Sejarah Sidang Tahunan MPR dan Perubahannya dari Masa ke Masa
Sidang Tahunan MPR setiap menjelang peringatan hari kemerdekaan akan kembali digelar besok. Sejak kemerdekaan, konsep sidang terus mengalami perubahan. Sidang bahkan sempat ditiadakan di era Presiden Yudhoyono.
Majelis Permusyawaratan Rakyat dijadwalkan kembali menggelar Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8/2021). Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sidang yang diselenggarakan menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus tersebut, akan dihadiri oleh Presiden, Wakil Presiden, pimpinan lembaga tinggi negara, serta anggota MPR.
Dalam Sidang Tahunan MPR kali ini, Presiden akan menyampaikan pidato laporan kinerja lembaga-lembaga negara, pidato dalam rangka HUT ke-76 Kemerdekaan RI, serta pidato penyampaian pengantar/keterangan pemerintah atas Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) Tahun Anggaran 2022 beserta Nota Keuangannya.
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengatakan, pimpinan MPR telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (13/8/2021), guna membahas persiapan Sidang Tahunan MPR.
Dalam pertemuan itu, Presiden Jokowi memastikan akan hadir secara fisik untuk menyampaikan pidato mengenai kinerja lembaga-lembaga negara dalam menjalankan tugas dan kewenangannya selama setahun terakhir. Melalui sidang tersebut, rakyat bisa mendengarkan sekaligus mengevaluasi kinerja kelembagaan pemerintahan dan lembaga negara.
Baca juga : Parlemen Indonesia dari Masa ke Masa
”Presiden Joko Widodo juga sepakat dengan MPR agar pelaksanaan Sidang Tahunan MPR dibuat secara sederhana, efektif, dan efisien sehingga tidak memakan waktu terlalu lama, yang terpenting pesannya tersampaikan kepada masyarakat,” ujar Bambang di Jakarta, Minggu (15/8/2021).
Menurut dia, Sidang Tahunan MPR akan menjadi forum menegakkan kedaulatan rakyat, membangun komunikasi, sekaligus wahana untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat melalui laporan kinerja pelaksanaan wewenang dan tugas setiap lembaga negara sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Sidang Tahunan MPR, lanjut Bambang, juga akan menjadi momentum bagi MPR untuk menyampaikan berbagai pesan kebangsaan. Salah satunya terkait penanggulangan pandemi Covid-19 yang tidak boleh hanya berfokus pada aspek kesehatan dan perekonomian. MPR akan mengingatkan penanganan pandemi juga mesti menyertakan aspek penguatan kehidupan berbangsa dan bernegara.
”Mengingat di tengah kondisi keprihatinan akibat pandemi Covid-19, kohesi sosial dan soliditas kebangsaan justru menjadi titik rawan dan krusial. Maka penguatan dan pembangunan karakter bangsa harus terus diperjuangkan agar menjadi semangat kolektif di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” ucap Bambang.
Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, Sidang Tahunan MPR kali ini akan digelar di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Pelaksanaannya digabungkan dengan agenda Sidang Bersama DPR dan DPD. Dimulai pukul 08.30 dan berakhir pukul 10.00. Penggabungan Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD ini merupakan bagian dari upaya untuk mempersingkat gelaran sidang. Pola serupa telah diberlakukan tahun lalu sebagai imbas dari kondisi pandemi Covid-19. Sebelum pandemi, kedua sidang tersebut digelar terpisah.
Setelah Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD usai, ada jeda selama 20 menit, sebelum masuk ke sesi kedua dengan agenda penyampaian pengantar/keterangan pemerintah atas RUU APBN Tahun 2022 beserta nota keuangannya dalam Rapat Paripurna DPR. Agenda sesi kedua direncanakan berlangsung hingga pukul 12.00.
Di tengah pandemi Covid-19 yang masih berkecamuk, jumlah peserta yang dibolehkan hadir secara langsung dalam Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR dan DPD dibatasi jumlahnya. Bahkan jika dibandingkan tahun lalu, jauh lebih sedikit jumlahnya. Tahun ini, hanya dibatasi 60 orang. Adapun tahun lalu masih bisa 161 orang. Ratusan anggota MPR ataupun undangan lainnya harus mengikuti sidang secara virtual. Total jumlah undangan Sidang Tahunan MPR 1.125 orang.
Undangan hadir secara fisik, antara lain, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, pimpinan DPR (5 orang), pimpinan MPR (10 orang), serta ketua fraksi/kelompok DPD (10 orang). Kemudian ketua fraksi di DPR (9 orang), pimpinan DPD (4 orang), perwakilan subwilayah (4 orang), serta pimpinan lembaga negara (ketua BPK, ketua MA, ketua MK, dan ketua KY).
Selain itu, untuk mencegah penularan Covid-19, mereka yang hadir secara langsung di ruang sidang wajib melakukan tes reaksi berantai polimerase (PCR).
Cikal bakal sidang tahunan
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, pidato kenegaraan Presiden dalam rangka HUT Kemerdekaan RI sudah ada sejak era Presiden Soekarno. Pidato kenegaraan kemudian terus berlanjut hingga sekarang. Di era Presiden Soeharto, pidato kemudian berkembang menjadi pidato kenegaraan dan penyampaian nota keuangan RAPBN. Kemudian di era awal reformasi, ada pidato laporan pertanggungjawaban dari lembaga tinggi negara.
Salah satu perubahan kembali terjadi mulai 2015 yang mulanya setiap lembaga negara melaporkan kinerja lembaganya kini dilaporkan oleh Presiden. Pelaksanaan Sidang Tahunan MPR itu sebagai amanat dari Tata Tertib MPR Nomor 1 Tahun 2014.
”Meskipun hanya berdasar tata tertib MPR, ini sudah menjadi konvensi ketatanegaraan karena seluruh lembaga negara sudah menerima meskipun tidak diatur dalam UUD 1945,” ujarnya.
Pidato laporan kinerja lembaga negara dalam Sidang Tahunan MPR tersebut diadakan sebagai forum resmi bagi seluruh lembaga negara melaporkan kinerjanya kepada rakyat. Saat itu, setiap lembaga negara cenderung membuat forum sendiri-sendiri untuk melaporkan kinerja atau mengunggahnya di situs web resminya.
Pola penyampaian laporan kinerja lembaga negara pun mengalami perubahan. Awalnya, laporan kinerja akan dibacakan oleh setiap pimpinan lembaga negara. Namun, konsep ini dianggap tidak efisien sehingga laporan kemudian diberikan kepada Presiden dan dibacakan oleh Presiden sebagai kepala negara.
”MPR dianggap berwenang sebagai penyelenggara karena memerankan fungsi untuk mengubah dan menetapkan UUD 1945 yang merupakan hukum tertinggi dari seluruh peraturan. Keanggotaannya pun mewakili dari unsur politik dari DPR dan DPD,” tambah Bayu.
Perubahan pidato presiden
Perubahan lainnya terkait waktu pidato kenegaraan presiden dalam rangka Kemerdekaan Indonesia.
Mengutip Majalah Majelis Edisi Juli 2020 yang diterbitkan MPR, di masa Presiden Soekarno biasanya dilaksanakan setiap 17 Agustus. Baru saat Orde Baru diubah, sehingga pidato Presiden digeser setiap 16 Agustus. Perubahan pertama kali dilaksanakan Presiden Soeharto pada pidato kenegaraannya di depan sidang DPR Gotong Royong, 16 Agustus 1967.
Berhadapan langsung dengan anggota DPR GR, Soeharto ingin memfungsikan lembaga perwakilan rakyat itu dengan memberikan semacam ”pertanggungjawaban” tahunan terkait apa yang telah dikerjakan oleh pemerintah. Sejak 1968, pidato kenegaraan untuk memperingati HUT Kemerdekaan RI kemudian diikuti dengan kebiasaan menyampaikan nota keuangan dan RAPBN.
Di era Reformasi, Sidang Tahunan MPR pertama kali digelar MPR berdasarkan Ketetapan MPR Nomor II/MPR Tahun 1999 tentang Peraturan Tata Tertib MPR. Dalam mekanisme Sidang Tahunan MPR, mulai 1999 hingga 2004, setiap lembaga tinggi negara menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada MPR.
Atas laporan tersebut, MPR membentuk Ketetapan MPR tentang Penerimaan atas Laporan Pertanggungjawaban Lembaga-lembaga Tinggi Negara. Selain terkait dengan mekanisme pertanggungjawaban lembaga tinggi negara, Sidang Tahunan MPR di awal reformasi juga diperlukan terkait dengan perubahan UUD 1945.
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2014, tradisi Sidang Tahunan MPR ditiadakan karena MPR sudah bukan lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Dengan demikian, sejak 2005 tidak ada lagi pertanggungjawaban lembaga-lembaga negara kepada MPR di Sidang Tahunan MPR.
Baca juga : Komplimen Presiden di Depan Sidang MPR
Pada masa Presiden Joko Widodo, peran MPR mengalami peningkatan dengan dihidupkannya kembali tradisi Sidang Tahunan MPR. Sidang yang sejak 2005 ditiadakan, kembali diadakan pada 2015 dengan menambah agenda pidato laporan kinerja lembaga negara.
Dengan demikian, terdapat perbedaan mendasar antara Sidang Tahunan MPR awal reformasi dan yang dimulai 2015. Sidang Tahunan MPR mulai dari 2015 bukan merupakan forum pertanggungjawaban lembaga-lembaga tinggi negara kepada MPR, melainkan sebagai media formal ketatanegaraan di mana lembaga-lembaga tinggi negara melalui presiden selaku kepala negara menyampaikan laporan kinerjanya kepada rakyat sebagai pemilik kedaulatan.
Di era Presiden Joko Widodo pula pakaian adat selalu dikenakan saat berpidato di Sidang Tahunan MPR. Pada 2017, Presiden Jokowi menggunakan baju adat Bugis. Kemudian pada 2019 menggunakan baju adat Sasak, dan tahun lalu menggunakan baju adat Sabu. Menurut Anda, Presiden besok akan menggunakan baju adat mana?