Terima Remisi Khusus Idul Fitri, 675 Napi Langsung Bebas
Pada Idul Fitri 1443 Hijriah ini, 675 narapidana menerima Remisi Khusus II atau langsung bebas. Ada pula 138.557 narapidana lainnya menerima Remisi Khusus I atau pengurangan hukuman sebagian dan belum bisa bebas.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hari raya Idul Fitri 1443 Hijriah pada Senin (2/5/2022) membawa berkah tersendiri bagi 675 narapidana yang tersebar di seluruh Indonesia. Setelah menerima remisi khusus atau potongan hukum terkait dengan perayaan hari besar keagamaan, mereka dapat menghirup udara bebas dan merayakan kemenangan bersama dengan keluarga.
Seluruh 675 narapidana tersebut menerima Remisi Khusus II atau langsung bebas. Ada pula sebanyak 138.557 narapidana lainnya menerima Remisi Khusus I atau pengurangan hukuman sebagian dan belum bisa bebas. Dengan demikian, pada Idul Fitri tahun 2022, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan remisi kepada 139.232 narapidana yang beragama Islam.
Koordinator Humas dan Protokol Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kemenkumham Rika Aprianti dalam siaran pers, Minggu (1/5/2022), mengatakan, remisi diberikan sebagai bentuk penghargaan atas perubahan perilaku yang ditunjukkan selama pembinaan yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan (lapas), rumah tahanan (rutan), dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA). Remisi juga diberikan dalam rangka mempercepat proses reintegrasi sosial sehingga para narapidana tersebut dapat segera kembali ke masyarakat.
”Pemberian remisi Idul Fitri diharapkan dapat dijadikan sebagai renungan dan motivasi untuk selalu introspeksi diri dan terus berusaha menjadi manusia yang lebih baik. Pencapaian hari ini membuktikan mereka mampu mengubah diri menjadi manusia yang lebih baik. Jadilah insan yang taat hukum, berakhlak mulia dan berbudi luhur, serta berguna bagi pembangunan bangsa,” tutur Rika berpesan.
Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur bahwa narapidana berhak mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi). Remisi diberikan kepada narapidana dan anak yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, di antaranya sudah menjalani masa hukuman lebih dari enam bulan serta berkelakuan baik dengan dibuktikan tidak tercatat dalam buku register F.
Adapun besaran potongan hukuman yang diberikan antara lain berkisar antara 15 hari, 1 bulan, 1 bulan 15 hari, hingga dua bulan. Saat ini, jumlah warga binaan pemasyarakatan yang ada di seluruh Indonesia per 22 April 2022 adalah 272.721 orang. Jumlah tersebut terdiri dari 226.767 narapidana dan 45.954 tahanan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 203.206 di antaranya beragama Islam.
Pemberian remisi ini juga menghemat anggaran makan narapidana sebesar Rp 72,1 miliar. Selama ini, anggaran makan setiap napi per hari adalah Rp 17.000.
Adapun jumlah penerima remisi khusus Idul Fitri terbanyak pada tahun ini berasal dari wilayah Sumatera Utara sebanyak 16.265 orang, disusul Jawa Timur sebanyak 14.395 orang, dan Jawa Barat sebanyak 14.109 orang. Menurut Rika, pemberian remisi dilakukan secara transparan melalui sistem database pemasyarakatan (SDP) dan tanpa pungli. Sebab, data SDP yang dapat diakses secara online memiliki akurasi tinggi.
Pemberian remisi ini juga menghemat anggaran makan narapidana sebesar Rp 72,1 miliar. Selama ini, anggaran makan setiap napi per hari adalah Rp 17.000.
Pengendalian Covid-19
Selain memberikan remisi, Kementerian Kumham juga memperpanjang program asimilasi di rumah bagi narapidana dan anak. Program asimilasi itu diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 43 Tahun 2021 sebagai respons atas situasi pandemi Covid-19 yang ditetapkan sebagai bencana non-alam nasional. Permenkumham tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kelebihan penghuni (overcrowding ) di lapas dan rutan yang mencapai 106 persen.
”Kondisi overcrowded berdampak pada kurang optimalnya pelayanan dan pembinaan kepada warga binaan pemasyarakatan,” kata Rika.
Terkait dengan Covid-19, pada Jumat (29/4/2022) epidemiolog Dicky Budiman mengingatkan bahwa, sekalipun kasus Covid-19 di Indonesia belakangan ini menurun dan modal imunitas di populasi sudah tinggi, pergerakan penduduk yang sangat besar selama mudik Lebaran tetap berisiko memicu penularan. Untuk mencegah pemudik membawa virus korona tipe baru ke kampung, protokol kesehatan tetap harus dijalankan.
”Pergerakan penduduk yang sangat besar selama mudik berpotensi meningkatkan risiko penularan Covid-19 lagi. Tidak mungkin semuanya bisa diperiksa dan dipastikan tidak membawa virus,” ucapnya.