Kemenangan Taliban bisa saja dimanfaatkan untuk mengusung politik identitas. Namun, hal terpenting, jangan sampai masyarakat terjebak pada narasi-narasi yang mengedepankan politik identitas.
Oleh
Edna C Pattisina
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Indonesia diminta tidak khawatir berlebihan terkait kemenangan Taliban di Afghanistan. Selain menjaga nasionalisme, masyarakat juga diminta untuk logis dan tidak membesar-besarkan kemenangan ini dengan tujuan meningkatkan radikalisme di Indonesia.
Hal ini disampaikan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud dalam diskusi daring ”Taliban Menang, Indonesia Tegang,” Rabu (25/8/2021). Dalam diskusi yang diadakan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) bekerja sama dengan PBNU itu, Marsudi mengingatkan agar masyarakat jangan tegang atas kemenangan Taliban ini. Ia mengatakan, dalam beberapa interaksi dengan petinggi Taliban, seperti Mulloh Abdulgani Baradar, ada indikasi bahwa Taliban ingin menjadi lebih inklusif.
”Kita yang harus memengaruhi mereka, mereka ingin seperti kita. Jangan malah kita yang ingin jadi mereka,” kata Marsudi. Ia mengatakan, agar masyarakat logis dan tidak membesar-besarkan kemenangan Taliban, baik dengan reaksi takut yang berlebihan maupun glorifikasi.
Ia mengatakan, yang paling penting adalah masyarakat melihat Taliban sebagai contoh, ketidakhadiran nasionalisme akan berakibat pada konflik dan penderitaan. ”Berpikirlah logis dan tidak kepincut, tetapi kita pikirkan yang penting bangsa kita dulu,” kata Marsudi.
Menurut dia, walau saat ini seluruh dunia menunggu, ia melihat, beberapa indikasi bahwa Taliban tengah berusaha untuk diterima dunia. Oleh karena itu, mereka tidak boleh bertindak ekstrem sebagaimana dilakukan pada tahun 90-an yang lalu di mana musik dilarang dan perempuan pun sangat dibatasi.
Yang paling penting adalah masyarakat melihat Taliban sebagai contoh, ketidakhadiran nasionalisme akan berakibat pada konflik dan penderitaan.
Hal ini disepakati Alto Labetubun, aktivis kemanusiaan yang banyak berkiprah di Timur Tengah, termasuk Afghanistan. Ia mengatakan, memang ada kemungkinan ada kelompok-kelompok radikal di Indonesia akan melakukan glorifikasi. Kemenangan Taliban bisa dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengusung politik identitas untuk kepentingannya. Yang penting, jangan sampai masyarakat terjebak pada narasi-narasi yang mengedepankan politik identitas.
”Tapi tidak usah tegang karena Taliban. Itu tidak perlu. Kita percaya pada aparat penegak hukum kita untuk memitigasi pendukung Taliban,” kata Alto.
Walapun masih menunggu perkembangan, Alto yang tengah berada di Irak mengatakan, wajah ramah yang ditunjukkan Taliban saat ini adalah bentuk-bentuk pencitraan. Negosiasi dengan AS itu dilakukan Taliban sebagai salah satu cara untuk menunjukkan wajah politik yang berbeda. Namun, ia menduga Taliban akan tetap sulit mewujudkan pemerintahan yang bersih dan kuat. Pasalnya, masih ada beberapa faksi pendukung terorisme di dalam tubuh Taliban, seperti Haqqani Network.
Mantan Dubes RI di Afghanistan Anshory Tadjudin juga mengatakan perlu dilihat perkembangan lebih lanjut di Taliban. Pasalnya, mereka juga tengah berupaya agar menjadi bangsa dan negara yang stabil. Harapannya, seusai itu, Taliban bisa membentuk negara Afghanistan yang adil dan makmur lepas dari intrik-intrik bangsa asing. ”Kasihan sekali lihat rakyat Afghanistan yang 40 tahun perang saudara dan susah hidupnya,” kata Anshory.
Anshory juga menggarisbawahi bahwa masyarakat tidak perlu takut akan ancaman kemanan yang bisa timbul karena gerakan terorisme yang terinspirasi Taliban. Menurutnya, Taliban berbeda dengan ISIS, dan Taliban yang berkuasa saat ini telah menyatakan tidak akan memberi tempat di negaranya menjadi tempat latihan perang bagi para teroris. ”Densus 88 kerjanya sudah sangat bagus, dan sekarang juga TNI telah ikut dalam penanggulangan terorisme. Masyarakat tidak usah khawatir,” kata mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI ini.