungan yang akan dibangun sampai akhir pemerintahannya sekitar 60 bendungan.
Menjaga daya beli
Sementara itu, untuk menjaga daya beli masyarakat terkait kondisi ekonomi saat ini, selain menggunakan anggaran negara sebagai peredam gejolak, dan agar lonjakan inflasi global tidak berdampak pada penurunan daya beli, pemangku kebijakan juga diharapkan bisa mendorong kemandirian pangan (Kompas, 11/7/2022).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, akhir pekan lalu, mengatakan bahwa inflasi Indonesia pada Juni 2022 sebesar 4,35 persen didominasi oleh kenaikan harga pangan bergejolak (volatile food) yang signifikan hingga mencapai 10,07 persen secara tahunan. Tren inflasi global lambat laun mengerek inflasi domestik yang pada Juni 2022 berada di level tertinggi dalam lima tahun terakhir. Pada bulan sebelumnya, inflasi harga pangan bergejolak tercatat sebesar 6,05 persen.
Menurut Febrio, inflasi yang dialami Indonesia masih tergolong moderat ketimbang laju inflasi di Amerika Serikat (AS) yang mencapai 8,6 persen dan kawasan Uni Eropa yang mencapai 8,8 persen.
Untungnya, di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah CPO (crude palm oil).
Meskipun begitu, pemerintah akan terus memantau dan memitigasi sejumlah faktor, baik eksternal maupun internal, yang dapat berpengaruh terhadap lonjakan inflasi nasional.
Faktor internal, lanjutnya, berupa peningkatan harga komoditas pangan yang meliputi cabai merah, cabai rawit, dan bawang merah akibat curah hujan tinggi di wilayah sentra produksi sehingga menimbulkan gagal panen dan gangguan distribusi.
”Untungnya, di sisi lain, harga minyak goreng mulai turun seiring melandainya harga minyak sawit mentah CPO (crude palm oil),” ujarnya.
Sementara dari sisi eksternal, ketegangan geopolitik akibat invasi Rusia ke Ukraina berdampak cepat dalam mendisrupsi pasokan dan mengganggu rantai pasok dunia.
Hal ini yang kemudian mendorong peningkatan inflasi global dan lonjakan harga komoditas pangan serta energi secara merata ke sejumlah kawasan, termasuk ASEAN.
”Pangan dan energi sangat penting bagi masyarakat sehingga pemerintah akan terus mengantisipasi dan memitigasi risiko dari kenaikan harga kelompok pangan bergejolak melalui berbagai kebijakan untuk menjamin kecukupan pasokan dan keterjangkauan harga pangan bagi masyarakat,” kata Febrio.
Optimalisasi APBN
Pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai penyerap gejolak (shock absorber) dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat, serta menjaga agar pemulihan ekonomi makin menguat.
Dalam rangka mengantisipasi kenaikan harga komoditas pangan dan energi global, pemerintah secara konsisten berupaya menjaga agar peran APBN sebagai penyerap gejolak (shock absorber) dapat berfungsi optimal untuk mengendalikan inflasi, menjaga daya beli masyarakat, dan menjaga agar pemulihan ekonomi makin menguat.
Baca Juga: Biayai Defisit APBN, Pasar Domestik Jadi Tumpuan
Upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan dilakukan, antara lain, dengan memberikan insentif selisih harga minyak goreng serta mempertahankan harga jual bahan bakar minyak (BBM), elpiji, dan listrik.
Kementerian Keuangan pada 2022 menambah alokasi untuk anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 349,9 triliun. Total tambahan alokasi tersebut terdiri dari tambahan untuk subsidi BBM, elpiji, dan listrik sebesar Rp 74,9 triliun serta tambahan kompensasi untuk PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) sebesar Rp 275 triliun.
Dalam APBN 2022 sebelum perubahan, anggaran belanja untuk subsidi dan kompensasi telah ditetapkan Rp 152,5 triliun, terdiri dari anggaran untuk subsidi Rp 134 triliun dan kompensasi sebesar Rp 18,5 triliun. Dengan adanya perubahan ini, anggaran subsidi dan kompensasi energi dalam postur APBN 2022 menjadi Rp 502,4 triliun.