Menyusup ke Kamp Teroris, Prajurit TNI Tembak Dua Anggota Mujahidin Indonesia Timur
Pandemi Covid-19 tak menyurutkan upaya TNI dan Polri menumpas Mujahidin Indonesia Timur, kelompok teroris yang terus meneror warga di Sulawesi Tengah. Penutupan akses logistik diperlukan agar operasi lebih efektif.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu/ Iwan Santosa
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Prajurit TNI dari Komando Operasi Gabungan Khusus Tricakti menembak mati dua orang teroris Mujahidin Indonesia Timur di Pegunungan Tokasa, Desa Tanah Lanto, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, Minggu (11/7/2021). Pengejaran terus dilakukan mengingat masih ada sejumlah anggota MIT yang melarikan diri.
Panglima Komando Operasi Gabungan Khusus (Koppsgabsus) Tricakti Mayor Jenderal (TNI) Richard TH Tampubolon yang dihubungi melalui telepon membenarkan informasi tersebut. Ia menjelaskan, Tim Tricakti di bawah pimpinan Letnan Satu (Inf) David Manurung berasal dari satuan Kopassus. Tim yang terdiri dari lima orang itu telah menyusup ke lokasi persembunyian dan kamp teroris Poso yang berada di medan sulit di tengah hutan lebat.
Dengan sabar dan cermat, para prajurit memasuki medan terjal dan curam. Mereka menelusuri bekas jejak yang ditinggalkan kelompok MIT hingga titik aman untuk penyergapan.
”Tim Tricakti berhasil mendekati kamp teroris MIT secara senyap. Seluruh anggota tim harus merayap sejauh 500 meter sejak pukul 22.00 Wita kemarin hingga penyergapan tadi pagi pukul 03.00 Wita,” kata Richard melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, Senin (12/7/2021).
Saat berada dalam jarak 5 meter dari sasaran, di tengah kegelapan dini hari dan hujan, Tim Tricakti menyergap para teroris MIT yang berada di pondok persembunyian. ”Dalam penyergapan tersebut ada lima teroris MIT sedang beristirahat atas nama Rukli dan Ahmad Panjang,” ujar Richard.
Diyakini setelah penyeragapan, ada teroris yang terluka dari tiga orang yang melarikan diri. Pagi ini ditemukan jejak ceceran darah dari kelompok tiga orang yang melarikan diri tersebut.
Richard berharap dukungan moril bagi prajurit di lapangan dari tim TNI-Polri yang masih terus berusaha mengejar para teroris.
”Tim di lapangan juga sedang menunggu evakuasi udara dengan menggunakan helikopter Caracal TNI AU. Hingga saat ini evakuasi masih terhalang cuaca berkabut di medan yang tertutup hutan sehingga menyulitkan evakuasi,” katanya.
Kepala Satgas Humas Operasi Madago Raya Komisaris Besar Didik Supranoto juga membenarkan, Tim Kejar Satgas Madago Raya telah menyergap buron teroris Poso di kamp pegunungan Batu Tiga, Desa Tanalanto, Kecamatan Torue, Parigi Moutong. Penyergapan didahului pengejaran selama tiga hari dengan bekal informasi dari satgas intelijen yang dikembangkan di lapangan.
Dari tempat kejadian, kata Didik, pihaknya mengamankan barang bukti berupa amunisi, bom lontong, kompas, dan bendera. ”Hari ini, Tim Kejar Satgas Madago Raya masih melanjutkan pengejaran, memburu, dan terus mencari para teroris yang melarikan diri,” kata Didik, Senin pagi.
Sementara itu, pemindahan mayat dua anggota MIT dari lokasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Palu menggunakan helikopter terkendala medan berat dan cuaca berkabut. Menurut rencana, kedua teroris itu akan segera diotopsi dan diidentifikasi di rumah sakit.
Meski pandemi sedang melanda, para teroris MIT sepanjang setahun terakhir terus meneror warga dan beberapa kali membunuh warga di sekitar Poso, Sulawesi Tengah.
Pada Mei lalu, mereka meneror dan membunuh empat warga Desa Kalimago, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso. Pembunuhan tidak hanya bertujuan teror, tetapi juga merampas bahan makanan dan uang korban. Adapun sejak 2014, Kompas mencatat, setidaknya ada 20 warga yang tewas dibunuh kelompok MIT.
Tutup akses logistik
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Institute for Security and Strategic Studies (Isess) Khairul Fahmi mengatakan, pengejaran anggota MIT yang masih tersisa harus diiringi dengan penutupan akses logistik dan sumber daya yang bisa mereka jangkau. Ia menduga, MIT masih mendapatkan pasokan baik dari luar Poso dan Parigi Moutong maupun dari luar negeri melalui celah-celah perbatasan.
Oleh karena itu, MIT masih hidup dan terus meneror warga meski pemimpinnya, Santoso, tewas dalam kontak tembak dengan aparat pada 2016. Mereka juga masih bisa berkonsolidasi setelah Basri, pemimpin pengganti Santoso, ditangkap pada tahun yang sama.
Saat ini, kelompok MIT dipimpin oleh Ali Kalora. Total ada sembilan anggota MIT yang masuk daftar pencarian orang (DPO) aparat gabungan TNI-Polri dalam Operasi Madago Raya.
Khairul menambahkan, pengejaran yang dilakukan aparat tidak boleh mengendur. Sebab, itu akan memberikan ruang dan waktu bagi MIT untuk tampak ”tertidur” tetapi kemudian muncul kembali dengan pimpinan baru yang bisa saja lebih kuat.
”Perburuan anggota MIT harus segera dituntaskan sebelum mereka kembali berkonsolidasi memperkuat kelompok dan membangun kembali simpul yang kocar-kacir,” kata Fahmi.