Hutan Mangrove, KTT G-20, dan Komitmen Ekonomi Hijau
Hutan mangrove di Taman Hutan Rakyat Ngurah Rai, Bali, akan menjadi salah satu ”venue” yang diperlihatkan kepada para pemimpin negara anggota G-20 dalam konferensi tingkat tinggi di Bali tahun 2022.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
Untuk pertama kalinya Indonesia dipercaya memegang presidensi G-20, kelompok yang terdiri atas 19 negara perekonomian besar dunia ditambah Uni Eropa. Bagi Indonesia, presidensi G-20 merupakan kepercayaan sekaligus sebuah tanggung jawab besar.
Dengan penunjukan sebagai presidensi itu, Indonesia diberi tanggung jawab menjadi tuan rumah pertemuan tingkat tinggi para pemimpin negara anggota G-20. Tak hanya membentuk panitia nasional, pemerintah juga sudah menetapkan Bali sebagai lokasi pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 pada tahun 2022.
Hari Jumat (8/10/2021), Presiden Joko Widodo bersama Ibu Negara Nyonya Iriana bertolak ke Bali untuk melihat langsung sejumlah lokasi yang akan menjadi tempat pelaksanaan KTT G-20. Salah satunya hutan mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai. Menurut rencana, kawasan asri dengan hutan mangrove yang lebat dan indah ini akan dipertontonkan kepada para pemimpin negara anggota G-20.
”Nanti mungkin akan menjadi salah satu venue yang akan kita perlihatkan kepada pemimpin-pemimpin G-20 tahun depan,” ujar Presiden Jokowi dalam keterangannya saat meninjau hutan mangrove di Taman Hutan Raya Ngurah Rai, Kabupaten Badung, Jumat pagi.
Hutan mangrove di Provinsi Bali yang dibangun sejak tahun 2003 ini merupakan tempat percontohan rehabilitasi ekosistem hutan mangrove di Indonesia. Presiden Jokowi juga menyebut bahwa hutan mangrove di Bali dimanfaatkan sebagai sarana edukasi, pariwisata, dan penguatan perekonomian masyarakat.
Melihat manfaat yang begitu besar, pemerintah berniat untuk terus melakukan replikasi model rehabilitasi hutan mangrove seperti di Taman Hutan Raya Ngurah Rai di provinsi-provinsi lainnya. ”Ini akan terus kita lakukan di kawasan-kawasan pesisir untuk memulihkan, untuk melestarikan kawasan hutan mangrove kita dan juga untuk mengantisipasi dan memitigasi dari perubahan iklim dunia yang terus dan akan terjadi,” ujar Presiden.
Kami harapkan ada peningkatan, baik dari produksi ikan maupun hasil laut lainnya, terutama kepiting yang cocok untuk mangrove ini dan yang paling akhir adalah bisa meningkatkan pendapatan masyarakat.
Presiden berharap penanaman mangrove di kawasan pesisir pantai dapat memperbaiki kualitas lingkungan, baik di pesisir maupun di daerah pantai. ”Melalui penanaman mangrove ini kita harapkan bisa mengurangi energi gelombang, bisa melindungi pantai dari abrasi, juga bisa menghambat intrusi air dan memperbaiki kualitas lingkungan baik di lingkungan pesisir maupun habitat di daerah pantai,” tambahnya.
Kepala Negara juga berharap rehabilitasi mangrove dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui produksi hasil laut. ”Kami harapkan ada peningkatan, baik dari produksi ikan maupun hasil laut lainnya, terutama kepiting yang cocok untuk mangrove ini dan yang paling akhir adalah bisa meningkatkan pendapatan masyarakat,” tuturnya.
Keberhasilan konservasi
Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, keberhasilan konservasi hutan mangrove di Mangrove Conservation Forest beriringan dengan alih usaha dari budidaya tambak menjadi multiusaha lain berbasis ekosistem mangrove. Alih usaha tersebut, antara lain, budidaya ikan tangkap, hasil pengolahan produk mangrove nonkayu, dan pariwisata.
Menurut Siti, upaya tersebut menunjukkan bahwa pemulihan ekosistem mangrove dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal maupun regional. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, luas lahan mangrove di Provinsi Bali 2.143,97 hektar. Dari luas tersebut, 19 hektar di antaranya termasuk kategori kerapatan jarang dan masih terdapat habitat mangrove yang berpotensi dapat ditanami seluas 263 hektar.
Ketika berjalan kaki menyusuri hutan mangrove, Presiden Jokowi dan Ibu Iriana juga mendapatkan penjelasan dari pengelola Taman Hutan Raya, Komang Tri, tentang kawasan hutan mangrove tersebut. Komang Tri menjelaskan bahwa kawasan hutan mangrove tersebut direhabilitasi sejak tahun 1992.
”Luas kawasan ini 268 hektar. Sebelumnya merupakan lahan eks tambak ikan dan udang yang terbengkalai. Sejak 1992, direhabilitasi dan berhasil dengan baik. Saat ini terdapat 92 jenis burung dan 33 jenis tanaman mangrove,” ucap Komang Tri.
Rehabilitasi kawasan mangrove yang kritis memang menjadi komitmen pemerintah saat ini. Kunjungan ke Taman Hutan Rakyat Ngurah Rai, Bali, juga bukanlah kunjungan pertama Presiden untuk melihat langsung kondisi kawasan mangrove. Pada 28 September lalu, Presiden menanam mangrove di dua provinsi yang berbeda. Penanaman mangrove pertama dilakukan di Pantai Wisata Raja Kecil di Desa Muntai Barat, Kecamatan Bantan, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Kemudian yang kedua pada sore hari di Kelurahan Setokok, Kecamatan Bulang, Batam, Provinsi Kepulauan Riau.
Dari kunjungan-kunjungan itu diharapkan dapat diperoleh gambaran mengenai prestasi dan komitmen ekonomi hijau Indonesia. Sebuah komitmen yang dapat ditunjukkan kepada para delegasi KTT G-20 tahun depan.