Pendidikan Tinggi Harus Relevan dengan Perkembangan Zaman
Presiden Joko Widodo mengingatkan, jangan sampai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa justru tidak dapat menyongsong masa depan.
Oleh
Mawar Kusuma Wulan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Disrupsi serta pandemi Covid-19 berdampak pada banyaknya pengetahuan dan keterampilan yang menjadi usang atau tidak relevan. Presiden Joko Widodo meminta lembaga pendidikan tinggi membagikan pengetahuan dan keterampilan yang relevan dengan perkembangan zaman. Apalagi, semakin banyak pengetahuan baru yang dikembangkan oleh lembaga peneliti dan praktisi yang bermunculan. Demikian halnya dengan bidang pekerjaan baru yang banyak bermunculan.
”Jangan sampai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa itu justru tidak menyongsong masa depan,” ujar Presiden Jokowi ketika membuka Konferensi Forum Rektor Indonesia (FRI) Tahun 2021 secara virtual pada Selasa (27/7/2021).
Pengetahuan dan keterampilan yang hebat di masa kini bisa jadi sudah tidak dibutuhkan lagi dalam 5 tahun atau 10 tahun ke depan. Mahasiswa harus disiapkan untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan yang relevan untuk zamannya. Presiden Jokowi mendorong dunia perguruan tinggi agar berkolaborasi dengan para praktisi dan pelaku industri.
Demikian pula sebaliknya, pelaku industri sangat membutuhkan talenta dan inovasi teknologi dari perguruan tinggi. ”Ajak industri ikut mendidik para mahasiswa sesuai dengan kurikulum industri, bukan kurikulum dosen, agar para mahasiswa memperoleh pengalaman yang berbeda dari pengalaman di dunia akademis semata,” tuturnya menambahkan.
Presiden juga meminta perguruan tinggi yang usianya sudah tua untuk segera melakukan peremajaan diri. Peremajaan kurikulum dan sistem pembelajaran serta peremajaan manajemen dan perilaku agar tetap tangguh dan kompetitif. Bagi perguruan tinggi yang masih tergolong muda, mereka mendapat kesempatan emas karena tak terbebani untuk membuang tradisi kerja masa lalu.
”Perguruan tinggi baru berkesempatan untuk melompat ke cara kerja baru, ke kurikulum baru, ke manajemen model baru. Disrupsi sekarang ini memberikan kesempatan kepada pendatang baru, kepada yang remaja, untuk mendahului yang lama, yang terbebani dengan cara-cara lama,” ucapnya.
Presiden juga mendorong kampus memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengembangkan talenta masing-masing. Mahasiswa di jurusan yang sama tidak berarti harus belajar tentang hal yang sepenuhnya sama. Mahasiswa di jurusan yang sama tidak harus berprofesi yang sama.
”Setiap mahasiswa mempunyai talentanya masing-masing dan talenta ini yang harus digali, difasilitasi, dan dikembangkan. Itulah esensi dari program Kampus Merdeka dan Merdeka Belajar,” tuturnya.
Apa pun jenis profesi di masa depan semuanya membutuhkan hybrid knowledge dan hybrid skills. ”Jangan memagari disiplin ilmu terlalu kaku. Korbannya bukan hanya para alumni yang gagap menyongsong masa depan, melainkan juga perguruan tinggi (yang) tidak mampu membangun relevansi dalam dunia yang sedang terdisrupsi,” paparnya.
Kerja keras
Di sisi lain, pemerintah bekerja keras untuk mengembangkan ekosistem kebijakan yang kondusif bagi pengembangan cara-cara baru yang lebih produktif dan efisien. Presiden berharap perguruan tinggi bisa membangun cara kerja baru dengan lebih progresif.
”Saya harap perguruan tinggi harus lebih progresif dalam membangun cara kerja baru untuk menyiapkan masa depan para mahasiswa kita dan untuk menyiapkan Indonesia mendahului negara-negara lain,” tutupnya.
Ketua FRI Arif Satria menyebutkan bahwa pandemi mengakibatkan krisis mutidimensional yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, termasuk di bidang pendidikan. ”Kami mengapresiasi kinerja Bapak Presiden dan jajaran kabinet Indonesia Maju untuk mengatasi pandemi Covid,” ujar Arif.
FRI menyadari penanganan pandemi Covid-19 yang mengakibatkan krisis multidimensi tidak mudah. Untuk itu, diperlukan keterpaduan visi dari lintas pihak dan sektor. ”FRI mengajak seluruh komponen bangsa untuk bersama mengedepankan nilai kemanusiaan dalam penanganan pandemi,” kata Arif.
Keselamatan seluruh rakyat Indoensia harus menjadi pusat orientasi dan titik tuju dari semua ikhtiar yang dilakukan. FRI juga mengajak semua komponen bangsa untuk mengesampingkan kepentingan pribadi, golongan, ekonomi, dan politik yang sempit yang bisa menghambat penanganan pandemi.
Guna percepatan penanganan pandemi yang bersifat multidimensi ini, FRI berharap Presiden memimpin langsung koordinasi lintas pihak dan lintas sektor dalam penanganan pandemi dan pemulihan sektor ekonomi nasional. FRI juga berpandangan bahwa pengambilan kebijakan publik dalam penanganan pandemi harus berbasis pada ilmu pengetahuan.
”Scientific dan evidence base policy terutama dalam mengatasi berbagai permasalahan dampak pandemi sehingga dapat memberikan jaminan kesehatan dan keselamatan masyarakat serta mampu menjalani kehidupan ekonomi dan sosial dengan baik,” kata Arif.
Peran rektor
Seluruh rektor perguruan tinggi di Indonesia pun diajak semakin berperan dalam penanganan pandemi. Rektor bisa membantu pengetesan untuk mendapatkan hasil dengan target 500.000 testing per hari, memaksimalkan semua potensi dokter dan tenaga kesehatan di perguruan tinggi hingga menjadi pendamping isolasi mandiri.
Keterlibatan rektor diperlukan untuk meningkatkan kapasitas testing, tracing, dan treatment. Perguruan tinggi diharapkan terlibat menyediakan rumah sakit pendidikan, fasilitas asrama sebagai tempat isolasi mandiri pasien Covid-19, hingga menjadi sentral vaksinasi agar cakupannya lebih nasional. Perguruan tinggi juga penting untuk memfasilitasi pendampingan di desa-desa dalam upaya membangun desa tangguh Covid dan terlibat dalam edukasi publik terkait langkah mengatasi Covid.
Di bidang pendidikan, dampak pandemi Covid yang berkepanjangan berpotensi menurunkan kualitas pembangunan manusia. Hal ini bahkan bisa menyebabkan generation lost. Karena itu, diperlukan langkah mitigasi dan upaya khusus untuk memastikan pembangunan manusia dalam performa unggul dan utama.
Dalam konteks perguruan tinggi, FRI berharap pemerintah bisa membantu mahasiswa dan dosen dalam menjalankan proses pendidikan di masa pandemi dengan memperluas akses dan jangkauan Kartu Indonesia Pintar. Selain itu, meningkatkan bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan menambah kuota internet bagi dosen dan mahasiswa. Pemerintah diminta membantu perguruan tinggi swasta dengan mengupayakan model pendanaaan alternatif sebagai bentuk komitmen pemerintah.