Tidak seperti sebelumnya, Muktamar Ke-34 NU di Lampung berjalan mulus. Ketegangan akibat perbedaan pendapat luruh karena kuatnya persaudaraan para Nahdiliyin serta humor yang kerap muncul selama muktamar berlangsung.
Oleh
Rini Kustiasih/Iqbal Basyari
·6 menit baca
Jauh dari kekhawatiran awal, estafet kepemimpinan di tubuh Nahdlatul Ulama berjalan mulus dan minim kericuhan. Ada saja humor yang muncul di tengah ketegangan saat pembahasan tata tertib, bahkan penghitungan suara calon ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama.
Muktamar kali ini pun berlangsung relatif damai sekalipun dinamika perbedaan pendapat juga tetap muncul. Namun, jika dibandingkan dengan situasi muktamar-muktamar sebelumnya, Muktamar Ke-34 NU di Lampung kali ini jauh lebih tenang dan damai. Dalam sejarahnya, muktamar NU selalu dinamis, dan bisa terjadi perdebatan yang sangat keras.
Dalam Muktamar Ke-34 yang berlangsung pada 22-24 Desember itu, KH Yahya Cholil Staquf terpilih sebagai Ketua Umum PBNU yang baru menggantikan KH Said Aqil Siroj. Gus Yahya mendapatkan 337 suara, lebih banyak daripada Kiai Said yang mendapatkan 210 suara. Selain itu, ada satu suara abstain.
Layaknya sebuah organisasi yang demokratis, perdebatan juga beberapa kali muncul selama muktamar berlangsung. Namun, sekeras apa pun perdebatan terjadi, orang-orang NU tidak kehilangan selera humor dan kekeluargaannya.
Salah satu fragmen yang mengundang gelak tawa dalam Muktamar NU di Lampung ini ialah peristiwa sandal yang tertukar. Peristiwa ini terjadi di tengah-tengah ketatnya penghitungan suara calon ketua umum PBNU, selepas Subuh, Jumat (24/12/2021).
Sebagian muktamirin memang melaksanakan shalat di Gedung Serbaguna (GSG) Universitas Lampung, yang menjadi tempat digelarnya sidang pleno pemiihan ketua umum PBNU.
Izin para kiai, yang tadi shalat Subuh di sebelah kiri, mohon, sandalnya yang tertukar mungkin sebelah. Sekali lagi, mungkin Pak Kiai yang shalat Subuh sebelah kiri sandalnya ada yang tertukar.
Namun, ketika penghitungan dimulai lagi sekitar pukul 05.00, panitia membuat pengumuman soal sandal yang tertukar. ”Izin para kiai, yang tadi shalat Subuh di sebelah kiri, mohon, sandalnya yang tertukar mungkin sebelah. Sekali lagi, mungkin Pak Kiai yang shalat Subuh sebelah kiri sandalnya ada yang tertukar,” ujar panitia melalui pengeras suara.
Sontak pengumuman itu membuat muktamirin tertawa. Entah sandal siapa yang tertukar. Sebagian muktamirin spontan menengok sandal mereka untuk memastikan sandal mereka bukan milik orang lain.
Soal sandal tertukar memang hal biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari nahdliyin. Mereka kerap kali menyimpan alas kakinya saat akan shalat berjamaah. Sebab, jika tidak, sandal mereka bisa tertukar dipakai orang lain yang juga shalat di tempat yang sama. Namun, sandal yang tertukar di arena muktamar dan diumumkan di tengah-tengah penghitungan suara yang ketat baru sekali ini terjadi.
Peristiwa lucu lainnya juga muncul saat panitia mengumumkan nama Ramadhan Bariyo sebagai salah satu bakal calon ketua umum PBNU yang diusulkan oleh satu muktamirin. Tidak jelas siapa Ramadhan yang dimaksudkan oleh muktamirin dalam kertas yang ditulisnya. Ramadhan ini muncul bersanding dengan nama Kiai Said, Gus Yahya, dan KH Asad Said Ali, serta KH Marzuki Mustamar.
Hingga muktamar ditutup, sosok Ramadhan Bariyo masih menjadi teka-teki. Bisa jadi itu adalah nama salah satu pengurus cabang NU yang mengusulkan namanya sendiri dalam pencalonan. Meski begitu, semua nama yang diusulkan oleh muktamirin tetap diumumkan secara terbuka.
Saling memuji
Penyelenggaraan muktamar yang relatif damai ini membuat pimpinan sidang pleno, M Nuh, terharu. Perbedaan pendapat dan protes memang terjadi, seperti adanya permintaan muktamirin agar ruang rapat pleno disterilkan untuk menghindari penyusup. Namun, protes itu mampu ditangani dengan baik.
Dengan suaranya yang teduh, Nuh menawarkan agar ruangan dikosongkan terlebih dulu untuk menghindari penyusup sebagaimana dikhawatirkan muktamirin. Mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu lebih memilih menenangkan muktamirin meski harus kehilangan waktu dua jam untuk proses pemilihan. Langkah itu dilakukan untuk memastikan pemilihan hanya diikuti oleh pemilik suara.
”Alhamdulillah kita bisa selesaikan muktamar dengan baik sekali,” ujarnya tercekat dan kemudian menangis saat menyampaikan sambutan seusai penghitungan suara.
Ia lalu melanjutkan, ”Muktamar Ke-34 ini dibayangi Muktamar Ke-33 yang sungguh menyedihkan kejadiannya. Karena itu, beberapa kiai berpesan kepada saya, tolong dijaga betul dengan sejuk. Alhamdulillah panjenengan semua bisa bersama-sama membawa muktamar ini dengan penuh kesejukan.”
Nuh mengatakan, penyelenggaraan Muktamar Ke-34 yang relatif damai dan sejuk ini merupakan pertanda baik untuk menghantarkan NU menuju 100 tahun kedua. Muktamar yang damai itu juga menunjukkan kecintaan semua pihak kepada NU. ”Masa depan ada di tangan Anda semua, dengan baik dan rukun. Dan itulah kekuatan yang ada di NU,” katanya.
Harapan NU yang bersatu dan dewasa dalam berdemokrasi itu terlihat ketika Kiai Said dan Gus Yahya saling memuji dan mengucapkan selamat. Bahkan, sesuai adab santri kepada kiainya, Gus Yahya mencium tangan Kiai Said. Sekalipun Kiai Said berusaha mencegah, tanda kasih murid dan guru itu tak bisa ditolak.
Kiai Said yang telah dua periode memimpin NU itu menyebut Gus Yahya sebagai sahabatnya. Ayahnya pernah berguru kepada kakek buyut Gus Yahya, KH Cholil Harun. ”Saya turut gembira dan bangga atas keberhasilan Gus Yahya. Saya bersyukur muktamar selesai dengan damai, nyaman, dan penuh tawa. Kita lupakan apa yang terjadi kemarin, kita bergandengan tangan,” ucap Kiai Said.
Ia menegaskan, pilihan muktamirin kepada Gus Yahya sudah sangat tepat dan diharapkan membawa keberkahan bagi NU pada masa depan. Sekalipun tidak lagi menjadi pengurus di PBNU, Kiai Said bertekad akan terus mendakwahkan islam wasathiyah, yang moderat dan toleran di Indonesia.
Gus Yahya pun memuji Kiai Said. Ia menyebut Kiai Said adalah guru yang menggembleng, menguji, dan membukakan pintu untuknya. Saat mengucapkan itu, Gus Yahya terisak. Tangisnya melambangkan penghargaannya kepada kiainya.
”Saya tidak tahu apakah cukup umur saya untuk membalas jasa-jasa beliau. Kalau ini disebut keberhasilan, sesungguhnya ini adalah atsar beliau. Kalau ada yang patut dipuji dari semua ini, pujian ini milik beliau,” ucap mantan Juru Bicara Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu.
Selanjutnya, Gus Yahya mengajak semua elemen di internal NU untuk bekerja bersama menyongsong masa depan. Ia membawa visi ”Menghidupkan Gus Dur”. Visi ini dibawanya untuk merealisasikan cita-cita Gus Dur dalam perspektifnya, seperti penguatan organisasi PBNU dan meneruskan peran NU dalam demokratisasi dan kemanusiaan.
Wali Kota Pasuruan yang juga Ketua PBNU demisioner, Syaifullah Yusuf, mengatakan, perbedaan pendapat itu biasa di NU. Pertarungan wacana memang kerap kali keras. Namun, pada ujungnya persaudaraan yang dikedepankan. Kiai Said dipandang sebagai sosok hebat dan banyak pencapaian yang dilakukan saat memimpin PBNU.
”Namun, setiap orang ada masanya, dan setiap masa ada orangnya,” kata Gus Ipul.
Sekalipun kontestasi ketat, NU sekali lagi menunjukkan kedewasaan dan kelihaiannya dalam mengatasi sekaligus mengakomodasi perbedaan. ”NU itu awalnya gegeran, tapi akhirnya ger-geran (tertawa). Itu seperti sudah inheren di tubuh NU. Beda pendapat itu biasa saja," katanya.
Kini, NU punya nakhoda baru, Gus Yahya, sebagai Ketua Umum dan KH Miftachul Akhyar selaku Rais Aam. Pertentangan akibat perbedaan pilihan pada muktamar mesti diempaskan. Sudah saatnya semua nahdliyin bergandengan tangan, melangkah menuju abad ke-2 yang tentu penuh tantangan.