TNI AU meresmikan gedung Satuan Siber (Satsiber) demi mendukung kerja satuan di bawah Dispamsanau itu. Satsiber dibentuk untuk mencegah, menanggulangi, memulihkan, dan menindak serangan siber terhadap infrastruktur AU.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sepekan terakhir, upaya TNI untuk memperkuat lini keamanan siber mulai terlihat. Mulai dari membangun infrastruktur pendukung satuan siber hingga mengedukasi masyarakat. Namun, penguatan keamanan siber secara internal merupakan tantangan yang harus segera dijawab oleh TNI karena celah kerawanan belum sepenuhnya bisa ditutup.
Penguatan pertahanan siber salah satunya dilakukan oleh TNI AU. Kamis (2/12/2021), Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo meresmikan Gedung Satuan Siber (Satsiber) Dinas Pengamanan dan Persandian Angkatan Udara (Dispamsanau) di Markas Besar Angkatan Udara (Mabesau), Jakarta. Bangunan ini didirikan untuk mendukung kerja Satsiber Dispamsanau yang dibentuk sejak 2020 untuk mencegah, menanggulangi, memulihkan, dan menindak serangan siber terhadap infrastruktur AU.
Fadjar mengatakan, dalam sudut pandang pertahanan, internet telah berevolusi sedemikian rupa. Ruang maya saat ini telah berubah menjadi sarana pertempuran yang intensitasnya diprediksi terus meningkat. Saya yakin serangan yang memanfaatkan cyberspace semakin meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun,” katanya.
Oleh karena itu, ia meminta agar keamanan di internal Satsiber Dispamsanau ditingkatkan. Salah satunya dengan membuat standar prosedur dan pengaturan otorisasi akses. Meski baru dibentuk setahun yang lalu, Fadjar mengapresiasi kerja Satsiber yang mampu membangun aplikasi cyber warrior. Ke depan, kemampuan teknis para personel perlu terus ditingkatkan.
Pekan lalu, Pusat Sandi dan Siber TNI Angkatan Darat (Pussansiad) juga menyelenggarakan ekshibisi siber untuk memberikan pemahaman pentingnya keamanan siber kepada masyarakat. Komandan Pussansiad Brigadir Jenderal (TNI) Iroth Sonny Edhi mengatakan, kerawanan pada keamanan siber merupakan ancaman bagi pertahanan negara yang harus dihadapi secara kolaboratif dengan warga. Sebab, ranah digital merupakan hal yang relatif baru baik bagi TNI AD maupun masyarakat.
Penguatan keamanan siber sejalan dengan visi dan misi Panglima TNI Jenderal (TNI) Andika Perkasa yang salah satunya menyangkut peningkatan operasional siber. Saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di Komisi I DPR November lalu, Andika mengatakan, hal itu akan dilakukan dengan pembangunan dan penguatan tim cepat tanggap keamanan siber. Selain itu, ia berjanji akan memperkuat kelembagaan, infrastuktur, dan sumber daya manusia TNI terkait dengan keamanan siber.
Masih rawan
Meski sejumlah upaya telah dan sedang dilakukan, celah kerawanan pada sistem digital TNI belum bisa ditutup sepenuhnya. Penelusuran Kompas pada situs komunitas peretas global zone-h.org, hingga Kamis sore terdapat 124 kali peretasan yang pernah dilakukan pada situs berdomain .mil.id atau domain resmi TNI dalam kurun Januari 2020-November 2021.
Sebagian besar peretasan dilakukan dengan teknik mass defacement atau mengubah tampilan situs secara massal dengan menargetkan seluruh situs yang menggunakan domain atau sistem operasi tertentu. Peretas mayoritas berasal dari dalam negeri, hanya ada dua peretasan yang terdeteksi dilakukan dari luar negeri.
TNI harus fokus untuk mengamankan sistemnya, jangan sampai sudah sosialisasi kepada masyarakat, padahal internalnya masih lemah.
Pakar digital forensik Ruby Alamsyah mengatakan, komitmen TNI untuk memperkuat keamanan siber perlu dimulai dengan mengoptimalkan keamanan di setiap matra. Ini penting untuk menjaga data prajurit serta strategi pertahanan negara dari kebocoran.
Belakangan, tambahnya, sejumlah instansi negara telah menjadi sasaran peretas. Data pribadi warga pun tersebar bahkan dijual bebas. Tidak tertutup kemungkinan, kebocoran juga bisa terjadi pada data milik TNI.
“
”TNI harus fokus untuk mengamankan sistemnya, jangan sampai sudah sosialisasi ke masyarakat, padahal internalnya masih lemah,” kata Ruby.
Menurut dia, selain membangun sistem digital yang canggih, penguatan sumber daya manusia juga harus dilakukan. Salah satunya dengan membuka jalur perekrutan khusus bagi para ahli untuk menjadi anggota TNI. Sebab, masih ada posisi terkait keamanan siber yang diduduki oleh prajurit yang tidak menguasai bidang tersebut.
Mengacu pada praktik yang dilakukan banyak negara, jenjang karier untuk prajurit yang fokus di bidang keamanan siber juga mesti diperjelas. ”Jangan sampai sudah membentuk Satsiber yang bagus, tetapi SDM-nya tidak mumpuni, itu yang menjadi masalah umum di Indonesia,” kata Ruby.