Saat Advokat Didakwa Telah Merintangi Proses Penyidikan...
Advokat Didit Wijayanto Wijaya didakwa menghalangi atau merintangi proses penyidikan perkara dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia. Samakah kasusnya dengan Fredrich Yunadi, pengacaranya Setya Novanto?
Advokat Didit Wijayanto Wijaya didakwa telah menghalangi atau merintangi proses penyidikan perkara dugaan korupsi pembiayaan ekspor nasional di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI tahun 2013-2019. Di sisi lain, penetapan tersangka advokat tersebut dinilai dipaksakan oleh penyidik kejaksaan.
Dakwaan tersebut dibacakan jaksa penuntut umum dalam Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Selasa (25/1/2022), yang dipimpin Hakim Ketua Panji Surono dengan didampingi Fahzal Hendri dan Agus Salim sebagai hakim anggota. Adapun dakwaan dibacakan secara bergantian oleh jaksa penuntut umum Andi dan Tri.
Jaksa mendakwa Didit telah dengan sengaja merintangi atau mencegah proses penyidikan yang dilakukan penyidik pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung dalam perkara dugaan pidana korupsi pembiayaan ekspor nasional oleh LPEI. Adapun pihak yang diperiksa dalam perkara tersebut adalah Indra Wijaya Supriadi, Amri Alamsyah, Creisa Ryan Gara Savada, Eko Madiasto, Mugi Lastiadi, Novlies Hendrawan, dan Rizki Armando Riskomar.
Baca Juga: Peran Advokat dalam Penegakan Hukum Masih Diabaikan
”Terdakwa memberikan arahan dan bersepakat dengan para saksi untuk meminta penundaan pemeriksaan para saksi. Dan dalam pemeriksaan saksi-saksi tersebut agar para saksi tidak memberikan keterangan terkait materi pokok perkara,” kata jaksa.
Terdakwa memberikan arahan dan bersepakat dengan para saksi untuk meminta penundaan pemeriksaan para saksi. Dan dalam pemeriksaan saksi-saksi tersebut agar para saksi tidak memberikan keterangan terkait materi pokok perkara.
Menurut jaksa penuntut umum, para saksi diminta terdakwa tidak memberi keterangan dengan alasan agar meminta penyidik mencantumkan nama tersangka, mencantumkan pasal yang disangkakan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) saksi dan meminta jumlah kerugian negara yang sudah pasti. Akibatnya, ketika memeriksa para saksi tersebut, penyidik tidak mendapatkan keterangan apa pun terkait dengan perkara tersebut.
Didit bersama para saksi didakwa telah mengadakan pertemuan untuk menyusun jawaban yang disiapkan sebagai pegangan para saksi kepada penyidik. Jawaban tersebut berisi arahan dari terdakwa agar para saksi tidak kooperatif kepada penyidik sedari awal. Selain itu, terdakwa juga meminta agar para saksi tidak masuk ke materi pokok ketika ditanya penyidik.
Padahal, menurut jaksa penuntut umum, pada tahap penyelidikan, para pegawai dan mantan pegawai LPEI telah memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik dalam perkara tersebut. Atas dasar itulah, penyelidik menyimpulkan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga penyelidikan ditingkatkan ke tahap penyidikan.
”Bahwa perbuatan terdakwa bersama para saksi yang dengan sengaja meminta penundaan dan tidak memberikan keterangan secara benar saat diperiksa dimaksudkan untuk mencegah dan merintangi penyidik,” ujar jaksa.
Bahwa perbuatan terdakwa bersama para saksi yang dengan sengaja meminta penundaan dan tidak memberikan keterangan secara benar saat diperiksa dimaksudkan untuk mencegah dan merintangi penyidik.
Dalam perkara tersebut, terdakwa dijerat dengan dakwaan kesatu Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau, kedua, Pasal 22 No UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP
Atas dakwaan tersebut, terdakwa Didit menyatakan akan mengajukan eksepsi. Demikian pula tim penasihat hukum juga menyatakan akan mengajukan eksepsi.
Di luar sidang, penasihat hukum terdakwa, Antoni Silo, dari Dewan Pimpinan Nasional Persatuan Advokat Indonesia (DPN Peradi), mengatakan, memberikan nasihat hukum kepada klien merupakan tugas advokat. Selama pemeriksaan dilakukan dalam perkara dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Impor (LPEI), terdakwa juga dianggap tidak melakukan pelanggaran, seperti menghilangkan barang bukti atau tidak menghadirkan saksi yang dipanggil penyidik kejaksaan.
Memaksa kewenangan
”Penyidikan mana yang dihalangi oleh Didit? Kan, tidak boleh dipenggal-penggal. Kliennya Didit ditahan, Didit ditahan, kemudian (dalam proses penyidikan) tersangka (perkara LPEI) ditemukan. Seharusnya (terdakwa) dilepas dong, kan sudah tidak terhalang,” kata Antoni.
Ini bukan perasaan. Kami DPN (Dewan Pimpinan Nasional) Peradi ’all out’ melakukan (pembelaan) ini karena ada 70.000-an anggota kami yang terancam kalau ’ngasih’ nasihat (hukum) jadi kriminal. Ini sekali lagi adalah hak diatur dan dilindungi KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).
Menurut Antoni, kliennya dinilai telah menjalankan tugasnya sebagai penasihat hukum dalam koridor itikad baik. Sebaliknya, ia mengingatkan agar penyidik tidak menuntut seseorang dan membawanya ke pengadilan dengan dasar perasaan.
Baca Juga: Advokat Diharapkan Bersuara Kritis
”Ini bukan perasaan. Kami DPN Peradi all out melakukan (pembelaan) ini karena ada 70.000-an anggota kami yang terancam kalau ngasih nasihat (hukum) jadi kriminal. Ini sekali lagi adalah hak diatur dan dilindungi KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana),” ujar Antoni.
Hal senada disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Pembelaaan Profesi Advokat DPN Peradi sekaligus Ketua Tim Penasihat Hukum untuk Kasus Advokat Didit Wijayanto Wijaya, Hendrik Jehaman, mengatakan, nasihat advokat mestinya tidak dipermasalahkan. Penetapan Didit sebagai tersangka dan kini terdakwa dinilai menunjukkan penyidik memaksakan kewenangannya.
”Ada kesan-kesan memaksakan kehendak dan membuat perkara ini menjadi lebih runyam,” ujar Hendrik.
Kegeraman Hendrik bisa dipahami karena apa yang dilakukan Didit tampaknya tak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh pengacara eks Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, yang dituding merintangi penyidikan perkara kasus korupsi Setya Novanto. Fredrich Yunadi yang dinilai merekaya kasus kecelakan Setya hingga dirawat di rumah sakit dengan menyebut ’gara-gara kecelakaan benjol Setya Novanto segede bakpao’ dan lainnya akhirnya divonis 7 tahun penjara.
Kegeraman Hendrik bisa dipahami karena apa yang dilakukan Didit tampaknya tak bisa disamakan dengan apa yang dilakukan oleh pengacara eks Ketua DPR Setya Novanto, Fredrich Yunadi, yang dituding merintangi penyidikan perkara kasus korupsi Setya Novanto. Fredrich Yunadi yang dinilai merekaya kasus kecelakan Setya hingga dirawat di rumah sakit dengan menyebut ”gara-gara kecelakaan benjol Setya Novanto segede bakpao” dan lainnya akhirnya divonis 7 tahun penjara.
Dalam vonisnya, sebagai pengacara, Fredrich melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Fredrich sudah memesan kamar pasien terlebih dulu sebelum Novanto mengalami kecelakaan.
Fredrich juga meminta dokter RS Permata Hijau untuk merekayasa data medisSetya Novanto. Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidikKPK. Saat itu,Setya Novantotelah berstatus sebagai tersangka perkara tindak pidanakorupsipengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP).