KY: Putusan MK Jadi Pijakan Memperbaiki Kualitas Seleksi Calon Hakim
KY berkomitmen akan lebih terbuka pada masukan publik untuk memperbaiki profesionalisme KY dalam seleksi hakim ”ad hoc”. Masukan dari masyarakat sipil yang telah diterima akan dijadikan pegangan bagi KY ke depan.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-VIII/2020, Komisi Yudisial berjanji memperbaiki kualitas seleksi calon hakim ad hoc agar lebih obyektif dan profesional. Putusan uji materi itu menjadi beban ke depan bagi Komisi Yudisial untuk melahirkan calon hakim Mahkamah Agung yang berintegritas.
Komisioner Komisi Yudisial (KY) sangat mengapresiasi putusan uji materi UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY. Mereka menilai pertimbangan yang digunakan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan itu sangat baik. Selain menyatakan bahwa kewenangan KY untuk menyeleksi hakim ad hoc di Mahkaham Agung (MA) konstitusional, MK juga menyebut KY sebagai perisai penjaga independensi dan imparsialitas hakim. Oleh karena itu, KY diperintahkan tetap menyeleksi calon hakim di tingkat kasasi dan peninjauan kembali dengan obyektif dan profesional.
Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Hukum, Advokasi, Penelitian, dan Pengembangan KY Binziad Kadafi, Kamis (25/11/2021), mengatakan, KY mengapresiasi pertimbangan yang digunakan MK dalam putusan Nomor 92/PUU-VIII/2020. Dalam pertimbangannya, MK menyebut bahwa KY adalah perisai untuk menegakkan independensi dan imparsialitas hakim. Ini sekaligus menegaskan betapa pentingnya keberadaan KY dalam menjaga dan menegakkan kehormatan hakim yang diatur dalam Pasal 24B UUD 1945.
Selain itu, menurut Binziad, arti penting dari putusan MK itu adalah penegasan bahwa keberadaan KY yang didesain untuk melakukan seleksi hakim agung dan hakim ad hoc di MA sangat signifikan untuk menjaga kemandirian hakim.
”Salah satu poin penting dari pertimbangan MK adalah bahwa wewenang tersebut berkaitan erat dengan upaya menjaga dan menegakkan kehormatan hakim. KY dipandang penting untuk menjadi perisai bagi independensi dan imparsialitas kemerdekaan kekuasaan kehakiman. Ini diakui secara universal dalam Basic Principles on the Independence of the Judiciary,” papar Binziad.
Saat ini, KY juga sedang menyelenggarakan seleksi calon hakim agung dan calon hakim ad hoc di MA. Pada awal pekan lalu, Senin (22/11/2021), KY membuka seleksi untuk delapan hakim agung terdiri dari 1 hakim agung untuk kamar perdata, 4 orang untuk kamar pidana, 1 orang untuk kamar agama, dan 2 orang untuk kamar tata usaha negara khusus pajak. MA juga mengajukan kebutuhan tiga hakim hakim ad hoc tindak pidana korupsi untuk tingkat kasasi. Pembukaan dimulai pada 22 November-10 Desember mendatang.
Dengan putusan MK terbaru itu, menurut Kadafi, KY akan lebih terbuka pada masukan publik untuk memperbaiki profesionalisme KY dalam seleksi hakim ad hoc. KY juga telah menerima masukan dari masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) yang memberikan banyak evaluasi terkait dengan proses seleksi calon hakim agung sebelumnya. Ini akan dijadikan pegangan bagi KY ke depan.
Dengan putusan MK terbaru itu, menurut Binziad, KY akan lebih terbuka pada masukan publik untuk memperbaiki profesionalisme KY dalam seleksi hakim ad hoc.
Komisioner KY lainnya, Joko Sasmito, menambahkan, dalam hal transparansi publik saat seleksi calon hakim agung ataupun ad hoc, KY harus memedomani aturan yang berlaku. Misalnya, saat tahapan wawancara rekam jejak calon hakim, tidak semua materi bisa bebas dibuka ke publik. Namun, jika ada temuan dari masyarakat terkait rekam jejak calon hakim, KY akan terbuka menerima masukan tersebut. KY justru akan merasa terbantu apabila masyarakat memiliki penelusuran rekam jejak calon hakim yang sedang mereka seleksi.
”Kalau memang ada masukan atau hasil penelusuran dari masyarakat sipil, silakan disampaikan ke KY. Kami akan dengan senang hati menerimanya,” kata Joko.
Komisioner KY Bidang Rekrutmen Hakim, Siti Nurjanah, menerangkan, metode seleksi calon agung dan calon hakim ad hoc pada dasarnya sama. Hanya sejumlah persyaratannya saja yang berbeda, seperti batas minimal usia. Selain itu, tahapan yang harus dilalui juga sama mulai seleksi administrasi, psikotes, wawancara, hingga penelusuran rekam jejak.
”Pada saat memutus perkara di MA, hakim agung dan hakim ad hoc tipikor kedudukannya akan sama sehingga di tahap seleksinya pun kualitas dan ketatnya sama. Ini agar tercipta hakim yang independen dan berintegritas,” tutur Siti.
Dihubungi terpisah, anggota Koalisi Pemantau Peradilan (KPP), Julius Ibrani, mengatakan, putusan MK yang menyatakan kewenangan seleksi hakim ad hoc tetap konstitusional sudah tepat. Oleh karena itu, KY juga harus mampu membuktikan bahwa lembaga tersebut bisa menjaga independensi dan imparsialitas hakim. Caranya adalah dengan memastikan rekam jejak hakim secara obyektif sejak tahap awal seleksi. Rekam jejak itu harus dibuka kepada publik tidak hanya terkait produk putusan, tetapi juga kepribadian, psikologis, dan hubungan sosial hakim, baik antara penegak hukum maupun pihak-pihak yang beperkara.
”Sudah sangat tepat posisi KY disebut perisai independensi dan imparsialitas hakim. Lebih dari sekadar membentengi, tetapi juga memotori agar proses seleksi bisa berjalan secara baik dan obyektif untuk menjaga independensi itu,” papar Julius.
Melalui kewenangan itu, KY juga akan melahirkan calon-calon hakim agung yang kerap disebut sebagai wakil Tuhan di bumi. Mereka harus memiliki integritas tinggi untuk menghasilkan putusan yang berkualitas dan memenuhi rasa keadilan. Komisi Pemantau Peradilan (KPP) berharap, ke depan KY dan Komisi III DPR sebagai pihak yang berwenang menyeleksi hakim agung dan ad hoc di MA bisa lebih menekankan pada rekam jejak calon hakim.
Komisi Pemantau Peradilan (KPP) berharap, ke depan KY dan Komisi III DPR sebagai pihak yang berwenang menyeleksi hakim agung dan ad hoc di MA bisa lebih menekankan pada rekam jejak calon hakim.
”Jangan sampai ada calon yang punya rekam jejak buruk, baik dari produk putusannya maupun hubungannya dengan pihak-pihak yang beperkara, justru terpilih menjadi hakim agung atau ad hoc. Ini harus benar-benar menjadi perhatian serius dari KY,” tutur Julius.