Presiden 2024 Perlu Meneladani Kepemimpinan Soekarno-Soeharto
Pada era Orde Lama dan Orde Baru, Indonesia pernah dekat dengan Amerika Serikat dan Uni Soviet. Kini, di tengah perang dingin AS-China, Indonesia dinilai berperan strategis karena jadi tempat perebutan dua kekuatan itu.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemimpin yang terpilih dalam Pemilu Presiden 2024 diharapkan membawa kembali Indonesia menjadi pemain inti di tengah persaingan dua negara adidaya, Amerika Serikat dan China. Peran Indonesia yang signifikan dalam kancah politik dan ekonomi global ketika pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto harus dikembalikan.
Guru Besar Fakultas Ekonomi IPB University Didin S Damanhuri mengatakan, Indonesia pernah menjadi pemain inti dalam kancah politik dan ekonomi global saat pemerintahan Presiden Soekarno dan Soeharto. Keduanya mampu membawa Indonesia menjadi negara yang sangat diperhitungkan dalam percaturan global.
Pada era Presiden Soekarno, Indonesia dinilai mampu menjadi kekuatan politik besar dunia. Ini ditunjukkan dengan kesuksesan Indonesia menggelar Konferensi Asia-Afrika pada 1955.
Pada era Presiden Soekarno, Indonesia dinilai mampu menjadi kekuatan politik besar dunia. Ini ditunjukkan dengan kesuksesan Indonesia menggelar Konferensi Asia-Afrika pada 1955 dan mampu mendorong negara industri di Asia menjadi bangkit. Sementara Presiden Soeharto membawa Indonesia pada kemajuan di bidang ekonomi dengan tetap berpegang pada konstitusi. Namun, di era Reformasi, presiden-presiden terpilih hanya membuat Indonesia sebagai negara pengikut.
”Jejak-jejak politik dan ekonomi pemimpin sebelumnya mestinya bisa membuat pemipin 2024 ke depan membuat Indonesia kembali menjadi pemain inti dalam percaturan global,” katanya saat webinar bertajuk ”New Cold War US-China dan Reposisi Geopolitik Indonesia: Lesson Learned dari Peristiwa 1965”, Jumat (1/10/2021).
Hadir pula sebagai pembicara pendiri Narasi Institute, Fadhil Hasan; Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah; politikus Partai Gerindra, Fadli Zon; dan pengamat kebijakan publik Said Didu.
Didin berharap presiden dan wakil presiden terpilih dalam Pilpres 2024 melakukan manuver yang lebih kuat agar Indonesia kembali menjadi pemain inti dunia. Itu hanya bisa dilakukan jika Presiden terpilih memiliki kapasitas sebagai negarawan serta sudah selesai dengan diri sendiri dan kelompoknya.
Meskipun menganut politik bebas aktif dan nonblok, menurut Fadhil, Indonesia tidak sepenuhnya berada di tengah. Di Era Orde Lama dan Orde Baru, Indonesia pernah cenderung dekat dengan Amerika Serikat, begitu pula dengan Uni Soviet. Kini, perang dingin dua blok pun terus terjadi antara AS dan China, terutama dalam hal penguasaan ekonomi. Dalam keadaan ini, Indonesia kembali memegang peran strategis karena menjadi tempat perebutan dua kekuatan besar dunia.
Fahri mengatakan, Indonesia terlalu besar sebagai negara yang hanya menjadi pengikut. Oleh sebab itu, pemimpin perlu merumuskan sendiri jalannya di tengah dua kekuatan besar. Apalagi, Indonesia memiliki dua keunggulan, yakni negara dengan mayoritas penduduk Muslim dan merupakan negara demokrasi.
Menurut Said, sudah saatnya Indonesia menjadi pemain inti di dunia. Salah satu caranya, pemimpin mesti memahami karakter kekuatan-kekuatan global agar bisa memainkan perannya secara signifikan.
Sudah saatnya Indonesia menjadi pemain inti di dunia. Salah satu caranya, pemimpin mesti memahami karakter kekuatan-kekuatan global agar bisa memainkan perannya secara signifikan.
Fadli menuturkan, hakikat dari politik luar negeri adalah kepentingan nasional yang berada di atas segalanya. Namun, saat ini, Indonesia masih gagal mengidentifikasi diri sendiri. ”Kita tidak pernah memperdebatkan lagi kita ini sebenarnya siapa, dan kita ini apa. Berada dalam posisi strategis, tapi kita tidak tahu mau ke mana,” ucapnya.