Pemerintah terbuka dengan masukan atau kritik yang disampaikan masyarakat terkait penanganan pandemi Covid-19. Diharapkan kritik disampaikan melalui berbagai saluran secara daring untuk menghindari penularan Covid-19.
Oleh
Edna C Pattisina dan Nobertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta seluruh komponen bangsa untuk menjaga situasi tetap kondusif di tengah pandemi Covid-19. Aspirasi ataupun kritik, termasuk terkait penanganan Covid-19, dapat disampaikan melalui berbagai saluran dengan cara daring demi menghindari penularan penyakit yang disebabkan virus SARS-CoV-2.
”Kepada seluruh masyarakat diharapkan untuk tetap tenang dan menjaga kondisi ketertiban dan keamanan di wilayah masing-masing. Mari jaga negara ini tetap menjadi kondusif sambil berusaha bersama-sama menyelesaikan berbagai persoalan, terutama yang sekarang ini fokus persoalan kita adalah menyelesaikan Covid-19,” kata Mahfud dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Sabtu (24/7/2021).
Sabtu siang, sembilan kementerian dan yang berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) menggelar rapat koordinasi membahas situasi keamanan belakangan ini. Sembilan kementerian dan lembaga itu antara lain Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, TNI, Kepolisian Negara RI (Polri), dan Kejaksaan.
Kepada seluruh masyarakat diharapkan untuk tetap tenang dan menjaga kondisi ketertiban dan keamanan di wilayah masing-masing. Mari jaga negara ini tetap menjadi kondusif sambil berusaha bersama-sama menyelesaikan berbagai persoalan, terutama yang sekarang ini fokus persoalan kita adalah menyelesaikan Covid-19.
Mahfud menegaskan, pemerintah terbuka akan berbagai kritik masyarakat terkait penanganan Covid-19, termasuk tentang pelaksaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). Akan tetapi, dalam kondisi pandemi seperti sekrang ini, kritik dan masukan diharapkan disampaikan secara daring, baik lewat media, media sosial, maupun acara-acara daring seperti webinar.
Ia mengatakan, kontroversi atau resistensi terhadap pembatasan kegiatan adalah hal yang wajar karena setiap masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda. Hal ini bahkan berlaku di berbagai belahan dunia. Polanya, di negara berkembang seperti Indonesia resistensi terhadap pembatasan muncul karena masyarakat tidak bisa melakukan aktivitas ekonomi, sementara di negara maju, masyarakat merasa kehilangan kebebasannya.
Menurut Mahfud, pemerintah telah menangkap berbagai aspirasi yang disampaikan masyarakat. ”Ada yang takut karena Covid-19, ada juga yang takut kalau ekonomi tidak berjalan,” katanya.
Pandangan serta aspirasi masyarakat itu menjadi masukan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan terkait penanganan pandemi Covid-19. Mahfud juga menandaskan, Covid-19 harus dihadapi bersama-sama seluruh elemen bangsa. Semua pihak harus bekerja sama, lepas dari apa pun aliran politiknya. ”Kita harus terus bekerja sama, semua pihak, tokoh masyarakat, agama, politik, akademisi, semuanya,” ucapnya.
Oleh karena itu, pemerintah akan menindak tegas siapa pun yang berdemonstrasi di masa pandemi, terutama saat penerapan PPKM darurat. ”Karena membahayakan keselamatan masyarakat serta melanggar hukum,” ujarnya. Ia juga menegaskan, bagi pemerintah, keselamatan rakyat menjadi prioritas utama.
Kondisi aman
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Raden Prabowo Argo Yuwono, ketika dihubungi, Sabtu (24/7/2021), mengatakan, situasi keamanan dan ketertiban di sejumlah daerah di Indonesia dalam keadaan aman.
”Masyarakat semakin pintar dan cerdas dalam membedakan boleh atau tidaknya melakukan demo dari medsos di situasi angka pandemi yang tinggi. Lebih baik di rumah menjaga jangan sampai tertular,” ujarnya.
Polri telah mengimbau masyarakat tidak terhasut dengan ajakan aksi unjuk rasa serentak pada 24 Juli 2021. Aksi unjuk rasa tersebut berpotensi menimbulkan kerumunan dan akan menambah penularan Covid-19. Sebab, dengan adanya demonstrasi, kerumunan akan terjadi. Hal itu akan menambah laju penyebaran Covid-19 yang hingga saat ini masih terus naik.
”Kami berharap untuk tidak melakukan kerumunan karena situasi angka Covid-19 yang masih tinggi,” kata Argo.
Di media sosial beredar percakapan dan ajakan untuk melakukan aksi serentak yang hendak dilakukan elemen masyarakat sipil di Semarang dan beberapa wilayah lain. Disebutkan bahwa aksi tersebut akan dilakukan berhari-hari dan tidak membawa identitas kelompok atau golongan.
Masyarakat semakin pintar dan cerdas dalam membedakan boleh atau tidaknya melakukan demo dari medsos di situasi angka pandemi yang tinggi. Lebih baik di rumah menjaga jangan sampai tertular.
Menurut Argo, dalam situasi seperti ini, penyampaian aspirasi diharapkan dilakukan secara daring. Bentuknya dapat berupa audiensi atau diskusi grup terfokus. Sebaliknya, lanjut Argo, kepolisian akan melakukan tindakan tegas apabila kegiatan tersebut mengganggu ketertiban umum.
”Kalau memang dilakukan, mengganggu ketertiban umum, ya, kami amankan,” lanjut Argo.
Di Jawa Tengah, Kepolisian Daerah Jateng telah mengamankan dua orang terduga provokator rencana aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Jateng. Masing-masing berinisial N dan B yang ditangkap di Semarang.
Kepala Bidang Humas Polda Jateng Komisaris Besar M Iqbal Alqudusy mengatakan, N bertugas sebagai inisiator dan host Zoom Meeting untuk rapat aksi pada 24 Juli. Sementara B berperan sebagai penyebar ajakan aksi di sejumlah media sosial dan grup Whatsapp. Agar tidak terdeteksi petugas, pelaku sengaja membuat grup Whatsapp dengan menggunakan nama Group Klub Tenis.
Dari pembicaraan di grup tersebut, lanjut Iqbal, diketahui adanya ajakan rencana aksi di beberapa wilayah di Jateng, seperti Semarang, Solo, Sukoharjo, Brebes, dan Kudus.
Sementara itu, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ahmad Taufan Damanik, dalam keterangan tertulis, Sabtu, mengatakan, Komnas HAM berharap agar pemerintah, aparat penegak hukum, dan aparat keamanan lebih humanis dalam mengimplementasikan kebijakan PPKM. Sebab, terdapat informasi mengenai perilaku dan tindakan aparat negara yang semena-mena terhadap mereka yang diduga melanggar protokol kesehatan atau kebijakan PPKM.
”Pemerintah pusat dan daerah agar melakukan penegakan disiplin dengan cara humanis, yaitu dengan memberikan denda yang proporsional dan sanksi sosial, bukan pemidanaan,” kata Taufan.