Megawati, ”Gorengan” Netizen, dan Tips Memasak Tanpa Minyak Goreng
”Mau di-bully urusan politik lain, terserah. Lho, ini saya mau membantu ibu-ibu supaya makan yang baik. Ini hakikat kehidupan lho. Kok, saya dipelintar-pelitir enggak jelas,” ujar Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
Belakangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dinilai sebagian warganet tidak mencerminkan sebagai partai wong cilik karena dianggap tidak berempati pada kesusahan rakyat yang sedang menghadapi kelangkaan minyak goreng. Namun, hal itu dibantah PDI-P. Partai sejatinya ingin menunjukkan bahwa bangsa ini bisa berdikari tanpa bergantung pada minyak goreng.
Dalam sebuah webinar bertajuk ”Mencegah Stunting untuk Generasi Emas”, pada Kamis (17/3/2022), Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri tiba-tiba menyoroti fenomena ibu-ibu yang rela mengantre seharian untuk mendapatkan minyak goreng. Ini terjadi akibat kelangkaan minyak goreng beberapa waktu terakhir.
Megawati mengaku heran dengan situasi tersebut. Ia bahkan sampai mengelus dada. Menurut dia, situasi antrean hingga rebutan untuk mendapatkan minyak goreng itu memperlihatkan seolah tidak ada cara lain dalam mengelola bahan makanan, seperti merebus atau mengukus.
”Saya sampai mikir. Jadi, tiap hari ibu-ibu itu, apakah hanya menggoreng sampai begitu rebutannya? Apa tidak ada cara untuk merebus, lalu mengukus, atau seperti rujak? Itu menu Indonesia, lho. Lha, kok, njelimet (rumit) gitu,” kata Megawati.
Baca juga: Mafia Minyak Goreng, Antara Ada dan Tiada
Sontak, cuplikan pernyataan Megawati itu viral. Megawati dinilai tidak berempati kepada ”barisan para ibu”. Salah satu akun Twitter, Heri Suwondo menyebut, Megawati tidak mungkin mengantre minyak goreng karena jumlah harta yang dilaporkan mencapai miliaran rupiah. Ia pun meminta kepada Megawati agar berempati kepada rakyat kecil. ”Jangan hanya mengaku partai politik wong cilik,” katanya.
Namun, bukan hanya berupa tulisan, ada pula sejumlah warganet yang membuat meme untuk menanggapi pernyataan Megawati. Misalnya, mereka membandingkan antara logo ”Ayam Goreng Suharti” dan ”Ayam Rebus Megawati”.
Tak hanya itu, ada beberapa warganet yang juga membuat video memasak. Mereka membuat masakan rebusan atau bakaran untuk menyindir pernyataan Megawati. Misalnya, ikan yang biasa diolah dengan digoreng, kini direbus dan langsung disajikan dengan nasi. Lalu, bakwan yang biasa digoreng, lantas diolah dengan direbus.
Melihat perilaku warganet itu, DPP PDI-P menggelar demo memasak tanpa minyak goreng di sekolah partai DPP PDI-P, Jakarta, Senin (28/3/2022). Acara tersebut dihadiri Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto, Ketua DPP Bidang Ideologi dan Kaderisasi PDI-P Djarot Saiful Hidayat, serta Ketua DPP Bidang Pariwisata PDI-P Wiryanti Sukamdani. Adapun, Megawati hadir melalui video telekonferensi.
DPP PDI-P juga menghadirkan sejumlah ahli masak, seperti Vice President Indonesian Chef Association (ICA) Handry Wahyu dan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia (APJI) Rahayu Setiowati. Mereka hadir untuk memberi tips memasak tanpa minyak goreng dan juga memberikan penilaian atas makanan-makanan yang telah disajikan para kader DPC PDI-P dari seluruh Indonesia. Tentunya, makanan-makanan itu juga dibuat tanpa menggunakan minyak goreng, seperti sayur lodeh, pandang bandeng, botok, dan ikan pepes.
Cenderung dipolitisasi
Dalam sambutan, Megawati mengatakan, pernyataan dirinya ihwal minyak goreng telah disalahartikan dan cenderung dipolitisasi. Ia justru merasa terenyuhsaat mendapatkan informasi mengenai ibu-ibu yang mengantre minyak goreng sejak subuh. Sebab, jika ibu-ibu itu mengantre, anak-anak mereka yang baru pulang sekolah justru tidak bisa makan.
”Oleh sebab itu, saya mengintrodusir bahwa bukan berarti tidak boleh memasak dengan minyak goreng. No (tidak). Pikiran kita mesti cerdas dan jangan dipotong-potong kalau saya ngomong. Yang sekarang senang, kan, mana yang mau menjatuhkan, itu yang dibuat, dipotong-potong (videonya). Jangan dong, masyarakat terus diombang-ambing dengan sebuah permainan politik yang harus menimbulkan pro dan kontra,” kata Megawati.
Megawati mengaku sangat sedih karena dikonfrontir dengan para ibu ihwal minyak goreng. Padahal, ia hanya ingin memberikan pengetahuan kepada para ibu bahwa ada cara lain memasak tanpa harus bergantung pada minyak goreng.
”Kesel aku deh. Kesel saya bukan karena di-bully. Mau di-bully urusan politik lain, terserah. Lho, ini saya mau membantu ibu-ibu supaya makan yang baik. Ini hakikat kehidupan lho. Kok, saya dipelintar-pelitir enggak jelas. Maaf saja. Sampai saya bilang ke Sekjen (PDI-P), jengkel. Memangnya saya ngomong bohong apa? Dibilang tidak ada empati atau apa? Sakit hati saya sebagai perempuan,” kata Megawati.
Ia pun menjelaskan, tujuan digelarnya demo memasak tanpa minyak goreng ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada ibu-ibu terkait asupan makanan khas Nusantara yang lezat dan bergizi meski bukan diolah dengan cara digoreng. Makanan itu bisa dikukus, direbus, dan dipanggang.
Kesel aku deh. Kesel saya bukan karena di- bully. Mau di- bully urusan politik lain, terserah. Lho, ini saya mau membantu ibu-ibu supaya makan yang baik. Ini hakikat kehidupan lho. Kok, saya dipelintar-pelitir enggak jelas. Maaf saja. Sampai saya bilang ke Sekjen (PDI-P), jengkel. Memangnya saya ngomong bohong apa? Dibilang tidak ada empati atau apa? Sakit hati saya sebagai perempuan. (Megawati Soekarnoputri)
Asupan makanan yang lezat dan bergizi itu akan sangat berguna bagi tumbuh kembang anak dibandingkan anak-anak harus diberikan makanan gorengan atau cepat saji (junk food). Hal ini menjadi semakin penting karena Presiden Joko Widodo telah mencanangkan Indonesia untuk menuju generasi emas di tahun 2045.
”Saya merasa prihatin. Kalau anak-anak sampeyan tidak sehat lahir batin, tidak cerdas, sedangkan pemimpin kita minta agar negara ini bisa punya generasi emas, generasi emas dari mana? Coba pikir panjang, jangan pikir pendek. Saya sedih banget kalau dengar anak-anak kita banyak yang stunting dan anemia,” kata Megawati.
Gizi seimbang
Dalam kesempatan yang sama, secara virtual, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo mengapresiasi semangat PDI-P yang justru menjawab tantangan-tantangan di lapangan. Sepakat dengan Megawati, menurutnya, untuk memperoleh gizi seimbang, itu tidak harus lewat makanan yang digoreng.
Misal, untuk mencegah anak dari stunting, tidak dibutuhkan telur goreng, tetapi cukup telur rebus. Di dalam telur itu, tanpa disadari, sudah terdapat kandungan minyak dan lemak. Begitu pula di dalam daging yang dipepes atau ikan yang dipepes, itu semua sudah ada minyak dan lemaknya.
Hasto Wardoyo menyebut, para orangtua sebenarnya tidak membutuhkan lagi minyak goreng. Sebab, minyak goreng itu justru berisiko terjadinya tekanan darah tinggi dan kolesterol. ”Jadi, cukup makanan gizi seimbang yang tidak digoreng,” ujarnya.
Kita perlu sadari, kita harus memanfaatkan sumber daya alam lokal. Kenapa? Dengan kita berdaulat secara pangan, artinya kita bisa berdaulat dan menjadi ketahanan negara. (Hendry Wahyu)
Handry Wahyu juga mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara yang besar. Negara ini mempunyai kekayaan budaya dan kekayaan alam dari Sabang sampai Merauke. Hal itu, menurutnya, sangat potensial untuk dijadikan suatu kedaulatan pangan.
“Kita perlu sadari, kita harus memanfaatkan sumber daya alam lokal. Kenapa? Dengan kita berdaulat secara pangan, artinya kita bisa berdaulat dan menjadi ketahanan negara,” ucap Handry.
Hasto Kristiyanto sependapat dengan Handry. Masyarakat Indonesia seharusnya bisa berdaulat di bidang pangan dan berdikari dengan segala kekayaan budaya dan sumber daya alam yang dimiliki. Namun, sayangnya, seluruh khazanah kuliner Nusantara ini tidak diangkat kembali terutama di masa Orde Baru.
Padahal, Presiden pertama RI Soekarno telah merintis suatu buku kulilner yang merupakan pegangan bagi kuliner Nusantara, yakni Mustikarasa. Buku tersebut mencerminkan kepribadian Nusantara dari lidah dan perut rakyat Indonesia. Pada saat itu, Bung Karno juga menyatakan, negara ini tidak boleh terjajah oleh makanan impor.
”Pentingnya kita untuk diversifikasi pangan dan jangan tergantung pada gorengan,” kata Hasto Kristiyanto.
Baca juga: Disparitas Harga Picu Masalah Minyak Goreng
PDI-P telah menunjukkan bahwa bangsa ini sebenarnya memang memiliki potensi besar untuk bisa terlepas dari jerat ”ketergantungan” pada minyak goreng. Namun, terlepas dari semua itu, kasus kelangkaan minyak goreng juga patut menjadi perhatian serius bagi pemerintah karena ini menunjukkan kegagalan pemerintah dalam meredam gejolak harga dan menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat.