Presiden Jokowi: Komponen Cadangan Hanya untuk Kepentingan Pertahanan Negara
Komponen cadangan dibentuk untuk memperkuat sistem pertahanan rakyat semesta. Anggota komponen cadangan hanya bisa digerakkan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR dan tidak boleh beraktivitas secara mandiri.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono, Edna C Pattisina
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 3.103 anggota komponen cadangan tahun 2021 ditetapkan sebagai wujud pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara. Presiden Joko Widodo menegaskan, komponen cadangan hanya boleh digunakan untuk kepentingan pertahanan negara.
Komponen cadangan harus selalu siaga dan siap dikerahkan apabila negara memanggil karena keadaan darurat militer atau perang. Keberadaan komponen cadangan adalah mendukung komponen utama pertahanan negara, yakni Tentara Nasional Indonesia (TNI). Kedua komponen itu diperlukan karena kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta keselamatan bangsa dan rakyat Indonesia adalah segala-galanya.
”Itulah sistem pertahanan kita yang bersifat semesta. Sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan amanat pada upacara Penetapan Komponen Cadangan Tahun 2021 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pasukan Khusus (Pusdiklatpassus), Bandung, Jawa Barat, Kamis (7/10/2021).
Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya bela negara dan usaha pertahanan negara. Karena itu, Presiden menyampaikan terima kasih kepada seluruh anggota komponen cadangan yang telah mendaftar secara sukarela dan mengikuti seleksi serta pelatihan dasar kemiliteran.
Para anggota komponen cadangan itu tidak aktif setiap hari. Setelah ditetapkan sebagai anggota komponen cadangan, mereka kembali ke profesi masing-masing. ”Anggota komponen cadangan tetap berprofesi seperti biasa. Masa aktif komponen cadangan hanyalah pada saat mengikuti pelatihan dan pada saat mobilisasi,” kata Presiden.
Akan tetapi, anggota komponen cadangan harus selalu siaga jika dipanggil negara. Komponen cadangan dikerahkan apabila negara dalam keadaan darurat militer atau keadaan perang. Sesuai dengan UU Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Kepentingan Negara (PSDN), komponen cadangan hanya bisa dikerahkan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dengan demikian, tidak boleh ada satu pun anggota komponen cadangan yang melakukan kegiatan mandiri.
Dalam kesempatan tersebut Presiden Jokowi menuturkan bahwa komponen cadangan hanya boleh digunakan untuk kepentingan pertahanan dan kepentingan negara. ”Perlu saya tegaskan, komponen cadangan tidak boleh digunakan untuk lain, kecuali kepentingan pertahanan. Komponen cadangan hanya untuk kepentingan pertahanan dan kepentingan negara,” katanya.
Dijelaskan, penetapan komponen cadangan akan semakin memperkokoh sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta dengan TNI sebagai komponen utama. Pemerintah juga mulai melakukan modernisasi alat utama sistem senjata secara menyeluruh pada semua matra, baik darat, laut, maupun udara.
Perlu saya tegaskan, komponen cadangan tidak boleh digunakan untuk lain, kecuali kepentingan pertahanan. Komponen cadangan hanya untuk kepentingan pertahanan dan kepentingan negara.
”Kita juga punya putra-putri yang tidak kalah kemampuannya di bidang sains dan teknologi. Ilmuwan-ilmuwan kita, insinyur-insinyur kita, sedang melakukan penelitian dan pengembangan di berbagai bidang strategis, pembangunan fregat buatan Indonesia, termasuk peluru kendali untuk pertahanan udara dan pertahanan laut, serta dalam pembangunan kapal selam Indonesia,” tuturnya.
Pada upacara tersebut, Brigadir Jenderal Yusuf Ragainaga bertindak selaku komandan upacara. Adapun Marsekal Pertama Budi Sumarsono bertindak selaku perwira upacara. Upacara diawali pemeriksaan pasukan oleh Presiden Jokowi selaku inspektur upacara yang menaiki jip terbuka dengan didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan komandan upacara.
Penetapan komponen cadangan ditandai pernyataan resmi oleh Presiden Jokowi serta penyerahan tunggul satuan komponen cadangan kepada masing-masing komandan batalyon. ”Dengan mengucap bismillahir-rahmanir-rahim, pada hari ini, Kamis, tanggal 7 Oktober tahun 2021, pembentukan komponen cadangan tahun 2021 secara resmi saya nyatakan ditetapkan,” kata Presiden Jokowi.
Seusai memberikan amanat, Presiden Jokowi kemudian menyaksikan defile pasukan komponen cadangan. Pada kesempatan tersebut ditampilkan juga demonstrasi keterampilan para anggota komponen cadangan, seperti bongkar pasang senjata dengan mata tertutup, keterampilan lempar pisau dan kapak, keterampilan menggunakan senjata sumpit, atraksi bela diri militer, dan sosiodrama.
Hadir pada upacara tersebut, antara lain, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa, Kepala Staf TNI Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono, dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengatakan, tahap pembentukan komponen cadangan dimulai dari 17-30 Mei 2021 saat diadakan pendaftaran. Setelah seleksi selama dua minggu, 3.103 peserta menempuh pendidikan dasar militer selama 3 bulan, yaitu 17 Juni sampai 18 September 2021.
Mereka dilatih di enam lokasi terpisah, yaitu Rindam Jaya, Jakarta; Rindam III/Siliwangi, Jawa Barat; Rindam IV/Diponegoro, Jawa Tengah; Rindam V/Brawijaya, Jawa Timur masing-masing 500 orang. Selanjutnya, di Rindam XII/Tanjung Pura, Kalimantan, 499 orang dan Universitas Pertahanan, Jawa Barat, sebanyak 604 orang.
Prabowo merujuk dasar regulasi dari komponen cadangan, yaitu UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam pertahanan dan keamanan negara serta sistem keamanan semesta yang dilaksanakan secara total dan terpadu. Prabowo juga menuturkan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara menyebutkan tentang bela negara, komponen cadangan, dan komponen pendukung.
Ia juga mengutip UU PSDN yang mengatur pembentukan komponen cadangan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu pendaftaran, seleksi, pelatihan dasar militer, dan penetapan. ”Penetapannya hari ini, 7 Oktober 2021,” kata Prabowo.
Potensi politisasi
Peneliti senior Imparsial, Al Araf, ketika dimintai pandangan mengatakan, pidato Presiden Jokowi menunjukkan bahwa Presiden khawatir komponen cadangan punya potensi disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan di luar pertahanan. ”Sehingga kemudian Presiden menegaskan bahwa (komponen cadangan) ini hanya untuk kepentingan pertahanan, dipakai pada situasi darurat militer atau situasi perang,” katanya.
Menurut Al Araf, hal yang disampaikan Presiden Jokowi dalam pidatonya itu sesungguhnya menunjukkan bahwa Presiden, di satu sisi, juga khawatir komponen cadangan bisa disalahgunakan untuk kepentingan-kepentingan politik. ”(Hal ini) karena hal itu pernah terjadi pada 1998, Pamswakarsa, ya, kan. Pernah terjadi pada masa Timor Leste, milisi, dan sebagainya,” katanya.
Kedua, Al Araf menuturkan, ada kekhawatiran juga karena regulasi UU terkait pengelolaan sumber daya nasional secara luas mengatur spektrum ancaman, yakni di dalamnya mengatur mulai ancaman perang, ancaman nonperang, dan ancaman hibrida.
”Kalau untuk ancaman perang, itu mungkin sesuatu yang jelas, tidak masalah. Namun, yang ancaman hibrida dan nonperang yang diatur dalam UU PSDN inilah yang kemudian bisa membuka ruang terjadinya politisasi komponen cadangan untuk kepentingan-kepentingan tujuan politik dan tujuan di luar pertahanan. Itu yang berbahaya,” tuturnya.
Oleh karena itu, Al Araf melanjutkan, koalisi masyarakat sipil melakukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi untuk meminta penghapusan pasal tentang ancaman nonperang dan ancaman hibrida tersebut. ”Dari omongan Presiden tadi seharusnya pemerintah tidak perlu bertahan untuk tetap mempertahankan UU yang ada. Sebenarnya, omongan Presiden tadi itu menunjukkan bahwa ada kelemahan di UU PSDN,” katanya.