Ada dua faktor utama yang membuat banyak purnawirawan TNI terjun ke dunia politik, kesempatan dan latar belakang profesionalisme.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·4 menit baca
Masuknya mantan Panglima TNI Marsekal (Purn) Hadi Tjahjanto ke dalam Kabinet Indonesia Maju pimpinan Presiden Joko Widodo bukan kejutan. Selain keduanya memiliki kedekatan secara pribadi, masuknya purnawirawan tentara dalam pemerintahan sudah jamak terjadi di Indonesia.
Kedekatan pribadi Hadi dan Jokowi telah terbangun saat keduanya sama-sama bertugas di Solo, Jawa Tengah pada 2010-2011. Saat itu, Hadi menjabat sebagai Komandan Pangkalan TNI AU Adi Sumarmo, sementara Jokowi Wali Kota Surakarta.
Komunikasi antara keduanya tetap terjalin hingga Jokowi terpilih menjadi Presiden pada Pemilu 2014. Hadi kemudian diangkat menjadi Sekretaris Militer Presiden pada 2015. Karier Hadi terus naik menjadi Kepala Staf TNI AU pada Januari 2017 dan 11 bulan kemudian diangkat Presiden Jokowi menjadi Panglima TNI.
Hadi bertugas selama empat tahun karena masa jabatannya sebagai Panglima TNI berakhir pada 17 November 2021. Tujuh bulan kemudian, tepatnya 15 Juni 2022, lulusan Akademi Angkatan Udara tahun 1986 itu dilantik Presiden Jokowi sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Penetapan Hadi sebagai pengganti Menteri ATR/Kepala Bappenas Sofyan Djalil menambah panjang deretan nama purnawirawan TNI yang berada di kabinet. Sebelumnya telah ada nama-nama, seperti Jenderal (HOR) Luhut Binsar Pandjaitan yang kini menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, dan Jenderal (Purn) Moeldoko sebagai Kepala Staf Kepresidenan. Ada pula Jenderal (Purn) Fachrul Razi yang menjadi Menteri Agama pada 2019-2020.
Pada periode pertama pemerintahan Jokowi juga ada nama Jenderal (Purn) Wiranto yang diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri juga ada nama-nama purnawirawan TNI.
Oleh karena itu, wajar kalau timbul pertanyaan, kenapa banyak pensiunan TNI masuk dan berkiprah di ranah politik? Pertanyaan ini menjadi pertanyaan riset yang dibahas Evan Laksmana sebagai peneliti senior Centre on Asia and Globalisation, Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore (NUS), dan Terence Lee, pengajar di Departemen Ilmu Poliitk (NUS).
Dalam sebuah diskusi daring yang diadakan Saw Swee Hock Southeast Asia Centre, London School of Political Science (LSE), London, medio Juni lalu, Terence Lee menyampaikan ada dua faktor utama yang menjadi jawaban pertanyaan tersebut.
Pertama, dari sisi politik dan masyarakat, reformasi telah mempersempit ruang bagi purnawirawan angkatan 70 ke atas untuk menempati pos-pos jabatan yang tersedia bagi mereka. Hal itu yang kemudian justru mendorong para purnawirawan untuk masuk ke kancah politik.
Lulusan 1965-1980 menempati porsi terbanyak purnawirawan yang masuk ke politik. Jumlah paling tinggi ditemukan pada angkatan 1970-1975.
Kemudian, yang kedua, dari sisi organisasi TNI, banyak jenderal yang dihasilkan pemerintahan Orde Baru. Evan membandingkan, pada masa Orde Lama, jumlah jenderal jauh lebih sedikit. Para purnawirawan jenderal yang telah memiliki pengalaman politik di masa orde baru serta memiliki jaringan di angkatan dan hasil teritorial inilah yang kini terjun ke politik praktis. Perlu dicatat, mereka telah memiliki pendidikan dan wawasan politik hasil akademi TNI yang telah mapan dan pengalaman selama Orde Baru.
Baik Evan maupun Terence mengatakan, penelitian mereka akan terus dikembangkan. Pasalnya, banyak faktor menarik yang menjadi fenomena. Menurut Evan, ada 20.646 lulusan Akademi Militer dari tahun 1940-2014. Data itu tentunya tidak sepenuhnya lengkap. Penelitian yang dilakukan berfokus pada 2.793 purnawirawan yang pensiun hingga tahun 2020.
Salah satu temuan paling menarik adalah lulusan 1965-1980 menempati porsi terbanyak purnawirawan yang masuk ke politik. Jumlah paling tinggi ditemukan pada angkatan 1970-1975.
Evan juga memaparkan data tentang peran-peran yang diambil para purnawirawan ini, mulai dari parpol dan kampanye (58,3 persen), kabinet dan birokrasi (17,1 persen), anggota DPR (14,7 persen), dan eksekutif dan legislatif di daerah (9,9 persen). Hal yang juga menarik, 60 persen dari purnawirawan ini memiliki rekam jejak karier di teritorial atau pertempuran.
Bisa diduga bahwa lebih banyak purnawirawan TNI AD yang terjun ke dalam politik walaupun ada juga dari TNI AL dan TNI AU. Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) Doni Monardo, Rabu (13/7/2022), mengatakan, ia tidak tahu persis alasan banyaknya purnawirawan, terutama angkatan 1970-1975, yang berkiprah di bidang politik.
Namun, menurut dia, bagi seorang purnawirawan, pengabdian tetap jalan terus. Bagi segelintir purnawirawan, bisa jadi jalur politik dan partai politik yang sesuai dengan aspirasinya. PPAD juga walaupun AD ART nya jelas-jelas menggarisbawahi bahwa secara organisasi PPAD harus netral secara politik, PPAD mendorong para purnawirawan untuk berkiprah.
”Kalau ada purnawirawan mau masuk parpol, ya, bagus, itu hak. Yang penting, kalau pengurus PPAD terus masuk parpol, ya, harus mundur dulu dari kepengurusan,” kata Doni.