Perlu Sanksi untuk Tingkatkan Kepatuhan Pejabat Laporkan Harta Kekayaan
Sejumlah pihak mengusulkan adanya sanksi bagi pejabat negara yang tidak patuh melaporkan LHKPN. Cara lain, KPK mengumumkan seluruh nama pejabat negara yang tak kunjung melaporkan atau melengkapi LHKPN.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masih banyaknya pejabat negara yang belum melengkapi laporan harta kekayaan penyelenggara negara dinilai menunjukkan rendahnya kesadaran mereka terhadap kewajiban yang seharusnya dilakukan. Selain meminta agar Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan nama-nama pejabat negara tersebut, perlu juga diterapkan mekanisme sanksi agar pejabat negara patuh melaporkan harta kekayaannya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding mengatakan, terdapat 19.967 pejabat negara yang belum melengkapi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dari total 377.344 wajib lapor LHKPN. Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara menyebutkan, LHKPN yang dinyatakan tidak lengkap akan dikembalikan kepada wajib lapor untuk dilengkapi.
Peneliti Transparency International Indonesia Alvin Nicola, ketika dihubungi pada Jumat (24/9/2021), berpandangan, dua masalah laten terkait LHKPN adalah rendahnya kepatuhan pejabat negara melaporkan LHKPN dan data harta kekayaan yang dilaporkan tidak akurat.
”Kedua hal ini membutuhkan penguatan regulasi yang mengatur sanksi pidana dengan mengubah Undang-Undang Penyelenggaraan Negara dan perlunya sanksi politik dari partai politik itu sendiri (untuk anggota DPR). Sanksi itu perlu karena faktanya voluntary based system seperti ini terbukti tidak efektif,” kata Alvin.
Selain itu, KPK diharapkan lebih progresif. Semisal, dengan mengumumkan nama-nama pejabat negara atau anggota DPR yang telat melaporkan, belum melaporkan, maupun memberikan data yang tidak akurat.
Secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpandangan, adanya pejabat negara yang tidak patuh melaporkan harta kekayaannya memperlihatkan adanya persoalan integritas dalam diri para pejabat negara. Jika berintegritas, seharusnya mereka dengan kesadaran sendiri melaporkan harta kekayaannya. Namun, selama ini yang tampak adalah KPK yang mengejar agar mereka segera melaporkan harta kekayaannya.
”Di sisi lain, hal ini juga memperlihatkan bahwa pimpinan instansi tempat pejabat negara bernaung gagal memastikan agar para pegawainya patuh melaporkan LHKPN,” kata Kurnia.
Menurut Kurnia, berulangnya ketidakpatuhan pejabat negara dalam melaporkan harta kekayaannya disebabkan kewajiban tersebut tidak diletakkan sebagai perbuatan yang melawan hukum. Karena bukan merupakan perbuatan melawan hukum, sanksinya juga bersifat administratif.
Untuk mendorong kepatuhan pelaporan LHKPN, lanjut Kurnia, sudah seharusnya ketidakpatuhan terhadap LHKPN diletakkan dalam kerangka pidana. Dengan demikian, jika tidak lapor, pejabat negara dapat diancam hukuman pidana, semisal hukuman denda.
Terkait dengan ketidakakuratan data harta kekayaan yang dilaporkan, lanjut Kurnia, KPK mestinya juga melakukan verifikasi. Indikator untuk melihat hal tersebut adalah mencocokkan kesesuaian antara harta yang dimiliki dengan pekerjaan dan gaji yang diterima. Jika tidak wajar, patut diduga ada potensi tindak pidana korupsi.
Presiden tertib
Secara terpisah, Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin mengatakan, Presiden Jokowi selalu patuh melaporkan LHKPN. ”Presiden sudah lapor. Karena dilakukan tahunan, jadi enggak mungkin lupa. Kalau soal ini, Presiden tertib sekali,” tuturnya.
Dalam Peraturan KPK Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan KPK 7/2016 tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara, disebutkan setiap pejabat wajib menyampaikan LHKPN saat pertama kali menjabat, saat akhir masa jabatan, saat pengangkatan kembali, dan saat masih menjabat melapor setiap tahun.
Dalam LHKPN yang disampaikan setiap tahun, periode yang dilaporkan sampai 31 Desember setiap tahun laporan. Adapun pelaporan dilakukan paling lambat setiap 31 Maret tahun berikutnya.
Kepala Sekretariat Wapres Mohamad Oemar mengatakan, Wapres Ma’ruf Amin juga selalu patuh melaporkan LHKPN. Dalam mengisi LHKPN, ia dibantu unit/petugas khusus. Sama dengan Wapres, pejabat di lingkungan Sekretariat Wapres juga setiap tahun mengisi LHKPN. Laporan dikoordinasikan dan dilaporkan ke Menteri Sekretariat Negara.
Selain Presiden, Wapres, dan pejabat di lingkungan Sekretariat Wapres, Bey mengatakan, semua pejabat di lingkungan Kementerian Sekretariat Negara yang wajib lapor LHKPN juga diharuskan mematuhi kewajiban lapor LHKPN. Jika ada pejabat yang lalai, pasti ditegur. Selain itu, akan tertutup kesempatannya untuk menduduki jabatan tertentu. Sebab, pelaporan LHKPN jadi syarat untuk mengikuti rekrutmen terbuka jabatan pimpinan tinggi.