November Diharapkan Jadi Titik Akhir Penentuan Hari Pemungutan Suara Pemilu 2024
Tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 perlu segera ditetapkan. Komisi II DPR berharap, hari pemungutan suara sudah ditetapkan paling lambat November 2021.
Oleh
IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat meminta agar penentuan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 diputuskan paling lambat November 2021. Pemerintah, penyelenggara pemilu, dan DPR mesti duduk bersama menyatukan suara agar tidak ada lagi pembelahan dalam memutuskan agenda demokrasi lima tahunan itu.
Hingga saat ini, pemerintah, DPR, dan KPU masih belum satu suara terkait penentuan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. KPU mengusulkan pemungutan suara pemilu dilaksanakan 21 Februari 2024 dan Pilkada pada 27 November 2024. Pemerintah mengusulkan pemungutan suara pemilu pada 15 Mei 2024, sedangkan Pilkada 2024 sama seperti KPU.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menyikapi usulan pemerintah itu, KPU membuka opsi lain terkait pemungutan suara pemilu bisa dilaksanakan pada 15 Mei 2024 dengan catatan Pilkada 2024 diundur hingga 19 Februari 2025. Namun, opsi ini membutuhkan perubahan undang-undang. Pasal 201 Ayat 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebut pilkada dilaksanakan pada November 2024.
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa dihubungi dari Jakarta, Senin (11/10/2021), mengatakan, penentuan tanggal pemungutan suara mesti segera ditetapkan paling lambat November. ”Apa pun keputusannya karena harus segera diputuskan,” katanya.
Dari dua usulan itu, lanjut Saan, tidak hanya sikap dari KPU dan pemerintah yang berbeda, sikap partai politik di DPR juga masih terbelah. Dari sembilan fraksi di DPR, empat fraksi setuju dengan usulan pemerintah, yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, dan Partai Amanat Nasional. Adapun tiga fraksi sepakat dengan usulan KPU, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Keadilan Sejahtera. Sementara itu, dua fraksi, yakni Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Demokrat belum memutuskan sikap.
Oleh sebab itu, menurut dia, perbedaan sikap antarfraksi, terutama partai pendukung pemerintah, mesti diselesaikan di tingkat elite. Ketua umum parpol pendukung pemerintah harus bertemu agar bisa satu suara mengenai tanggal pemungutan suara Pemilu 2024. Pertemuan ini menjadi penting agar semua parpol tidak terbelah dalam memutuskan agenda demokrasi lima tahunan tersebut. ”Kami tidak ingin agenda politik demokrasi nasional diputuskan dengan terbelah karena tidak baik untuk ke depannya. Kita hindari itu,” kata Saan.
Menurut Saan, KPU hanya memikirkan beban kerjanya dalam mengusulkan tanggal pemungutan suara. Padahal, ada variabel pandemi Covid-19 yang mesti diperhitungkan dalam menentukan agenda politik itu. Sebab, pemerintah membutuhkan konsentrasi untuk mengatasi pandemi beserta dampak yang ditimbulkan.
Seandainya pemungutan suara dilakukan Februari dan tahapan dilakukan selama 20 bulan atau 25 bulan, tahapan akan dimulai paling cepat awal 2022. Saat tahapan itu dimulai, artinya sudah masuk tahun politik karena dinamika politik nasional akan lebih dinamis. Selain itu, masa transisi selama delapan bulan antara 21 Februari dan pelantikan Presiden-Wakil Presiden 20 Oktober dinilai terlalu lama.
”Dinamika politik yang tinggi tentu sedikit banyak akan berpengaruh pada konsentrasi pemerintah dalam penanganan pandemi,” katanya.
Saan menuturkan, pelaksanaan Pemilu 2024 perlu mengutamakan prinsip efisiensi. Tidak hanya efisien soal anggaran, tetapi juga efisien dalam tahapan. Nasdem mengidentifikasi setidaknya ada tiga tahapan yang bisa diefisienkan, yakni rekapitulasi suara, perselisihan hasil, dan masa kampanye.
Tahapan rekapitulasi suara dari 35 hari bisa dipersingkat menjadi 20 hari hingga 25 hari. Sementara tahapan sengketa hasil di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung yang biasanya berlangsung selama 85 hari agar dikurangi menjadi 40 hari. Selanjutnya, masa kampanye pilkada bisa dikurangi.
”Hal-hal seperti ini harus di-excercise KPU dan pemerintah secara lebih detail. Keinginan KPU bisa terakomodasi dan tetap memperhitungkan situasi pandemi,” tutur Saan.
Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim berharap pemerintah, DPR, dan masyarakat sipil memberi dukungan penuh kepada KPU yang diberi otoritas oleh undang-undang agar segera menetapkan tanggal 21 Februari 2024 sebagai hari pemungutan suara Pemilu 2024. Kepastian ini penting agar seluruh tahapan dan jadwal Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 dapat segera ditetapkan dan polemik mengenai hari pemungutan suara dapat diakhiri.
PKB, kata Luqman, mempertimbangkan pentingnya menghindarkan tahapan-tahapan pemilu dari momentum yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan residu kontraproduktif lainnya. Apabila pemungutan suara Pemilu 15 Mei, puncak kampanye pemilu akan bersamaan dengan umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Adapun bulan ramadhan 2024 akan dimulai sekitar tanggal 9 Maret 2024 dan Idul Fitri sekitar 9-10 April 2024.
”Puncak kampanye pemilu pada bulan Ramadhan tentu tidak elok dan berpotensi mengganggu ibadah umat Islam. Ingat, kita adalah bangsa yang ber-Ketuhanan. Sila Pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa,” katanya.
Luqman menuturkan, PKB merasa penting mengingatkan pemerintah mengenai sensitivitas publik, terutama umat Islam atas bulan Ramadhan. ”Bulan Ramadhan sebagai puncak kampanye juga berpotensi meningkatkan eskalasi politik identitas dan manuver politik bernuansa SARA. PKB tidak ingin keutuhan NKRI terancam akibat Pemilu 2024. Inilah di antara pertimbangan PKB kenapa coblosan Pemilu 21 Februari jauh lebih ideal dan rasional,” katanya.