Dugaan permainan dalam penyaluran pupuk bersubsidi mulai diusut. Penyidik Dittipideksus menangkap dua pemalsu data penerima pupuk bersubsidi.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri menangkap dua pemalsu data penerima pupuk bersubsidi di Kabupaten Tangerang, Banten. Pemalsuan data diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp 30 miliar. Polri diharapkan tak hanya mengungkap pemalsuan data, tetapi juga praktik mafia dalam rantai penyelewengan pupuk bersubsidi.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus sekaligus Wakil Kepala Satgas Pangan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Whisnu Hermawan Februanto mengatakan telah menangkap dua tersangka yang terlibat dalam penyelewengan pupuk bersubsidi di Kabupaten Tangerang, Banten, Minggu (30/1/2022) malam. Dua tersangka yang bernisial AES (40) dan M (62) memalsukan data petani penerima pupuk bersubsidi. Modusnya, memasukkan data warga yang telah meninggal dan orang-orang yang sudah tidak bertani lagi dalam daftar penerima pupuk bersubsidi. Pemalsuan dilakukan sejak 2020.
”Mereka juga memainkan harga jual pupuk bersubsidi sehingga negara dirugikan Rp 30 miliar,” kata Whisnu dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022).
Ia menambahkan, penelusuran dugaan permainan dalam distribusi pupuk bersubsidi dimulai sejak adanya laporan dari masyarakat dan pemberitaan di media massa. Untuk menindaklanjutinya, penyidik Dittipideksus menyamar sebagai pembeli pupuk tanpa menggunakan kartu tani dan tanpa identitas yang terdaftar di rencana definitif kebutuhan kelompok (e-RDKK). Mereka membeli pupuk di kios pupuk lengkap milik AES dan M di wilayah distribusi Mauk dan Kronjo, Kabupaten Tangerang, Banten.
Dalam penyamaran itu, mereka mendapatkan fakta bahwa AES dan M menjual pupuk bersubsidi di atas harga eceran tertinggi (HET), baik kepada pembeli perseorangan maupun ke kios-kios pupuk. Contohnya, pupuk urea yang HET-nya Rp 2.250 per kilogram dijual dalam rentang harga Rp 2.800-Rp 4.000 per kilogram. Sementara itu, mereka memiliki jatah distribusi pupuk yang bisa dijual sebanyak hingga 500 ton atau 500.000 kilogram.
Penelusuran dugaan permainan dalam distribusi pupuk bersubsidi dimulai sejak adanya laporan dari masyarakat dan pemberitaan di media massa.
Dari AES dan M, kata Whisnu, pihaknya menyita bukti berupa 20 ton pupuk urea yang dikemas dalam 400 karung, 10 ton pupuk phonska dalam kemasan 200 karung dan 30 karung pupuk organik seberat 1,5 ton. Sebuah mesin electronic data capture (EDC) BRI, uang hasil penjualan pupuk sebesar Rp 8 juta, dua mobil pikap, dan dua ponsel juga turut disita. Selain itu, polisi juga menyita enam bundel dokumen e-RDKK tahun anggaran 2020-2022, satu bundel dokumen rekap penjualan disertai fotokopi kartu tanda penduduk (KTP) petani periode 2020-2022, serta lima buku dan kartu tani.
Whisnu menegaskan, pengungkapan ini baru permulaan dari rangkaian penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan. Pihaknya akan terus mengembangkan kasus hingga menemukan para pelaku yang terlibat dalam distribusi pupuk bersubsidi secara ilegal dalam berbagai tingkat. Saat ini, timnya pun tengah bergerak di tiga wilayah, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
”Kami juga akan membuat surat telegram ke seluruh jajaran agar bisa menindak tegas pihak-pihak yang menyalahgunakan pupuk bersubsidi,” ujarnya.
Meski demikian, penangkapan awal ini diharapkan bisa memberi efek jera, sekaligus memantik para pemain untuk menghentikan aktivitasnya. Jalur distribusi pupuk bersubsidi juga diharapkan kembali bersih, harga pupuk stabil, dan produksi pertanian juga semakin baik.
Kepala Satgas Pangan Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Helmy Santika menambahkan, pihaknya berkewajiban untuk menjamin ketersediaan pupuk dan menjaga harga di lapangan. Tidak boleh ada upaya dari pihak tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi dari distribusi pupuk bersubsidi. Terkait dengan adanya pemberitaan dan keluhan masyarakat seputar kelangkaan pupuk bersubsidi, Satgas Pangan Bareskrim telah menggelar rapat koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Konsolidasi internal juga dilakukan untuk memetakan pihak yang terlibat dan bagaimana penyelewengan pupuk bersubsidi bisa dilakukan. Pengusutan akan dimulai dari pelaku level bawah hingga atas. ”Sasaran kami mulai dari operator sampai regulator,” ucap Helmy.
Secara terpisah, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, meminta agar Polri mengungkap seluruh pihak yang berperan dalam distribusi pupuk bersubsidi secara ilegal. “Pengungkapan dugaan kejahatan harus komprehensif untuk efek jera dan tidak terjadi perulangan di kemudian hari,” ujarnya.
Berdasarkan invetigasi Kompas sepanjang Desember 2021-Januari 2022, ditemukan adanya praktik distribusi pupuk subsidi secara ilegal. Sejumlah pihak diduga terlibat, mulai dari produsen, distributor, kios resmi, hingga aparat kepolisian.
Dalam rantai distribusi ilegal ini, anggota polisi—salah satunya di Indramayu, Jawa Barat—ditengarai berperan membiarkan penyelewengan terjadi dengan cara meminta pelapor tidak membesar-besarkan masalah dan tidak meneruskan laporan. Laporan seorang distributor resmi pupuk bersubsidi yang melihat indikasi penyelewengan kepada Polres Indramayu juga tidak diakui oleh Satuan Reskrim Polres Indramayu.