Tak Hanya Munarman, FPI Juga Diduga Dukung Gerakan Terorisme NIIS
Jaksa menyebut hubungan Munarman dengan para tokoh kelompok teror terjalin setidaknya sejak 2002. Jaksa juga menyebut maklumat dan pidato pimpinan FPI mendorong para anggota FPI mendalami paham gerakan terorisme NIIS.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Sekretaris Umum Front Pembela Islam Munarman dituntut hukuman 8 tahun penjara karena dinilai terbukti melakukan permufakatan jahat untuk memengaruhi orang bergabung dalam kelompok teror dan melakukan aksi terorisme. Tak hanya Munarman, permufakatan itu juga diduga melibatkan Front Pembela Islam atau FPI sebagai organisasi.
Tuntutan terhadap Munarman dibacakan oleh sejumlah jaksa penuntut umum secara bergantian dalam sidang tuntutan perkara dugaan terorisme di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (14/3/2022). Sidang yang berlangsung sekitar tiga jam berlangsung secara tertutup. Awak media menyimak jalannya persidangan dengan mendengarkan suara para pihak lewat pengeras suara yang dipasang di teras pengadilan.
Dalam tuntutannya, jaksa memaparkan, Munarman menjadi bagian dalam permufakatan jahat memengaruhi orang untuk bergabung dalam kelompok teror dan melakukan aksi terorisme lewat kehadirannya dalam acara baiat atau ikrar sumpah setia kepada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) dan pemimpinnya, Abu Bakar al-Baghdadi, sekitar delapan tahun lalu. Baiat massal dilakukan dalam acara bertajuk ”Menyambut Lahirnya Peradaban Islam Baru Khilafah” di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, 6 Juli 2014. Acara berlangsung tertutup, tidak ada spanduk pemberitahuan di sekitar lokasi.
Acara tersebut dihadiri simpatisan NIIS yang tergabung dalam grup percakapan daring Telegram bernama ”Khilafah Daulah Islamiyah”. Meski tidak tergabung dalam grup tersebut, Munarman mengetahui agenda tersebut dari para panitia dan simpatisan NIIS. Ia juga mengetahui bahwa Fauzan Al Anshari, salah satu tokoh pendukung NIIS di Indonesia, akan hadir dalam baiat massal itu.
Jaksa menjelaskan, hubungan Munarman dengan para tokoh kelompok teror terjalin setidaknya sejak 2002 ketika ia menjadi kuasa hukum Majelis Mujahidin Indonesia (MMI). Saat itu, ia membela Abu Bakar Baasyir, tokoh senior Jamaah Islamiyah (JI), atas keterlibatannya dalam aksi Bom Bali. Munarman berhubungan dekat tidak hanya dengan tokoh JI, tetapi juga Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan juga kelompok yang terafiliasi dengan NIIS yang belakangan terbentuk, seperti Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) dan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Sejumlah saksi, lanjut jaksa, melihat bahwa dalam baiat massal itu Munarman tidak hanya hadir, tetapi juga mengikuti proses baiat. Ia berada di barisan yang sama dengan ratusan peserta lain. Saat baiat berlangsung, ia turut serta berdiri mengangkat tangan kanan sambil mengacungkan jari telunjuk dan mengucapkan ikrar setia kepada NIIS dan pemimpinnya dalam bahasa Arab dan Inggris.
”Oleh karena sudah mengikuti baiat tersebut, terdakwa sudah menyetujui seluruh ajaran ISIS dan bergabung dengan menjadi pendukung ISIS di Indonesia,” kata jaksa.
Maklumat FPI
Berselang empat bulan dari baiat massal di UIN Jakarta, FPI yang merupakan organisasi asal Munarman menyelenggarakan perayaan ulang tahun ke-16 di Jakarta. Dalam perayaan yang dihadiri seluruh pengurus wilayah itu, FPI mengeluarkan maklumat tertanggal 8 Agustus 2014.
Poin kelima maklumat menyebutkan bahwa FPI mendukung seruan dan nasihat pimpinan Al Qaeda agar seluruh komponen jihad yang ada di Suriah dan Irak bersatu dan bersaudara dengan mujahidin di seluruh dunia untuk melanjutkan perjuangan di Suriah, Irak, Palestina, serta negeri-negeri Islam lain yang tertindas.
Dalam acara yang sama, pemimpin FPI, Rizieq Shihab, dalam pidatonya juga menyampaikan dukungan terhadap NIIS. ”Kalau pemerintah zalim, maka hitamkan FPI. ISIS perlu tidak? Kemudian dijawab oleh jemaah, perlu,” kata jaksa menirukan perkataan Rizieq.
Pemimpin FPI, Rizieq Shihab, dalam pidatonya juga menyampaikan dukungan terhadap NIIS.
Maklumat dan pidato pimpinan FPI itu mendorong para anggota dan simpatisan untuk mendalami paham NIIS. Pada akhir 2014, Dewan Pimpinan Daerah (DPD) FPI Makassar, Sulawesi Selatan, pun mulai menggagas rangkaian acara dukungan terhadap NIIS dalam bentuk konvoi kendaraan membawa bendera NIIS, pembaiatan, dan pembahasan materi tentang NIIS, yang disamarkan dalam bentuk seminar. Panitia juga mengundang Munarman sebagai pembicara.
Munarman dipilih sebagai pembicara karena penyelenggara mengetahui kehadirannya pada baiat massal di UIN Jakarta. Sosoknya sebagai pengurus pusat FPI yang terkenal karena sering tampil di media massa juga menjadi pertimbangan. ”Kehadiran terdakwa diharapkan jadi daya tarik para simpatisan dan laskar untuk bergabung dengan daulah dan berbaiat kepada ISIS,” papar jaksa.
Lebih lanjut jaksa menyampaikan, Munarman hadir ke acara yang diselenggarakan pada 24–25 Januari 2015 di Sekretariat FPI Makassar dan Pondok Pesantren Tahfidzul Quran untuk menyampaikan materi seputar negara Islam dan pentingnya menerapkan sistem itu di Indonesia. Padahal, sejak awal panitia telah memberitahukan inti acara adalah dukungan terhadap NIIS, pembaiatan, dan pembahasan materi, yang disamarkan dengan dalih seminar. Munarman pun berangkat ke Makassar dengan ongkos pribadi.
Munarman dan sejumlah tokoh pendukung NIIS disebut sepakat agar agenda ditindaklanjuti dengan kajian rutin di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran dan Vila Mutiara di Makassar. Sementara di Medan, Sumatera Utara, aksi ditindaklanjuti dengan membentuk kelompok JAD Medan. Belakangan, Munarman juga disebut hadir dalam pembaiatan di Universitas Sumatera Utara.
Gerakkan orang
Rangkaian acara yang berlangsung di Makassar terbukti mampu menggerakkan orang tidak hanya untuk bergabung dalam kelompok teror, tetapi juga melancarkan serangan. Salah satu peserta acara, yakni pasangan suami istri Rullie Rian Zeke dan Ulfah, membawa empat anaknya untuk pindah ke Suriah pada medio 2016. Namun, mereka hanya sampai ke Turki dan tinggal selama setahun, lalu dideportasi kembali ke Indonesia. Tak berhenti di situ, pada 2018 Rullie berangkat untuk berjihad ke Filipina kemudian disusul oleh istri dan anak-anaknya. Pada 2019, mereka tercatat melakukan aksi bom bunuh diri di Gereja Katedral Jolo, Filipina.
Peserta lain adalah Rizaldi, yang pada 2017 juga membawa lima anaknya berjihad ke Suriah. Namun, rencana itu gagal dan mereka tertangkap di Bandara Soekarno-Hatta. Pada 2021, Rizaldi tewas tertembak aparat karena melawan saat akan ditangkap. Selain itu, peserta kajian Vila Mutiara pada 2018 juga menindaklanjuti pemahamannya dengan aksi teror. Dia adalah Lukman, pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar pada 2021.
Oleh karena itu, Munarman terbukti telah melakukan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau perbantuan aksi terorisme. Ia dinilai melanggar Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. JPU pun menuntutnya dengan hukuman delapan tahun penjara.
Beberapa hal yang memberatkan hukuman Munarman adalah tidak mendukung program pemberantasan terorisme, pernah dihukum selama 1 tahun 6 bulan karena melanggar Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, serta tidak mengakui dan tidak menyesali perbuatannya. Sementara posisinya sebagai tulang punggung keluarga dipandang sebagai hal yang meringankan hukuman.
Munarman terbukti telah melakukan permufakatan jahat, persiapan, percobaan, atau perbantuan aksi terorisme.
Terhadap tuntutan tersebut, majelis hakim menanyakan tentang pembelaan yang akan disampaikan Munarman. Ia berkesempatan untuk memilih penyampaian pembelaan secara pribadi atau oleh penasihat hukum.
Menanggapi itu, Munarman menjawab, ”Karena tuntutannya kurang serius, jadi saya akan ajukan pembelaan sendiri.”
Seusai sidang, pengacara Munarman, Aziz Yanuar, sepakat menilai tuntutan JPU kurang serius. Aziz mengatakan, semula pihaknya menduga akan ada tuntutan hukuman mati untuk Munarman. ”(Munarman) tadi ketawa-ketawa saja, tidak serius. Seharusnya tuntutannya hukuman mati,” katanya.