Ungkap Penyebaran Hoaks Covid-19 oleh Tenaga Kesehatan
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, Ditsersesus Polda Metro Jaya menangkap terduga penyebar berita bohong terkait Covid-19, dokter Lois. Penangkapan perlu dilanjutkan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi mengungkap penyebaran hoaks terkait Covid-19 yang dilakukan oleh dokter L di platform media sosial. Pengungkapan perlu dilanjutkan karena pengaburan informasi Covid-19 jamak dilakukan tenaga kesehatan sejak awal pandemi Covid-19.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan mengatakan, Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya telah menangkap terduga penyebar berita bohong atau hoaks terkait Covid-19 di media sosial berinisial L pada Minggu (11/7/2021) sore. Penangkapan oleh penyidik dari Unit V Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya itu merupakan tindak lanjut atas laporan polisi model A. Adapun laporan model A adalah aduan yang dibuat anggota polisi yang mengalami, mengetahui, atau menemukan langsung sebuah peristiwa.
Ia menjelaskan, L yang merupakan seorang dokter diduga sengaja menyebarkan pemberitaan bohong di tiga platform media sosial. Dalam unggahannya, L mengatakan bahwa pasien Covid-19 yang meninggal tidak disebabkan oleh virus. Penyebab kematian mereka, menurut L, adalah reaksi pemberian berbagai macam obat.
“Dokter L telah menyebarkan berita bohong dan atau menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan sengaja yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, dan atau menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit menular,” kata Ramadhan dalam konferensi pers daring Senin (12/7/2021).
“Dokter L telah menyebarkan berita bohong dan atau menyiarkan berita atau pemberitaan bohong dengan sengaja yang dapat menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat, dan atau menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah penyakit menular” (Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmad Ramadhan)
Ia melanjutkan, saat ini L berada di Polda Metro Jaya untuk diperiksa lebih lanjut. Adapun barang bukti yang diamankan adalah tangkapan layar dari unggahannya di media sosial.
Pantauan Kompas, L menjadi perbincangan di media sosial dalam beberapa hari terakhir karena unggahan yang menyangkal Covid-19. Ia juga menyebut tenaga kesehatan lain sebagai alat propaganda pandemi. Hingga Senin malam, kata kunci “Lois” yang merujuk pada dirinya juga masih menjadi trending topic di Twitter dengan jumlah 23,8 ribu cuit terkait.
Bukan pertama kali terjadi
Dihubungi terpisah, Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Septiaji Eko Nugroho membenarkan, penyebaran hoaks yang dilakukan tenaga kesehatan bukan baru pertama kali terjadi. Sejak pandemi terjadi, sudah ada polarisasi antara tenaga kesehatan yang memihak sains dan menyangkal Covid-19. “Semakin lama polarisasinya semakin kuat. semakin banyak hoaks dan teori konspirasi yang muncul. Misalnya sejak awal 2021, dominasi isu vaksin sangat kuat dalam temuan hoaks,” kata dia.
Dalam periode Januari 2020—Juli 2021, Mafindo mencatat ada 1.060 hoaks terkait Covid-19. Beberapa di antaranya disebarkan dokter umum, dokter spesialis, dokter hewan, dan apoteker.
Septiaji mencontohkan, sejumlah tenaga kesehatan menyebarkan informasi bahwa pasien Covid-19 yang meninggal hanya yang memiliki komorbid atau penyakir bawaan saja. Ada juga kabar bahwa pasien Covid-19 yang tidak bergejala tidak bisa menularkan virus. “Tidak harus 100 persen hoaks, ada juga yang sifatnya pengaburan berupa half truth,” kata Septiaji.
Selain menyebarkan berita bohong, kata Septiaji, beberapa dokter juga membuat gaduh media sosial dengan menyebarkan teori konspirasi, misalnya melalui video dokumenter “Plandemic”. Mereka juga menyebarkan video dari dokter-dokter Amerika Serikat yang anti-protokol kesehatan. Salah satunya pada grup Facebook “Akhiri Plandemic”, yang memiliki lebih dari 9.000 anggota.
“Untuk masyarakat yang literasinya kurang, perkataan mereka bisa dianggap semuanya benar, karena status mereka sebagai tenaga kesehatan” (Ketua Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia Septiaji Eko Nugroho)
Ia menambahkan, narasi untuk memperlemah penerapan protokol kesehatan juga masih disebarkan oleh profesor dan pejabat daerah. Pada April lalu, terdapat pemberitaan yang memuat ajakan seorang profesor dan Ketua Satgas Covid-19 di salah satu provinsi untuk tidak perlu memakai masker dan menjaga jarak saat ke rumah ibadah.
Oleh karena itu, Septiaji meminta agar Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dan Polri untuk mencermati penyebaran informasi menyesatkan oleh tenaga kesehatan. Profesi yang mereka sandang menjadi alasan bagi masyarakat untuk memercayai apa yang mereka katakan. “Untuk masyarakat yang literasinya kurang, perkataan mereka bisa dianggap semuanya benar, karena status mereka sebagai tenaga kesehatan,” ujarnya.
Terkait hoaks, Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Antonius Benny Susetyo mengatakan, media sosial semestinya menjadi alat untuk memajukan nilai kemanusiaan dan pemersatu bangsa. Namun, yang terjadi saat ini justru sebaliknya. Banyak konten media sosial yang dapat mereduksi nilai kemanusiaan seperti sentimen SARA, permusuhan di media sosial, dan sebaran hoaks atau ujaran kebencian.