Suharso Monoarfa: Jalan Persatuan dengan Pembangunan Menuju 2045
”Berdemokrasi ialah proses pembuktian bahwa tak ada satu pun, tak ada seorang pun, tak ada satu pihak pun, tertinggal atau ditinggal. Demokrasi wajib menghasilkan kesejahteraan,” kata Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam menyongsong 100 tahun Indonesia merdeka pada 2045, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suharso Monoarfa menyerukan empat impian dan cita-cita kebangsaan, yakni menyandingkan Islam dengan demokrasi, demokrasi dengan kesejahteraan, kebebasan dan stabilitas, serta menjadikan Islam rahmatan lil alamin sebagai basis bagi Indonesia. Suharso menawarkan jalan merawat persatuan untuk pembangunan.
Hal itu diungkapkan Suharso dalam acara ”Pidato Kebangsaan Ketua Umum Partai Politik” dalam rangka perayaan 50 tahun Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Jumat (20/8/2021). Pada kesempatan tersebut, Suharso berpidato secara daring.
Membuka pidatonya dengan mengutip syair lagu ”Syukur” ciptaan Husein Mutahar, Suharso menunjukkan Mutahar sebagai generasi pra-kemerdekaan yang berciri cerdas dengan menguasai matematika, sejarah, musik, sastra, serta memiliki standar moral dan nilai-nilai patriotik tinggi yang dipegang hingga akhir hayat. Mengutip Willem B Berybe yang mengulas lagu ”Syukur” sebagai lagu terkait identitas dan kesatuan bangsa, Suharso memperlihatkan bahwa tak ada jarak keindonesiaan antara Mutahar dan Willem.
”Komitmen ber-Indonesia ditandai dengan kesediaan untuk hidup bersama dalam keragaman dalam sikap saling menghormati dan saling memuliakan. Masa depan Indonesia yang gemilang mesti dijemput berbagai generasi yang mampu membangun kepribadiannya secara optimal sambil belajar dari generasi pendahulu,” tutur Suharso.
Bagi PPP, lanjut Suharso, menyongsong 2045 atau 100 tahun Indonesia berarti ikut memikul tugas sejarah tersebut serta menjadi bagian penting untuk mewujudkan Islam yang rahmatan lil alamin, yakni rahmat bagi sesama, semua, dan semesta. Suharso juga menyerukan untuk mengakhiri krisis yang mengganggu dan mencederai bangsa ini dalam beberapa waktu terakhir, yakni tiadanya penghormatan terhadap perbedaan. Suharso menegaskan, berbeda bukan berarti bermusuhan, melainkan ada toleransi di situ.
Selain itu, PPP juga terpanggil untuk membuktikan bahwa demokrasi adalah instrumen atau tata cara untuk mewujudkan kebaikan dan kebajikan, bukan alat untuk memecah belah atau untuk saling mencaci dan membenci. Demokrasi juga tidak bertentangan dengan Islam karena demokrasi bukan ideologi, melainkan tata cara atau tata laksana.
”Berdemokrasi adalah proses pembuktian bahwa tidak ada satu pun, tidak ada seorang pun, tidak ada satu pihak pun, yang tertinggal atau ditinggal. Demokrasi niscaya wajib menghasilkan kesejahteraan. Demokrasi tanpa kesejahteraan adalah demokrasi yang gagal,” kata Suharso.
Dalam menyambut 100 tahun Indonesia merdeka, lanjut Suharso, terdapat empat impian atau cita-cita kebangsaan yang menjadi komitmen PPP. Empat hal tersebut adalah menyandingkan Islam dengan demokrasi, menyandingkan demokrasi dengan kesejahteraan, menyandingkan kebebasan dan stabilitas, serta menjadikan Islam rahmatan lil alamin sebagai basis bagi Indonesia.
”Pancasila harus senantiasa dijaga sebagai dasar negara. Di dalam negara Pancasila, prinsip-prinsip Islam rahmatan lil alamin ditanam dan hasil akhirnya adalah Indonesia sejahtera dengan umat dan rakyatnya yang sejahtera,” terang Suharso.
Untuk mencapainya, Suharso menawarkan jalan yang disebut merawat persatuan dengan pembangunan. Menurut Suharso, merawat persatuan hanya bisa dilakukan dengan terus melanjutkan dan meningkatkan pembangunan. Melalui pembangunan, tercapai masyarakat yang adil, makmur, setara, dan berkeadilan. Dengan demikian, pembangunan merupakan fondasi yang kokoh untuk mewujudkan persatuan.
Suharso juga mengajak komponen bangsa untuk merawat dan memperkuat langkah politik yang menampilkan wajah Islam moderat yang bertumpu pada sikap seimbang dalam melihat semua. Dalam kerangka itu, PPP berkomitmen menjadikan dirinya sebagai rumah besat umat; pusat kepedulian, pemihakan dan pembelaan para duafa; tempat pemulihan ibu, perempuan, dan keluarga; rumah aspirasi anak-anak muda; serta wadah edukasi dan perjuangan
Dalam pernyataan penutup, Suharso mengingatkan pentingnya meneladani generasi pra-kemerdekaan yang telah memberikan kemerdekaan kepada bangsa dan negara. Hal yang patut dicontoh dari mereka adalah memegang teguh nilai-nilai perjuangan yang patriotik yang dilengkapi kecerdasan intelektual serta didasari dengan standar moral yang tinggi.
Dalam sesi tanggapan, Senior Research Fellow di CSIS, Rizal Sukma, menggarisbawahi pentingnya persatuan seluruh elemen bangsa untuk membangun Republik Indonesia. Mengutip pernyataan Harry Tjan Silalahi, salah satu pendiri CSIS, kepadanya, pembangunan karakter dan pembangunan bangsa merupakan fokus yang tidak akan pernah bisa berhenti.
”Saya yakin beberapa poin penting tentang persatuan, tentang kebersamaan, tanpa melihat perbedaan ideologi, ras, dan agama itu harus bisa mewujudkan persatuan Indonesia sehingga ke depan kita bisa lebih maju dan lebih baik,” kata Rizal.