Jampidmil Pertama Resmi Bertugas, 2.726 Perkara Koneksitas Menanti
Indonesia resmi memiliki Jaksa Agung Muda Pidana Militer. Tugas berat untuk meletakkan dasar-dasar pola kerja dan tata kerja sekaligus menjawab harapan masyarakat menanti.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin melantik Laksamana Madya TNI Anwar Saadi sebagai Jaksa Agung Muda Pidana Militer Kejaksaan Agung. Selain diminta untuk meletakkan dasar di struktur organisasi baru tersebut, Jampidmil pertama itu pun diharapkan menyelesaikan pekerjaan rumah 2.726 perkara koneksitas yang sudah menanti.
Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Jaksa Agung Muda Militer (Jampidmil) dilakukan di Kompleks Kejaksaan Agung, Rabu (14/7/2021). Pelantikan dilaksanakan secara tatap muka dengan jumlah peserta terbatas dan diikuti jajaran kejaksaan secara virtual.
”Pelantikan kali ini adalah sangat istimewa dan bersejarah karena pada hari ini saya melantik Jaksa Agung Muda Pidana Militer yang pertama. Sebagaimana kita ketahui, pembentukan bidang pidana militer adalah manifestasi dan amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer khususnya penjelasan Pasal 57 Ayat (1),” kata Burhanuddin.
Pelantikan kali ini adalah sangat istimewa dan bersejarah karena pada hari ini saya melantik Jaksa Agung Muda Pidana Militer yang pertama. (Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin)
Dalam bab penjelasan pasal itu disebutkan, oditur jenderal dalam melaksanakan tugas di bidang teknis penuntutan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Republik Indonesia selaku penuntut umum tertinggi di negara ini. Selain itu, Pasal 2 Ayat 3 UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan juga mengamanatkan bahwa pelaksanaan penuntutan harus berada di satu lembaga, yaitu kejaksaan.
Menurut Burhanuddin, dengan adanya Jampidmil, diharapkan tidak terjadi lagi dualisme kebijakan penuntutan yang dapat menimbulkan disparitas pemidanaan terhadap jenis tindak pidana yang sama. Terlebih, Jampidmil diminta untuk segera menjawab problematika 2.726 perkara atau 23 persen dari total 12.017 perkara yang merupakan tindak pidana koneksitas yang belum diproses dan diadili.
”Saya tahu tugas saudara ke depan sangat berat. Sebagai seorang pionir tentu saudara dituntut untuk bergerak cepat dan harus mampu meletakan dasar-dasar pola kerja dan tata kerja sehingga bidang pidana militer mampu menjawab apa yang menjadi harapan masyarakat,” ujar Burhanuddin.
Terkait organisasi, Jaksa Agung meminta Jampidmil untuk segera membentuk unit kerja berupa asisten pidana militer di tingkat kejaksaan tinggi yang memiliki pengadilan militer. Jaksa Agung juga meminta agar penanganan perkara pidana militer dapat mencerminkan rasa keadilan dan memberi kepastian hukum serta berorientasi pada pemanfaatan hukum.
Perkuat reformasi hukum
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Taufik Basari, mengatakan, pembentukan Jampidmil didasarkan atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 15 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. Perpres tersebut menambahkan adanya Jampidmil dengan tugas dan kewenangan melakukan koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas.
”Ini memperkuat reformasi sistem penegakan hukum di mana kita menginginkan agar terdapat single prosecution system di bawah koordinasi kejaksaan sesuai asas dominus litis, yakni kejaksaan yang memimpin seluruh proses litigasi,” kata Taufik.
Sebelumnya, Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati berharap, Jampidmil dapat mengakselerasi penanganan kasus yang melibatkan anggota militer yang selama ini sulit diakses masyarakat, prosesnya memakan waktu lama, serta tidak transparan. Selain itu, Jampidmil diharapkan dapat memperjelas penanganan perkara koneksitas.
”Kalau Jampidmil merupakan satu atap untuk penuntutan untuk tindak pidana umum termasuk tindak pidana kemiliteran, maka itu menjadi langkah reformasi peradilan yang bagus dan perlu permanen. Tapi kalau tugas Jampidmil adalah mengakselerasi tindak pidana umum yang dilakukan anggota TNI, maka itu berarti langkah mundur. Sebab militer yang melakukan tindak pidana umum harusnya langsung diadili di peradilan umum,” kata Asfinawati.